Hadiah

1203 Words
Olivia mendaftar menjadi anggota perpus dan mengurus kartu anggota dibantu oleh Alex. Sambil menunggu kartu anggota selesai dicetak. Ia ditemani Alex melihat-lihat koleksi buku dan keadaan perpustakaan Kampus Miracle. "Wow, amazing," gumam Olivia. Ia sangat kagum melihat tata letak buku di dalam perpustakaan yang unik. Di sana juga terdapat komputer yang bisa membantu mahasiswa mencari lokasi tempat buku hanya dengan mengetik judulnya. Jadi ketika judul buku diketik di pencarian, maka tidak butuh waktu lama letak ruangan, rak dan nomer deretan rak buku sudah muncul. Selanjutnya mahasiswa tinggal mencari sesuai hasil penelusuran tersebut. Sangat canggih. Tidak hanya itu, lab perpustakaan juga tersedia. Lab tersebut dibangun untuk mahasiswa yang ingin membaca buku yang belum ada versi cetaknya. Atau bagi mereka yang ingin mengerjakan tugas sambil lalu mengutip dari buku perpustakaan. Sungguh sangat lengkap sekali. Di sisi lain, fasilitas kenyamanan yang diberikan juga sangat menjanjikan. Setiap ruangan disediakan pendingin dan penghangat ruangan. Tempat duduk dengan suasana yang berbeda. Mulai dari bangku yang berjejer rapi hingga tempat baca yang mirip cafe dan taman. "Pantas kau betah di perpustakaan," ucap Olivia. "Ya, begitulah," ucap Alex. "Kartu keanggotaan mu sudah selesai." Alex menyodorkan kartu itu ke tangan Olivia. "Terima kasih," ucap Olivia. Keduanya segera bergegas keluar dari perpustakaan. Mereka langsung disambut Anne yang baru datang. Ia langsung bergabung dan mengajak keduanya ke kafetaria. "Karena aku kagum dengan pidato Olivia yang memukau, maka aku akan mentraktir mu makan sepuasnya," ucap Anne. "Benarkah? Beruntung sekali," ucap Olivia senang. "Let's go, Babe!" teriak Anne. "Berisik!" timpal Alex sambil memukul kepala Anne pelan. Olivia hanya nyengir melihat tingkah keduanya. Yang satu semangat berapi-api, yang satu seperti kutub es dari selatan. Mereka bertiga langsung memesan beberapa makanan dan minuman, setelah itu duduk di salah satu meja yang tersedia. "Kau tahu?" tanya Anne. Olivia langsung menggeleng. Alex tidak merespon. "Saat Via memberikan sambutan, kampus begitu heboh. Mereka bertanya-tanya, siapa gadis cantik itu. Benar-benar seperti bidadari," ucap Anne. "Jangan bercanda. Aku jadi malu," ucap Olivia. "Aku berkata serius," ucap Anne dengan ekspresi yang lucu menurut Olivia. Tanpa disadari tiga orang gadis dengan pakaian yang seksi datang mendekat. Mereka adalah salah satu dari beberapa gadis yang mengawasi Olivia saat di aula. "Halo, guys," ucap salah satu gadis yang tampaknya lebih dominan dari yang lain. Olivia, Anne dan Alex langsung melihat ke arahnya. "Kau pasti mahasiswi yang beruntung itu. Kenalkan saya Rosaline," ucapnya pada Olivia. "Ah, nafsu makan ku jadi hilang," sahut Anne. "Ayo pergi dari sini. Suasana jadi panas," ucap Anne lagi sambil menarik tangan Olivia secara paksa untuk pergi. Alex mengikuti dalam diam. Rosaline yang merasa dihindari dengan sengaja merasa kesal dan berjanji akan memberi Olivia dan Anne pelajaran yang tidak akan dilupakan. "Mengapa kita pergi?" tanya Olivia yang masih kepikiran pada makanannya yang belum habis, sementara perutnya masih lapar. "Gadis-gadis itu tidak cocok dengan kita. Mereka adalah orang-orang terhormat yang biasanya sangat anti bergaul dengan kita. Maka jika mereka datang dan bersikap ramah, itu sangat mencurigakan," ucap Anne. "Bagaimana bisa? Kata ibuku kita tidak boleh berprasangka buruk," ucap Olivia. "Kau ini polos sekali. Tolong percaya padaku. Dunia ini tidak semuanya baik seperti dirimu. Oke?" ucap Anne. Olivia tidak menjawab. Tetapi suara perutnya yang masih kosong memberikan jawaban dengan bunyi yang terdengar memalukan. "Maaf, pagi tadi aku lupa sarapan dan belum sempat memasak," ucap Olivia. "Aku tahu. Karena aku berangkat lebih pagi darimu jadi aku sadar di dapur tidak ada apa-apa yang bisa dimasak," ucap Anne. Olivia hanya nyengir dengan kenyataan Yang diucapkan Anne. "Bagaimana kalau kita makan siang di rumahku saja. Setelah kenyang baru ku antar berbelanja ke supermarket terdekat," ucap Alex. "Memangnya kita bisa keluar dari area Kampus?" tanya Olivia. "Bisa," jawab Anne dan Alex berbarengan. "Tentu saja boleh. Asal nanti kembali sebelum gerbang ditutup dan ijin dulu pada penjaga gerbang," ucap Anne. "Baiklah kalau begitu," ucap Olivia senang. Ia juga penasaran dengan rumah Alex seperti apa. Mereka bertiga segera berjalan menuju gerbang. Di sana Anne dan Olivia melapor untuk keluar sebentar. Sementara Alex yang memang tidak tinggal di dalam asrama kampus tidak perlu melaporkan dirinya. Mereka berjalan sekitar sepuluh menit baru tiba di sebuah rumah sederhana yang terdapat di tepi hutan Hoia Baciu. Hutan itu terkenal angker di dunia. Terdapat banyak rumor mengenai hutan tersebut. Olivia tidak menyangka jika ada rumah di sana. "Kau yakin tinggal di sini?" tanya Olivia. "Pertanyaan apa itu, Via," protes Anne. "Bukan begitu, maksudku hutan ini begitu angker dan rumah ini tepat di tepi hutan. Tanpa ada tetangga lain di sekitarnya. Apa Alex tinggal sendirian?" tanya Olivia pada Anne. Sebab Alex sibuk membuka pagar rumah. "Ya, dia tinggal sendirian. Ibunya meninggal saat Alex dilahirkan. Ayahnya bekerja sebagai pemandu tur wisata horor hutan Hoia Baciu. Kadang mereka pulang tiga hari sekali atau sesuai permintaan para wisatawan," Jawaban Anne membuat Olivia semakin penasaran akan kehidupan Alex. "Masuklah, tidak perlu sungkan," ucap Alex mempersilakan Anne dan Olivia masuk ke dalam rumah. Begitu masuk, Olivia begitu kagum dengan kondisi dalam rumah yang minimalis dan modern. Rumah itu berbeda dengan rumah kebanyakan di Cluj-Napoca. Sepertinya terinspirasi dari pencampuran budaya berbagai dunia. Benda-benda yang dipajang juga sepertinya dari belahan negara lain. "Wah, makanannya banyak sekali," ucap Anne begitu berada di dapur. "Apa kau masak sendiri?" tanya Olivia begitu melihat beraneka hidangan di atas meja yang menggiurkan. Hidangan itu juga terlihat asing bagi Olivia. Namun meskipun begitu aroma rempah yang tercium begitu menggiurkan. "Tidak. Ada pembantu rumah tangga yang datang dan pergi tiap hari. Aku tidak begitu mahir memasak," ucap Alex. "Apa sudah boleh makan?" tanya Olivia tidak sabar sekaligus penasaran pada rasanya. "Tentu saja. Kau bisa coba ini. Nasi goreng, makanan khas Indonesia yang terkenal," ucap Alex mempersilakan mereka untuk makan. Tanpa sungkan Olivia dan Anne langsung mengisi piring mereka dan mulai makan. Mereka berdua makan begitu lahap. Sementara Alex hanya menjadi penonton menatap keduanya. "Kenapa kau tidak makan bersama kami?" tanya Olivia begitu sadar jika Alex hanya menonton. "Aku sudah kenyang dan tidak bisa lagi mengisi perutku," ucap Alex. "Dia memang begitu," ucap Anne. Olivia dan Anne mencicipi semua makanan di meja tanpa ragu, hingga akhirnya perut keduanya mencapai batas. "Aku kenyang sekali," ucap Anne. "Aku juga," sahut Olivia. Ia menguap beberapa kali dan entah apa yang terjadi, ia sangat mengantuk dan tertidur di meja makan. Melihat keduanya tertidur pulas, seseorang yang sejak tadi bersembunyi di dalam ruangan dekat dapur akhirnya keluar. Di tangannya terdapat senjata api jenis pistol. "Mengapa kau memasukkan obat tidur di dalam makanan?" tanya Alex dengan suara dingin. Aura membunuh memancar dari dalam tubuhnya. Orang itu tidak menjawab. Ia mendekatkan moncong pistol ke kening Alex. "Mengapa kau berselingkuh di belakangku?" ucap orang tersebut. Sebenarnya dari aroma tubuhnya Alex sudah tahu siapa orang tersebut. Alex hanya menghela napas panjang mengingat perbuatannya yang memasukkan obat tidur dalam makanan. "Mr. Philips, kau sadar dengan perbuatan mu?" tanya Alex. "Jangan serius, Alex. Sudah lama aku tidak kemari. Seharusnya kau menyambut ku. Sengaja aku memasakkan banyak makanan ini untuk merayakan keputusan mu. Akhirnya kau berminat untuk kuliah, itu membuatku bahagia sekali," ucap Mr. Philips. "Merayakan sambil berniat membuatku tertidur?" tanya Alex tidak yakin menatap Philip dengan tajam. "Itu karena kau selalu menolak untuk tidur bersama denganku. Aku ini ayahmu, sejak kecil kita sering sekamar. Jadi berilah aku satu malam perpisahan. Setelah itu aku akan membiarkan mu sendirian," ucap Philip. "Tidak mau," ucap Alex kesal.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD