Suci yang berjaga shif pagi mengerutkan keningnya begitu melihat senior sekaligus atasannya itu datang dengan wajah lesu. Otaknya kembali berputar mengingat percakapannya dengan Lulu, apakah atasannya itu sudah tahu jika kekasihnya itu selingkuh dengan sahabatnya sendiri di lihat dari tampang atasannya itu yang begitu kusut.
"Hai, Ci." seru Karen sambil tersenyum tipis. Karen lalu masuk ke dalam gudang menaruh tas nya lalu kembali ke meja kasir.
"Mbak Karen kenapa, sakit?" sahut Suci perhatian.
"Ah nggak kok cuman sedikit pusing aja."
"Lulu jadi off hari ini?" tanya Karen pada Suci yang sedang memasukkan data barang masuk atau barang keluar ke dalam komputer. Gadis berusia dua puluh tahunan itu mengalihkan tatapannya dari komputer untuk menatap atasannya.
"Iya, Mbak jadi."
"Kalau gitu hari ini kita lembur dong yah? Duh mana hari senin lagi."
"Iya Mbak, males kalau lembur hari senin mal pasti sepi." balas Suci dengan wajah malas.
"Kemarin dapat omset berapa? Sesuai target nggak, nggak apa-apa sih kalau target harian nggak masuk tapi kalau target mingguan tetap kurang, si Nyonyah pasti ngomel-ngomel."
"Nggak Mbak, cuman kurang dua ratus ribu sih." balas Suci dengan wajah cemas, Karen menghela napasnya. Karen tidak bisa menyalahkan para juniornya karena omset mingguannya tidak sampai target, sebenarnya itu bukan masalah baginya karena namanya juga berjualan. Tapi lain halnya jika menyangkut sahabatnya, Davina bisa berubah menjadi menjengkelkan jika penjualannya menurun.
"Hmm yaudah lah nggak apa-apa, lagian ini bukan salah kita juga. Emang mungkin minggu kemarin kita mesti dapat segitu, yang penting sekarang semangat aja jualannya."
Suci tersenyum mendengar nasihat Karen, dia benar-benar beruntung mempunyai senior sekaligus atasan yang baik seperti Karen.
"Makasih, Mbak kalau gitu aku greeting dulu deh takut Nyonya datang hehe... " sahut Suci sambil tersenyum menampakkan gigi rapinya, membuat Karen ikutan tersenyum juga.
"Tapi kamu udah selesai masukin datanya?"
Suci berbalik menghadap Karen sambil meringis.
"Belum sih, Mbak."
Karen seketika mengerutkan alisnya kemudian tersenyum.
"Dasar, yaudah nggak apa-apa biar aku yang lanjutin aja. Keburu datang si Nyonyah." seru Karen sambil terkikik geli, Suci hanya mengangguk kemudian berjalan untuk geleting.
Karen melihat jam yang berada di atas pintu masuk toko, sudah pukul 3 sore tapi Davina belum datang ke toko. Apa sahabatnya itu lupa untuk meeting dengannya hari ini? Tapi ia sangsi jika Davina lupa, sahabat satunya itu kan disiplin sekali lalu kenapa wanita itu belum menampakkan batang hidungnya? Biasanya kalau dia tidak bisa datang, Davina akan memberinya kabar entah itu lewat sms atau telepon tapi wanita egois itu tidak melakukan keduanya.
Kedua bahunya begitu pegal sedari tadi memasukkan data ke dalam komputer dan beberapa kali melayani pembeli. Ia bersyukur hari ini tokonya lumayan ramai jadi jika Davina menanyakan penjualannya hari ini, dia bisa sedikit lega karena wanita itu akan sedikit mengomel.
"Nggak jadi beli?" tanya Karen begitu melihat seorang ibu-ibu yang keluar dari toko nya tanpa membawa paperbag. Ia lalu menghampiri Suci yang kembali greeting di depan toko.
Suci menggeleng dengan wajah masam.
"Nggak Mbak, nggak ada ukurannya. Udah aku tawarin yang lain tapi nggak mau, mau nya model gaun itu."
"Kamu udah minta ke kantor ukuran kecil nya?"
"Udah, Mbak kemarin pas Mbak Davina datang aku langsung minta sama Mbak Davina buat dikirimin. Terus kata Mbak Davina, nanti dia telepon orang kantor soalnya kemarin minggu kan terus orang kantor pada libur makanya pas kemarin aku mau telepon, Mbak Davina bilang gitu."
Karen mangut-mangut mengerti, sahabatnya itu pasti lupa.
"Tuh anak pasti lupa deh, kemarin dia pas ke sini bawa barang baru nggak?"
Suci menggeleng.
"Nggak Mbak, Mbak Davina cuman bawa barang returan dari PVJ."
Karen kembali mengangguk.
"Yaudah kamu istirahat dulu aja gih, biar aku yang jaga toko."
Suci mengangguk sambil tersenyum.
"Mbak Karena mau nitip apa? Aku mau beli makan di bawah."
"Kamu mau beli apa? Samain aja deh, tapi aku titip lumpiah basah yah sama air. Aqua yang di dispensernya abis tuh, tapi tadi aku udah titip sama toko sebelah sih buat beliin."
"Oh oke deh, aku mau beli ayam penyet nggak apa-apa Mbak?"
"Nggak apa-apa samain aja, aku suka sambalnya pake jahe gitu."
"Iya Mbak, yaudah aku ke bawah dulu iya Mbak." balas Suci kemudian pergi meninggalkan Karen sendiri.
Suci berjalan menuju eskalator begitu sampai di lantai bawah dirinya membuka pintu besar kaca mal tersebut, ia kemudian berjalan lagi menuruni jalanan yang menurun untung saja dirinya sudah mengganti sepatu tingginya dengan sepatu plat shoes nya itu. Jika belum mungkin dirinya akan tergelincir sampai ke bawah mengingat jalanannya yang begitu menurun dan licin. Begitu sampai di bawah jantungnya seketika berpacu melihat Davina atasannya itu yang baru saja turun dari sebuah mobil yang terlihat mewah. Suci segera berlari menuju penjual ayam penyet tersebut sampai terus memperhatikan atasannya.
Mata bulat Suci membelalak begitu melihat Davina yang menubruk tubuh seorang pria, yang sudah di pastikan jika pria itu kekasih atasannya juga---Karen. Setelah menubruk sang pria atasan menyebalkannya itu menarik kerah sang pria lalu menciumnya membuat dirinya tanpa sadar memekik kaget akan kelakuan gila bos-nya itu. Kepalanya mendadak pening melihat kejadian langka di depannya, dia harus memberitahu Lulu soal info terbaru ini. Dia pikir pria yang menjadi kekasih atasannya itu akan menolak atau mendorong Davina, tapi dugaannya salah. Pria itu malah semakin merengkuh tubuh atasan egoisnya membuat dia semakin menggeleng tidak percaya. Mereka berdua seolah tidak tahu malu berciuman di pinggir jalan, meskipun letaknya yang tidak terlalu ramai tapi tetap saja mereka bisa di tonton oleh para pedagang dan pegawai mal yang lain.
"Dasar anak muda jaman sekarang, mereka udah hilang rasa malunya. Ciuman di pinggir jalan, mana ini yang nyosor perempuan duluan aduh-aduh." seru ibu-ibu pejual ayam penyet bersuara.
Suci meringis mendengar omelan ibu-ibu tersebut, enggan memberikan komentar.
"Kamu kenal perempuannya siapa? Semoga bukan atasan kamu yah, malu-maluin kalau punya atasan seperti itu." omel ibu-ibu itu lagi yang di balas dengan ringisan Suci.
Begitu Suci telah membeli makanan dan pesanan Karen, dia lalu kembali ke toko takut jika Davina mengomelinya karena lama meninggalkan toko meskipun ada Karen yang menjaga, tapi tetap saja Davina akan mengomelinya. Dan benar saja begitu Suci masuk ke dalam Davina sudah berdiri di depan meja kasir. Suci lalu menyerahkan bungkusan plastik pesanan Karen lalu dirinya pamit ke dalam gudang untuk makan siang.
"Gue kira elo nggak bakalan ke sini."
Davina menaikkan alisnya.
"Kenapa emangnya? Lo nggak suka gue ke sini?"
"Jelas kalau elo ngomel-ngomel terus gue nggak suka." balas Karen sambil meminum jus alpukat pesanannya, untung saja Suci membawa ponsel jadinya dia bisa menitip lagi minuman dingin untuknya begitu tahu sahabat menyebalkannya itu datang kemari.
Davina mendengus mendengar jawaban Karen.
"Omset kemarin berapa?"
"Kurang dua ratus ribu untuk mencapai target." jawab Karen santai, Davina yang sedang melihat-lihat gaun yang terpasang di patung seketika melirik Karen.
"Kenapa bisa? Kalian tuh kerja nya ngapain aja sih! Jangan banyak ngobrol makannya." sembur Davina jengkel, Karena hanya memutar matanya bosan mendengar omelan Davina.
Davina kemudian menyentuh sebuah patung dengan jarinya kemudian kembali melirik Davina.
"Lihat! Ini masih ada debu, sudah omset kecil nggak sesuai target toko nggak bersih. Kalian tuh kerjaannya ngapain aja sih! Lo yang bener dong, Ren ngajarin mereka masa gue juga yang harus turun tangan!"
"Plis deh, Na jangan mulai. Kalau elo nggak tahu keadaan mal setiap hari kayak gimana, lo jangan sok tahu." balas Karen jengkel membuat Davina marah tidak terima.
"Bagus, bagus lo udah mulai berani sama gue! Elo juga kerjaan nya ninggalin terus toko dan malah pacaran sama cowok baru lo."
Karen kemudian bangkit dari duduknya lalu memandang tajam Davina.
"Gue nggak ada hubungan apa-apa sama Ervin, kalau-kalau elo lupa gue cuman bantuin lo doang dari Ervin!"
"Ck basi, emangnya gue percaya? Gue liat kemarin elo malah ciuman di depan restoran sama tuh cowok. Wah-wah Karen gue nggak nyangka ternyata lo liar juga yah, kalau Darren tahu elo ciuman sama cowok lain gimana yah." ujar Davina lagi dengan seringai menyebalkan, Karen seketika mematung mendengar perkataan Davina. Wajah Karen kini berubah menjadi pucat, dia benar-benar melupakan Darren karena masalahnya dengan Ervin kemarin membuat dia lupa membalas pesan cowok itu.
"Apa gue kasih tau Darren aja soal ini? Dan gue akan saranin dia balas perbuatan lo dengan ciuman sama cewek lain. Impas bukan?"
Karena seketika menatap Davina dengan tatapan membunuh.
"Lo nggak bakalan ngelakuin itu Vina, kalau elo berani gue resigne dari sini dan gue juga akan bicara sama orang tua Ervin supaya pertunangan lo tetap berlangsung." Karen mengancam balik Davina dan kini Davina yang memandangnya dengan marah.
"Sialan! Lo berani ngancam gue... oke kali ini lo menang. Gue nggak akan aduin ini ke Darren tapi lo juga harus tetap bantu gue buat batalin pertunangan gue dengan Ervin."
"Dan gue nggak mau tahu hari ini omset harian harus mencapai target." tandas Davina final kemudian berbalik kemudian pergi begitu saja meninggalkan toko.
Karen seketika jatuh terduduk di sebuah kursi, dia lalu membuang napasnya dengan kasar. Benar-benar sialan sahabatnya itu, tapi tunggu dari mana Davina tahu soal insiden ciumannya kemarin? Apa Davina ada di sana. Sial kalau seperti ini dirinya bisa di peralat terus-menerus oleh sahabat sintingnya itu, tapi tidak ada jalan keluar yang menguntungkan, dia seperti memakan buah simalakama jadinya.
Karen menatap ayam penyet yang begitu menggiurkan di depan matanya dengan pa dengan kosong, nafsu makannya hilang begitu Davina mengomelinya. Wanita itu benar-benar menjengkelkan baginya.
"Kau tidak akan kenyang jika memelototi makanan itu terus." sahut sebuah suara berat, Karen seketika mendongak melihat pria dingin dan datar yang tiba-tiba berdiri di depannya.
"A-apa yang kau lakukan di sini." tanya Karen gugup.
Tanpa mereka sadari Suci yang sedari tadi mendengarkan percakapan atasannya itu semakin penasaran, tentang hubungan rumit kedua atasannya terlebih sekarang ada seorang pria yang berada di tokonya.
"Cepat bereskan barangmu kita pergi."
"Ke mana?" cicit Karen, jujur saja dia masih takut dengan amarah Ervin kemarin terlebih setelah pria itu meninggalkannya di butik Ervin tidak menghubunginya lagi.
Tanpa repot-repot membalas pertanyaan Karen, Ervin masuk ke dalam gudang lalu membawa tas Karen. Pria itu melirik Suci sebentar dengan wajah seperti biasa datar, Suci yang sedang membereskan bekas makannya itu seketika tersentak dari duduknya. Begitu melihat seorang pria tampan yang mengambil tas atasannya itu yang berada di atas meja yang sama dengannya. Suci masih terdiam terpaku mengingat wajah tampan pria tersebut.
"Aku nggak bisa pergi dan biarin junior aku jaga sendiri Ervin." seru Karen geram yang melihat Ervin membawa tas nya.
Ervin lalu menelepon seseorang yang dirinya tidak tahu siapa.
"Aku sudah menelepon beberapa orang untuk membantu junior-mu di sini. Jadi tidak ada alasan lainnya untuk kau menolakku."
Karen mengembuskan napasnya kasar.
"Baiklah, percuma aku menolak pun." sahut Karen pasrah.
"Bagus sebaiknya kita pergi sebelum tokonya tutup." sahut Ervin sambil berjalan mendahului Karen, membuat wanita itu menganga.
"Suci... " panggil Karen membuat juniornya itu segera menghampirinya.
"Aa aku mau pergi, kamu tenang aja yah nanti ada yang akan membantumu di sini. Kalau ada apa-apa telepon aku saja oke." sahut Karen sambil menampilkan senyum manisnya, Suci mengangguk sambil balas tersenyum. Begitu Karen telah keluar dari toko Suci segera mengambil ponselnya lalu menghubungi teman kerjanya itu.
"LULU..."
-
-
-
tobecontinue