16. Fired

1725 Words
“What the …,” gumam seseorang sambil mengangkat kedua pangkal pundak. Dia seorang gadis yang bertugas sebagai barmaid. Gadis itu disuruh oleh si bartender sebab Selena sudah sangat lama. Namun, ia cukup terkejut melihat pintu pantry yang tidak lagi pada tempatnya. Belum cukup sampai di situ, gadis tersebut kembali mengerutkan kening. “Selena?” Dia berjalan menghampiri seseorang yang sedang terduduk di lantai sambil menangis tersedu-sedu. “Hei, Selena ….” Si barmaid yang baru saja masuk pun berjongkok di depan tubuh Selena membuat Selena mendongakan kepalanya. Wajah Selena terlihat pucat dengan make up yang telah berantakan. “Apa yang terjadi?” tanya gadis itu. Dahinya terlipat dengan kening yang melengkung ke tengah. Sementara Selena hanya menggelengkan kepalanya sambil terus berderai air mata. Gadis itu merasa jika kondisinya sangat mengenaskan. “WHAT THE f**k!” teriak seseorang bersuara bass berat. Selena dan temannya langsung memutar pandangan ke arah pintu masuk. Tampak seorang pria bertubuh gempal dalam balutan kameja hitam memberikan tatapan nyalang kepada dua orang gadis yang dalam pandangannya sedang bersantai di pantry. “Apa yang terjadi di sini, hah?” tanya pria dengan nada tinggi. Si gadis barmaid yang merupakan teman Selena sempat menatap Selena sebelum dia berdiri dan kembali menatap si pria. “Tu-tuan Carlos, i-ini ….” “HEI!” bentak si pria bernama Carlos. Dia mendengkus dan dengan wajah gahar dia mengarahkan pandangannya pada si gadis yang masih memeluk lututnya sambil tersedu-sedu. Pria itu berjalan cepat menghampiri Selena. “KAU!” bentaknya lagi sambil mengarahkan telunjuk ke wajah Selena. “Berdiri kau!” “Tu-tuan Carlos-“ Ucapan si barmaid teman Selena terhenti saat Carlos memberikan tatapan nyalang padanya. “Diam kau!” desis Carlos. Dengan cepat dia memutar pandangannya kembali pada Selena. “Kubilang berdiri kau!” bentaknya lagi. Gadis di belakang Mr. Carlos hanya bisa berdiam diri dan menutup mulutnya sambil menatap Selena dengan tatapan iba. Dia memang tak tahu apa yang sudah terjadi kepada Selena. Namun, melihat bagaimana kondisi Selena saat ini, rasa-rasanya dia bisa menebak apa yang telah terjadi kepada rekan kerjanya itu. “KUBILANG BERDIRI KAU!” teriak Carlos. Sambil menundukkan kepala, Selena memaksa tubuhnya untuk berdiri. Dia menahan semua rasa sakit yang ia rasakan. Fisik dan batinnya tersiksa. Dan juga tertekan. Namun, ia tak bisa melakukan apa-apa. Dengan tangan yang bergetar, Selena menyeka air mata di pipinya. Lalu tangan gadis itu bergerak merapikan pakaiannya. “Kemarin kau bermasalah dengan tamu VIP, sekarang kau bermalas-malasan sambil menangis di sini. Hei, kau pikir aku membayarmu untuk melakukan semua itu, hah?” Pria itu kembali mengacungkan telunjuknya ke wajah Selena. Mulutnya menekan membentuk garis lurus. Terdengar desisan dari pria itu ketika bola matanya makin membesar dan embusan napasnya juga terdengar berat. Pria itu makin berang. “Mulai hari ini kau dipecat.” Kelopak mata Selena langsung melebar. Dia menggeleng. “Ti-tidak,” ucap gadis itu dengan suara parau. Sambil terus menggeleng dia berusaha mendekati bosnya itu. “Tuan Carlos, kumohon jangan pecat aku,” lirih Selena sambil menatap sang bos dengan penuh permohonan. Selena hendak meraih tangan Carlos. Namun, dengan cepat pria itu menepis tangan Selena dengan kasar. Selena kembali menundukan kepalanya. Gadis itu tak bisa menahan air mata yang memaksa untuk keluar. Mengapa ia terus-terusan dibentak? Setelah semua yang terjadi, mengapa tak ada satu pun yang mau mengerti penderitaannya? Kembali terdengar desisan sinis dari bibi Carlos. Pria itu membawa kedua tangan bertengger di pinggang. “Kau tahu berapa banyak kerugianku karena mempekerjakanmu?” tanya pria itu dengan nada tinggi. Jari telunjuknya kembali bergerak mengintimidasi Selena lebih jauh. “Seribu dua ratus dolar,” kata Carlos dengan nada menekan. Dia mendengkus. “Maafkan aku, Tuan Carlos, tapi semua ini tak sepenuhnya salahku.” “APA?!” pekik Carlos. Dia kembali memberikan tatapan nyalang. Selena kembali menutup matanya. Jemarinya secara alamiah mengulum permukaan dress-nya. “Kau bilang semua ini bukan salahmu? Lalu salah siapa? Apa salah Mr. McKenzie?” Selena memberanikan diri mengangkat wajahnya. Dia tak kenal siapa itu Mr. McKenzie, akan tetapi, nalurinya berkata jika nama tersebut adalah identitas si pemilik mata biru yang sudah melecehkannya. “Sir,” ucap Selena dengan bibirnya yang bergetar. Matanya berkaca-kaca dan jantungnya berdetak meningkat, tetapi dia tetap harus mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Jika yang kau maksud adalah si pria bermata biru, maka kau harus tahu jika barusan dia melecehkann aku.” Salah seorang dari mereka membelalakan mata sambil menutup mulutnya yang menganga. Dia si barmaid yang masih berada di pantry. Sementara Carlos hanya mendecih sinis. “Kau bilang apa? Darren McKenzie melecehkanmu?” tanya pria itu dengan nada sinis. Dia menaikkan setengah alis, tampak menghakimi. “Ya, Sir,” jawab Selena dengan nada menekan. Tangannya terangkat menunjuk daun pintu yang kini berada di permukaan lantai. “Pintu itu menjadi buktinya. Dia mengikuti aku sampai ke pantry lalu mengurungku.” Bibir Selena kembali bergetar. Bersamaan dengan pelupuk matanya yang mulai bergetar menahan cairan bening yang menunggu untuk dimuntahkan. “Dia hampir memperkosa diriku, jika saja Jonathan tidak datang dan menolong aku.” Selena berkata dengan wajah gamang. Namun, Carlos malah terus memberikan tatapan sinis pada Selena. Sambil berkacak pinggang, dia kembali mendecih. “Sudahlah!” tukas pria itu sambil mengayunkan tangan kanannya. “Apa pun alasanmu, kau tetap di pecat.” Mulut Selena terbuka. Dia melotot. Gadis itu hanya bisa memperhatikan gerakan Mr. Carlos yang sedang merogoh sesuatu di dalam saku celananya. “Ini gajimu,” kata pria itu sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat pada Selena. “Sir-“ Selena tak dapat meneruskan ucapannya saat mendengar suara Carlos yang kembali berdecak kesal. “Ini lebih baik daripada aku menyuruh petugas keamanan dan menyeretmu keluar.” Selena mendesah kecewa. Gadis itu membawa tangan kanannya mengusap wajahnya kemudian mengusap rambutnya hingga ke belakang kepala. Dia menggeleng. “Sir, aku tahu kalau kau mungkin mengerti posisku dan aku mungkin tahu kalau kau takut pada merek-“ “HEI!” Selena tersentak saat mendengar nada tinggi dari suara bass berat yang memekakkan telinganya. Gadis itu menatap Mr. Carlos dan pria itu mendengkus. “Kau tahu, mulutmu itu sangat kurang ajar. Tak salah jika Mr. McKenzie menamparmu.” Selena melongo. “Sir?!” pekik Selena. “Tidak usah banyak bicara,” sergah Carlos. Dia meraih tangan Selena lalu memberikan segepok uang di dalam amplop ke dalam tangan Selena. “Ambil ini dan pergi dari sini.” Lanjut Carlos. Dia berkata sambil menunjuk pintu keluar. Selena kembali mengentakkan napasnya dari mulut. Gadis itu tak habis pikir. Di sini, dialah korbannya. Namun, mengapa semua orang malah menyalahkan dirinya? “Masih beruntung kau kuberi gaji terakhir. Beberapa pegawai yang pernah kupecat bahkan diseret dengan paksa tanpa dan mereka diusir tanpa diberikan gaji,” ucap Carlos dengan nada membentak. Selena menghela napas lalu mengembuskannya dengan cepat. Gadis itu memutar pandangannya dan tak sengaja bertabrakan dengan sepasang iris hazel yang sejak tadi memandang mereka dalam diam. Tatapan gadis itu seolah ingin memberikan isyarat jika sebaiknya Selena segera menerima amplop tersebut. Akhirnya Selena menerima uang itu. Dia mendesah kecewa. Lewat sudut matanya, Selena memberikan tatapan dingin pada Mr. Carlos. Gadis itu menelan ludahnya. Dia mengangguk lalu berucap, “Baiklah. Terima kasih sudah mempekerjakan aku di kelab ini, Mr. Carlos. Aku minta maaf jika ternyata aku telah merugikanmu.” Selena menutup ucapannya dengan mendengkus. Wanita muda itu mengentakkan kakinya dan melangkah meninggalkan ruangan pantry. Dia sempat berhenti dekat pintu keluar pada seorang gadis yang merupakan teman sejawatnya. Tak ada kalimat yang diucapkan oleh Selena, akan tetapi tatapan matanya cukup mengartikan jika ia hendak berterima kasih pada gadis bermata hazel itu dan gadis tersebut memberikan respon dengan menganggukkan kepalanya sambil mengulum bibir. Selena kembali mengangkat dagunya dan melangkah meninggalkan tempat tersebut. Ada sesuatu yang membuat hati Selena mencelos perih. Namun, alam bawah sadarnya telah lebih dahulu menegurnya untuk tidak menangisi kejadian yang telah terjadi. ‘Aku telah dilecehkan dan aku sudah tidak suci lagi. Namun, aku tetap harus menahan semua itu. Hanya karena seorang pria laknat dan bajing^n yang punya kekuasaan dan uang yang banyak. Aku yakin sekali kalau dia yang sudah membayar Mr. Carlos untuk memecatku,’ batin Selena. Dia memandang ampolop cokelat dalam genggaman tangannya dan seketika gadis itu mengencangkan rahangnya. ‘Andai saja aku punya kekuatan lebih, andai saja aku punya seseorang yang bisa kuandalkan, andai saja ini Indonesia dan andai saja ….’ “Argh!” Selena menggeram. Mulutnya terbuka melepaskan napas gusar. Kepalan tangannya makin mengencang. Wanita muda itu menengadahkan wajahnya ke atas. Memandang langit malam di New York. Entah mengapa bibirnya yang bergetar malah tertawa. Dia menggelengkan kepalanya. “How could?” tanya Selena dengan nada bergumam. Wanita itu berbalik menatap bangunan megah yang semenit lalu masih menjadi tempat kerjanya. Sempat berharap jika di sinilah tempat kerja ternyaman di New York dan Selena berharap akan terus berkarir di sini. Namun, tempat ini malah menjadi tempat paling mengerikan untuknya. Bukan karena pekerjaan Selena sebagai barmaid, tetapi pada apa yang telah ia alami ternyata lebih buruk daripada seorang gadis penari striptis dan juga beberpa gadis yang turut melakukan prostitusi di sini. Setidaknya mereka melakukan semua itu atas kemauan mereka. Namun, Selena? Dia malah dilecehkan dan lebih-lebih direndahkan dan dituduh sebagai pembuat masalah. Selena tertawa getir. Ia kembali menggoyangkan kepalanya. “Apakah hidup harus semenderita ini?” Gadis itu kembali bermonolog. Sambil menutup matanya, Selena mencoba untuk menarik napas dalam-dalam. Andai saja bisa, dia masih ingin menangisi apa yang telah terjadi padanya. Merutuki takdir dan berharap besok akan baik-baik saja. Namun, kenyataannya ia telah dihancurkan. Bahkan harga dirinya tak bisa menolong gadis itu dari perasaannya yang terluka. Namun, dari semua yang telah ia alami Selena tetap harus menegaskan pada dirinya bahwa dia harus tetap bertahan. ‘Ingat ayah dan bunda, Selena.’ Bawah sadarnya memperingatkan. Selena kembali membuka matanya. Menahan rasa sakit yang masih mengungkung hatinya, Selena memutuskan untuk memutar tubuh. Melangkah dan meninggalkan tempat tersebut. *** Sementara di dalam kelab, tampak seseorang menyeringai. “Bagaimana?” tanya seorang pria berparas Asia dalam balutan pakaian kasual mewah. Mr. Carlos memberengut sambil mengangkat kedua pundaknya. “Semudah membersihkan serangga,” kata pria itu dengan enteng. Sudut bibir pria Asia itu berkedut menahan senyuman. ‘Satu langkah telah berhasil. Waktunya memainkan trik kedua,’ batinnya. Pria itu kembali memandang Mr. Carlos dan dia menjulurkan tangan yang disambut oleh Mr. Carlos, mereka berjabat tangan dengan senyum sumringah. “Bayaranmu sudah kutransfer Mr. Carlos,” kata si pria Asia. Carlos menarik sudut bibirnya ke atas dan menaikkan setengah alisnya. “Terima kasih banyak, Mr. Kim,” ucapnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD