Sembilan puluh sembilan mahasiswa baru dari berbagai belahan dunia berkumpul di aula. Hari ini adalah acara penyambutan mahasiswa baru yang diadakan di aula. Olivia sangat gugup dan tegang. Rambutnya yang berwarna cokelat ia gerai. Pakaiannya yang sederhana tetap membuatnya kelihatan cantik dan anggun. Begitu Olivia masuk, beberapa mahasiswa langsung menoleh ke arahnya. Kebanyakan dari mereka langsung terpukau dengan kecantikan Olivia yang alami. Padahal saat itu Olivia hanya memakai riasan tipis dan lipstik warna nude.
"Via!" teriakan suara Anne mengagetkan Olivia. Gadis itu melambaikan tangannya dan meminta Olivia untuk duduk di sebelahnya.
Olivia segera bergegas ke tempat Anne. Ia tidak menyangka jika Anne ada di sana. Padahal gadis itu bukan mahasiswa baru.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Olivia heran.
"Aku? Aku mengantar dia," ucap Anne sambil menunjuk seseorang di sebelahnya.
Olivia kaget, ternyata Anne mengantar Alex. Apa maksud Olivia mengantar pemuda itu. Ia semakin bingung. Mereka berdua bukannya satu angkatan di tahun yang sama.
"Titip cowok pemalu ini. Jika ada apa-apa lapor saja padaku. Oke?" ucap Anne sambil berdiri.
Olivia kebingungan. Ia hanya mengangguk saja.
"Aku harus pergi, sebelum ketahuan para guru di sini. Semangat," ucap Olivia lagi sambil bergegas pergi.
Olivia melirik ke arah Alex yang tersenyum sambil menunduk. Pemuda yang berpenampilan sederhana dengan kacamata tebal dan poni yang menutup sebagian wajahnya itu sepertinya pemuda yang baik dan sopan. Alex juga tampak seperti pemuda pemalu yang sedikit tertutup.
"Bergeser ke mari," bisik Olivia agar Alex pindah duduk ke samping Anne.
Alex segera bergeser. Ia bersikap begitu kaku dan tegang. Beberapa kali Alex terlihat membetulkan posisi kacamata nya.
"Mengapa kau ikut acara ini?" tanya Olivia setengah berbisik.
"Aku juga mahasiswa baru," ucap Alex.
"Apa? Bukannya kamu bilang sering menghabiskan waktu di perpus dan sudah hafal daerah ini," ucap Olivia.
"Itu karena rumahku memang tak jauh dari kawasan ini. Aku dapat ijin untuk keluar masuk, meskipun belum menjadi mahasiswa," terang Alex.
"Oh," ucap Olivia meskipun belum mengerti sepenuhnya. "Kamu jurusan apa?" tanya Olivia penasaran.
"Sama dengan kamu. Seni lukis," ucap Alex sambil tersenyum.
"Wow, aku senang sekali. Kita satu kelas," ucap Olivia sungguh-sungguh. Akhirnya di awal masuk kuliah, ia sudah memiliki teman yang lumayan akrab.
Beberapa guru memasuki ruangan kemudian duduk di kursi khusus. Semua mahasiswa baru juga sudah duduk di kursi yang tersedia. Selanjutnya seorang lelaki yang sudah paruh baya memasuki ruangan. Penampilannya begitu rapi dengan setelan jas. Ia didampingi seorang wanita cantik tanpa ekspresi. Semua guru langsung berdiri menyambut kedatangannya.
"Apa itu pimpinan di sini?" bisik Olivia.
Alex hanya mengangguk, sebab saat itu pembawa acara telah membuka acara dan menyampaikan beberapa hal yang penting untuk diketahui bagi mahasiswa baru. Kemudian acara dilanjutkan dengan berbagai sambutan. Mulai dari sambutan pimpinan atau rektor kampus. Sambutan ketua asosiasi pengusaha kaya hingga sambutan dari ketua organisasi mahasiswa.
Ketua organisasi mahasiswa merupakan salah satu mahasiswa berprestasi dan populer yang biasanya dipilih melalui pemilihan umum mahasiswa secara bebas dan dilakukan setelah melakukan kampanye. Olivia pernah membaca tentang proses pemilihan tersebut di majalah milik Kampus Miracle. Acara itu selalu diberitakan di buletin, sebab acara pemilihan ketua organisasi mahasiswa sangat populer. Dan mereka yang terpilih menjadi ketua tentu saja akan menjadi seseorang yang populer dan disorot secara publik.
Ketua organisasi mahasiswa tahun ini bernama Evan. Dari wajahnya yang tampan dan postur tubuhnya yang proporsional, Olivia sudah bisa membayangkan bahwa Evan adalah mahasiswa idaman para gadis di Kampus itu. Olivia saja sampai tidak berkedip menatap sosok Evan yang begitu memukau. Namun gadis seperti Olivia tidak akan berani bermimpi apalagi menghayal untuk mendapatkan pacar seperti Evan. Bisa mendapatkan perlakuan dan hak yang sama di Kampus Miracle sudah patut ia syukuri. Ia harus tetap sadar diri akan status dan posisinya di kampus ini.
Sejak awal Olivia memang sudah berkomitmen untuk fokus kuliah. Ia tidak boleh lupa derajatnya yang berasal dari keluarga biasa. Sementara di kampus tersebut semua orang adalah orang kaya dari keluarga ternama dan memiliki strata sosial yang tinggi.
"Apa yang kau pikirkan?" Alex menegur Olivia.
"Tidak ada," jawab Olivia tersadar dari lamunannya.
Suara tepuk tangan mengiringi langkah ketua organisasi mahasiswa turun dari podium setelah sambutannya yang hangat. Selanjutnya pembawa acara menyebutkan sambutan berikutnya akan disampaikan oleh perwakilan dari mahasiswa baru untuk maju. Mereka diminta untuk menceritakan pengalaman dan kesan ketika diterima masuk ke Kampus tersebut. Dan perwakilan tersebut dipanggil untuk naik ke atas podium.
"Via, kau dipanggil," ucap Alex.
"Aku?" Olivia tidak yakin.
"Ya," jawab Alex.
Olivia merasa tidak yakin sampai pembawa acara menyebut namanya lagi.
"Cepat pergi. Aku mendukungmu," bisik Alex.
Olivia menarik nafas panjang. Kaki dan tangannya terasa gemetar. Ia agak shock, karena tidak ada pemberitahuan sama sekali bahwa hari ini ia akan tampil mewakili teman-teman mahasiswa baru ke atas podium. Andai saja perasaannya saat itu diekspresikan, rasanya Olivia ingin melarikan diri dari tempat tersebut. Namun sudah tidak ada waktu. Semua orang telah menunggu dan melihat ke arahnya. Maka tidak ada pilihan lain bagi Olivia untuk maju dan menyampaikan apapun yang bisa ia ucapkan.
Sesampainya di podium Olivia semakin gugup. Ia baru sadar jika acara tersebut ditayangkan secara langsung ke beberapa saluran TV. Semua orang pasti melihat wajahnya dengan jelas. Menyadari hal itu, pikiran Olivia blank seketika. Ia tidak tahu apa yang harus diucapkan, namun semua orang sudah menunggunya.
"Selamat pagi semua, saya Olivia. Satu-satunya orang yang beruntung tahun ini, karena telah mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Kampus ini. Berada di kampus ini. Bersama orang-orang ternama dan hebat merupakan suatu anugerah. Saya yang dari kalangan biasa sangat berterima kasih karena terpilih dan diberikan kesempatan untuk belajar di sini. Saya berjanji akan berusaha untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan dan akan menjadi mahasiswa yang sukses di masa depan sesuai dengan bakat dan cita-cita saya. Akhirnya, sekali lagi saya sampaikan beribu terima kasih, terutama kepada asosiasi pengusaha dan juga pihak kampus. Atas segala dukungan dan kesempatan yang diberikan. Tidak lupa juga untuk ibu saya yang terus mendukung. Terima kasih," ucap Olivia akhirnya.
Suara tepukan bergemuruh memenuhi ruangan. Olivia bergegas turun dan kembali ke tempatnya semula. Ketika sudah sampai di samping Alex, Olivia bernafas lega.
"Pidato yang bagus. Kau hebat," bisik Alex.
"Gila. Jantungku rasanya mau meledak," ucap Olivia.
"Tapi kau berhasil melakukannya dengan baik. Jika aku berada di posisimu. Aku pasti langsung menghilang," ucap Alex membuat Olivia tertawa.
Akhirnya, setelah beberapa serangkaian acara. Kegiatan pada hari itu berakhir. Olivia dan Alex keluar dari ruangan.
"Tunggu sebentar!"
Teriakan itu menghentikan langkah Olivia dan Alex. Ketika berbalik ke belakang, Olivia bisa melihat Evan telah berdiri di sana.
"Hai, saya Evander," ucap Evan sambil menjulurkan tangan.
Olivia segera menyalami Evan sambil memperkenalkan diri. Sementara Alex hanya berdiri kaku di samping Olivia tanpa minat untuk memperkenalkan dirinya pada Evan.
"Tadi, pidato yang bagus. Kau pasti sangat pintar bisa melewati seleksi ketat itu," ucap Evan memuji.
"Tidak, ini hanya keberuntungan," ucap Olivia.
"Aku ingin mengobrol banyak denganmu. Kuharap besok kau tidak keberatan untuk datang ke kantor organisasi mahasiswa," ucap Evan.
"Kau mengundangku?" tanya Olivia tidak percaya.
"Ya. Kami butuh profil mahasiswa yang lolos dan berhasil mendapatkan beasiswa untuk buletin atau majalah kami. Aku harap kau tidak keberatan," ucap Evan.
Olivia tidak percaya bahwa dirinya akan diwawancara dan berita dirinya akan ada di buletin Kampus Miracle yang terkenal itu.
"Sungguh?" tanya Olivia tidak percaya.
"Ya. Bagaimana?" sahut Evan sambil tersenyum tipis. Dengan senyuman itu, ketampanan Evan semakin memikat.
"Baiklah. Saya senang sekali," ucap Olivia.
"Baiklah, sampai jumpa lagi besok," ucap Evan sambil pamit pergi karena ada kegiatan yang harus Evan ikuti.
Olivia hanya mengangguk. Kemudian ia mengajak Alex untuk meneruskan perjalanan.
"Sepertinya sebentar lagi kau akan terkenal," ucap Evan.
"Tidak juga. Aku hanya gadis yang beruntung," ucap Olivia bangga sambil tersenyum lebar.
Tak jauh dari tempat Olivia, beberapa mahasiswi sedang berkumpul. Mereka sudah mengawasi Olivia sejak tadi. Raut wajah tidak suka terpancar dari mereka.
"Lihat, mahasiswi baru itu sepertinya akan merebut Evan darimu," ucap salah satu dari mereka.
"Pantas saja Evan berlagak aneh. Baru kali ini dia meminta kita mengekspos profil mahasiswi baru yang mendapat beasiswa. Apa bagusnya mereka," sahut yang lain.
"Tenang. Kita jangan melawan Evan. Tapi kita bisa menjatuhkan martabat gadis itu agar Evan menjauh darinya," ucap gadis yang paling cantik dari semuanya. Di wajahnya yang hampir tanpa celana itu, terbitlah senyuman licik yang mengerikan.