Bab 6

1682 Words
Davina melangkah dengan mantap saat memasuki restoran matanya berbinar begitu melihat Darren yang berjalan menuju salah satu meja, dihampirinya cowok yang di pacarinya selama satu tahun ini. Dia lalu merangkul lengan Darren dengan mesra membuat pria itu terkejut bukan main. "Vina, kok kamu bisa di sini?" tanya Darren terkejut, matanya lalu ia arahkan ke semua penjuru restoran untuk mencari Karen. Davina memajukan bibirnya sebal begitu mendengar perkataan Darren. "Kenapa? Kamu takut ketahuan Karen?!" "Kenapa kamu ngomong gitu?" "Udah lah aku nggak mau bahas cewek itu, lebih baik kita pulang dari sini." "Tunggu Vin, aku nggak mau Karen nanti cariin aku." "Oh jadi kamu lebih milih Karen dari pada aku iya?!" "Bukannya gitu..." "Yaudah kalau kamu mau tunggu Karen, tunggu aja. Sekalian aku mau kasih tau dia kalau kamu itu pacar aku." Darren memijit pelipisnya ia benar-benar kesal dengan tingkah Davina yang seenaknya saja. "Oke, oke kita pulang biar aku kirim pesan, biar dia pulang nggak nungguin aku." Meskipun masih dengan wajah marah namun tak membuat Davina tersenyum juga begitu Darren mengikuti keinginannya. Tanpa mau berlama-lama di restoran Davina segera menarik tangan kekasihnya itu untuk segera meninggalkan tempat ini. Davina tersenyum kecut begitu melihat Karen dan Ervin yang sudah tidak berada di depan restoran. Padahal dirinya benar-benar ingin menunjukkan jika Karen itu bukan wanita baik-baik untuk Darren, ia ingin Darren memutuskan Karen secepatnya karena dirinya tidak mau Darren memilih Karen. Di lain tempat di dalam mobil baik Ervin maupun Karen tidak ada yang bersuara mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing apalagi setelah insiden ciuman mendadak itu. Ervin benar-benar kehilangan kontrolnya begitu Karen terus memberontak. Dirinya belum pernah kehilangan kontrol seperti ini apalagi oleh seorang wanita benar-benar tidak bisa di percaya. Berbeda dengan Karen yang masih mengingat kejadian beberapa saat lalu, saat dirinya di cium paksa oleh Ervin. Yang membuatnya semakin sinting saja karena dirinya hanya diam tidak berkutik sama sekali, seharusnya dirinya melawan bukannya membiarkan Ervin menciumnya. Benar-benar gila pikirnya, begitu Karen sibuk dengan pikiran gilanya ponselnya tiba-tiba bergetar tanda sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Ervin yang fokusnya sedari tadi sudah hilang, mencuri-curi pandang ke arah Karen begitu wanita di sampingnya itu membuka ponselnya. Ia penasaran siapa yang mengirimkan Karen pesan sehingga membuat wajah wanita itu berubah. "Kekasihmu?" sahut Ervin tiba-tiba, yang tidak seperti biasanya ingin tahu dengan urusan orang lain, sangat bukan Ervin sekali. Tapi wajah wanita di sampingnya itu begitu mengganggunya, Karen seketika melirik pria di sampingnya itu. Bagaimana pria itu bisa tahu jika yang memberinya kabar itu Darren, kekasihnya. "Sebaiknya kamu cepat putuskan kekasihmu itu." Ervin berujar santai, tapi tidak dengan Karen yang menatap tidak suka. "Untuk apa aku memutuskan kekasihku, lagi pula kita saling mencintai. Tidak ada alasan yang cocok untuk aku memutuskannya." serunya sengit, Ervin tersenyum miring mendengar ucapan Karen. Cinta, huh? Omong kosong, mana mungkin pria itu mencintaimu jika dia berselingkuh dengan sahabatmu sendiri. Apa kau akan bilang 'kami saling mencintai' menggelikan sekali. Batin Ervin sambil tersenyum miring. "Ck percaya diri sekali jika kekasihmu mencintaimu? Bisa saja selama ini kekasihmu mempunyai kekasih selain dirimu." balas Ervin santai namun lain halnya dengan Karen yang seketika terdiam. Perasaannya mendadak tidak karuan, tidak Darren tidak akan menghianatinya. Ia tahu dengan betul sifat Darren seperti apa, Darren mencintainya itu sudah jelas karena pria itu selalu menghormatinya untuk tidak berbuat lebih. Sekedar cium bibir dirinya masih bisa terima, tapi jika menyangkut hal lain dia menolak dan Darren menghormati keputusannya. "Tentu saja aku kekasihnya, aku sudah mengenal dia selama 6 tahun ini." "Ck Karen, Karen kau lugu sekali. Belum tentu pria yang selama ini berlaku baik padamu itu benar-benar baik, bisa saja pria yang selama ini kamu percayai bahkan kamu cintai itu ternyata orang yang bisa menyakitimu." jawab Ervin sambil melirik Karen dengan senyum miring. Karen yang mendengar perkataan Ervin seketika marah, dia tidak terima kekasihnya itu selalu di sudutkan. "Tutup mulutmu! Itu hanya omong kosongmu saja. Aku tidak mau dengar lagi kau menjelek-jelekkan kekasihku." berang Karen dengan mata nyalang memandang Ervin. Ervin mencengkeram erat setir kemudinya, dia tidak suka wanita itu membela laki-laki b******k seperti Darren. "Dan aku juga tidak suka kau membahas pria lain saat bersamaku!" tandas Ervin final. Karen yang sedari tadi memandang Ervin seketika mendengus kesal lalu membalikkan kembali wajahnya melihat keluar jendela. Wanita itu benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Ervin. _ _ _ _ "Jadi kapan kamu mau nikah sama aku?" tanya Davina sambil memainkan jemari lentiknya pada d**a bidang Darren yang polos. Setelah mereka berdua pergi dari restoran, mereka memutuskan untuk ke apartemen Darren. Karen yang memaksa untuk malam ini mereka tidur di apartemen Darren. Setelah bergulat untuk menuntaskan hasrat masing-masing beberapa jam lalu akhirnya mereka memilih untuk beristirahat. Davina meletakan kepalanya pada d**a bidang Darren, sedangkan Darren hanya memeluknya dari samping sambil mengusap punggung polos Davina. "Sayang jawab dong! Kok malah diam aja sih!" bentak Davina kesal karena sedari tadi prianya itu malah mendiamkannya. Darren menghela napasnya dengan berat, jujur saja dirinya tidak berniat menikah dengan Davina. Karena dia hanya mencintai Karen, perselingkuhannya setahun ini dengan Davina itu terjadi karena kecelakaan. Entah dia di jebak oleh Davina atau dirinya yang memang sedang sial karena saat itu dirinya menjadi mabuk dan meniduri Davina. Pada saat itu lah Davina memintanya untuk bertanggung jawab dengan menjadikannya kekasih. Awalnya ia tidak terima dan menolak karena dia merasa ia tidak memerawani Davina. Karena dia sangat tahu tidak ada darah perawan Davina saat di kasur kala itu, dan dirinya tidak merasakan penghalang apa pun saat menyentuh Davina. Tapi Davina tetap mengatakan jika dirinya yang merebut keperawanannya dan jika dia menolak lagi, Davina akan mengatakannya pada Karen. Dan akhirnya Darren menuruti permintaan Davina untuk menjadi kekasihnya, meskipun begitu dia menikmati kebersamaannya dengan Davina. Ia bisa dengan leluasa menyentuh Davina, tidak seperti Karen yang terlalu kolot tidak boleh menyentuhnya. Meskipun tubuh Davina tidak semolek Karen, tapi dirinya tetap saja menikmatinya toh Davina sendiri yang dengan suka rela menyodorkan tubuhnya kepadanya. "Aa kita bahas ini lain kali oke? Lebih baik kita kembali melakukan kegiatan yang tadi." seru Darren dengan tubuh yang sekarang menindih tubuh Davina, pria tampan dengan wajah baby face itu menyeringai melihat wanitanya yang pasrah di bawah kendalinya. Dan malam itu mereka berdua kembali mengejar kenikmatan masing-masing. _ _ _ _ "Kenapa kita berhenti di sini?" tanya Karen yang melihat mobil Ervin berhenti di sebuah butik terkenal. Ervin tidak membalas pertanyaan Karen, pria dingin itu keluar begitu saja dari dalam mobil. Karen menatap tidak percaya pria yang meninggalkannya di mobil, pria itu benar-benar sialan. Dengan kesal Karen turun dari dalam mobil Kelvin lalu mengikuti pria itu yang terlebih dahulu telah masuk ke dalam butik tersebut. Tanpa melirik Karen sedikit pun Ervin menyuruh beberapa pegawai yang berada di sana untuk memilihkan gaun pengantin untuk Karen. "Apa maksudmu!" "Gantilah dan jangan protes." Sebelum Karen membantahnya tubuhnya telah di tarik oleh beberapa pegawai untuk membantunya mengganti gaun. Dengan kesal dirinya menurut saja, dia membiarkan dua orang pekerja butik itu memasangkan gaunnya. Wajahnya ia tekuk tidak ingin berkata apa pun mengenai gaun yang di pakainya. Sangat bukan Karen sekali, karena biasanya dirinya akan bawel mengomentari soal gaun, entah gaun itu bagus atau buruk dirinya akan mengomentari. Tak berapa lama Karen keluar dengan gaun pengantin yang begitu indah, jujur saja gaun itu begitu indah di pakai oleh Karen. Gaun pengantin yang di pakai oleh Karen begitu simpel tidak banyak pernak pernik, hanya ada pita besar pada bagian tengah-tengah perutnya. Lalu mengembang pada bagian pinggang ke bawah, serta pada bagian atasnya hanya ada bunga-bunga kecil yang mengelilingi pada lehernya. Ervin menyukainya karena gaun itu tidak mengekspos tubuh Karen, hanya saja lengannya yang terbuka. Namun sepertinya pemikirannya tidak sejalan dengan Karen, wanita itu terlihat sekali tidak menyukainya membuat rahang Ervin seketika mengeras. "Kau tidak menyukai gaunnya?" desis Ervin dingin. Mata indah Karen seketika menatap Ervin dengan marah. "Aku tidak akan memakai gaun ini!" sembur Karen dengan mata menyala-nyala, beruntunglah saat ini hanya ada mereka berdua kedua pegawai yang tadi membantunya sudah pergi, mungkin mereka telah di usir terlebih dahulu oleh Ervin. "Kalau begitu... " perkataan Ervin seketika terpotong oleh ucapan Karen. "Tidak! Aku tidak akan memakai gaun mana pun. Aku tidak akan menikah denganmu, demi Tuhan aku mencintai pria lain. Dan kau pun tahu itu!" semburnya berang dengan mata yang menyala-nyala terlihat sekali jika dirinya benar-benar marah. Rahang Ervin semakin mengeras sorot matanya yang tajam semakin dingin memandang Karen membuat wanita itu menelan ludahnya dengan berat, tiba-tiba saja dirinya merasa takut. "Lakukan apa pun yang kau mau. Kita akan tetap menikah!" tandasnya begitu dingin, hingga membuat Karen mengigil. Untuk terakhir kalinya Ervin memandang Karen dengan tatapan dinginnya lalu berbalik meninggalkan Karen yang mematung. "GANTI SEMUA GAUN DI SINI. CALON ISTRIKU TIDAK MENYUKAINYA, JIKA DALAM SEMINGGU GAUN INI MASIH SAMA AKU AKAN MEMBAKAR TEMPAT INI!" teriak Ervin menggelegar, yang dapat di dengar jelas oleh Karen. Bagus Karen, kau membuat Ervin murka. Dan setelah mendengar teriakan kemarahan Ervin dirinya kemudian mendengar deru mesin mobil yang melesat begitu kencang meninggalkan toko ini. Sial dirinya di tinggalkan sendirian di tempat ini, dan yang lebih sialnya dia membuat Ervin marah. Dia benar-benar tidak mengerti dengan Ervin, apa yang diinginkan pria itu sebenarnya? Kenapa Ervin begitu marah. Wajar bukan jika dirinya menolak Ervin, dirinya tidak mencintai pria itu dia hanya mencintai Darren tapi kenapa pria itu marah kepadanya. "No-Nona..." sahut salah satu pegawai tadi yang membantunya memakai kan gaun. Wanita muda itu memanggil Karen dengan takut-takut. Karen memandangnya dengan bingung. "Maafkan aku, seharusnya aku tadi memilihkan gaun yang bagus." ujar wanita muda itu lagi dengan wajah menunduk. Karen semakin merasa bersalah mendengar perkataan wanita di hadapannya itu. Sialan gara-gara perkataannya yang bodoh orang lain terkena imbasnya, Karen semakin merasa bersalah. "Aa tidak, seharusnya aku minta maaf padamu. Gara-garaku kalian semua terkena imbasnya." sesal Karen. "Apa emm..." Karen bingung memilih sebutan untuk Ervin, kekasih? Yang benar saja kekasihnya itu hanya Darren, apa teman? Tidak dirinya bahkan tidak berteman dengan Ervin. Lalu dia harus memanggil Ervin dengan sebutan apa? "Apa maksud nona Pak Ervin calon suami nona?" sahut wanita muda itu, Karen hanya mengangguk sambil meringis. "Maaf nona, Pak Ervin sudah pergi." Karen menghela napasnya berat, pria itu benar-benar meninggalkannya di tempat asing. Daerah yang belum pernah dirinya kubenar-benar hari yang sial baginya. - - - tobecontinue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD