BAB 20: Rindu Masa Lalu

1504 Words
“Aku tahu dia teman yang buruk. Tidak, dia bukan temanu. Aku sudah tahu mana yang salah dan mana yang benar. Aku masih akrab dengan dia karena aku ingin mengetahui semua yang dia lakukan sebelum aku memutuskan membalasnya seperti apa.” Jawaban Winter membuat Marvelo semakin di buat berpikir keras. Siapa yang sudah memotivasi Winter dan merubah cara berpikirnya. “Siapa yang merubahmu pikiranmu?.” Perlahan Winter membalas tatapan Marvelo, matanya berkaca-kaca tiba-tiba ketika teringat kehidupannya di masa lalu sebagai Kimberly Feodora yang gemerlap indah seperti bintang, namun begitu dia kehilangan cahayanya, dia meredup di antara kegelapan. “Kimberly Feodora.” Jawab Winter dengan suara bergetar, hatinya sangat sakit bak tertusuk saat menyebutkan namanya sendiri. “Mengapa?.” “Dia adalah seorang bintang besar dan wanita yang kuat. Dia bukanlah pembunuh sahabatnya, namun dia tetap menyerah dengan cara bunuh diri karena tidak tahan dengan kebencian yang tidak seharusnya dia terima. Apa yang Kimberly lakukan sama saja dengan mengalah dengan kejahatan dan fitnah. Andai dia bertahan sedikit lebih lama. Dia akan kembali mendapatkan kehidupannya yang sempurna.” Winter berhenti berbicara dan menarik napasnya lebih dalam merasakan sesak yang mencekik dirinya. “Aku tidak ingin seperti Kimberly, aku tidak ingin menyerah, aku tidak ingin tunduk apalagi kalah dengan hal-hal jahat, aku tidak ingin diam menerima kebencian yang tidak seharusnya aku terima. Aku harus memperjuangkan hak-hak hidupku yang selama ini aku abaikan. Aku akan berjuang hingga akhir dan menunjukan bahwa aku tidak akan gentar menunjukan kebenaran.” Jawaban Winter yang sangat dalam dan penuh makna membuat pikiran Marvelo berkelana memikirkan banyak hal dan semakin lekat melihat sepasang mata Winter yang terlihat berkaca-kaca menekan segumpal emosi yang menguras hatinya. Apa yang di katakan Winter adalah hal penting yang selama ini di tunggu semua keluarganya. Haruskah kini Marvelo juga merubah pandangannya juga pada gadis itu?. Namun apakah perubahan Winter akan membuat dia kembali menjadi Winter yang dulu?. “Apa yang kau inginkan?.” Tanya Marvelo samar, hatinya yang keras mendadak lunak karena sebuah harapan Winter bisa menepati apa yang sudah dia ucapkan. Mendadak Winter tersenyum lebar. “Beritahu aku apa yang terjadi sebelum aku tidak sadarkan diri di atap gedung.” “Jangan harap!” tolak Marvelo tanpa keraguan. “Kalau begitu kenalkan aku pada anak-anak populer di sekolah!.” “Aku akan memikirkannya.” Jawab Marvelo terdengar lebih tenang, pria itu segera beranjak dan pergi meninggalkan Winter sendiri. Marvelo akan lebih memilih memperkenalkan gadis itu kepada anak-anak populer di sekolah di bandingkan harus menunjukan dan memberi tahu apa yang telah terjadi sebelum Winter di temukan tidak sadarkan diri. Melihat kepergian Marvelo yang masuk ke dalam kapal membuat Winter ikut turun dari tempat duduknya dengan kaki yang sedikit bergetar masih kesemutan. Mereka belum selesai berbicara, namun Marvelo sudah pergi. Dengan langkah lebar Winter ikut masuk ke dalam kapal melewati orang-orang yang kini tengah bermain billiard sambil berbincang. Winter mengikuti langkah Marvelo yang kini masuk ke dalam kamar. Tanpa permisi gadis itu langsung membuka pintu, Marvelo yang baru melepaskan pakaiannya hendak tidur langsung tersentak kaget dan sedikit berteriak. “Apa yang kau lakukan Winter!.” Dengan tenang Winter menutup pintu. “Kita belum selesai berbicara.” “Keluar.” “Tidak, aku belum selesai bicara.” “Tidak sepantasnya kita berdua di kamar.” Seketika Winter tertawa dan melompat ke ranjang sambil melihat keluar melaui jendea kecil yang memperlihatkan pemandangan indah lautan. “Kau kan gay, kenapa harus malu berduaan di kamar denganku.” Marvelo langsung bungkam, pria itu mendengus kesal dengan perubahan sikap Winter yang mengingatkan dirinya pada kenangan masa kecilnya saat bersama Winter. Marvelo terduduk melihat Winter yang menelungkupkan tubuhnya dan melihat keluar. “Kau ingin bicara apa?.” Tanya Marvelo terdengar samar. Kepala Winter bergerak ke sisi, memperhatikan Marvelo dengan serius. Perutnya tiba-tiba sedikit menghangat. Marvelo terlalu panas untuk seorang pria yang masih remaja. Ototnya yang terbentuk sempurna membuat tubuhnya menjadi atletis, wajahnya yang tampan dan tegas, penampilannya yang rapi ddan irit bicara sangat menggoda jiwa seorang Kimberly. Sangat di sayangkan pria itu terlalu muda. Winter tidak merasakan getaran apapun selain kagum dengan ketampanan dan tubuhnya. Winter segera duduk, lalu berkata “Aku ingin mengikuti kompetisi ratu sekolah.” Ucap Winter dengan serius. Reaksi pertama yang Marvelo perlihatkan adalah reaksi kaget, namun di detik selanjutnya dia tertawa meledak merasa terhibur. Bagaimana bisa Winter merasa percaya diri untuk mengikutinya?. Tawa keras Marvelo sudah tentu mengejek dan menganggap perkataan Winter bualan semata. Dengan kesal Winter bergeser, gadis itu duduk di depan Marvelo dan menarik tengkuknya. Winter marah dengan tawa Marvelo yang mengejeknya karena selama ini dia pikir hanya Marvelo yang memiliki pandangan baik kepada Winter Benjamin. Tawa Marvelo terhenti begitu wajah, mareka saling berhadapan dengan posisi yang terlalu dekat. Dengan sisa-sisa tawanya Marvelo tidak berkata-kata selain melihat mata Winter yang menatap tajam dirinya dengan penuh kemarahan. Bibir Marvelo langsung mengatup, menyadari bahwa tawanya melukai hati Winter. “Lihat aku, apa aku tidak pantas ikut ajang itu?.” Tanya Winter dengan serius. Marvelo tidak langsung menjawab, dia berkedip beberapa kali memperhatikan keteguhan di mata Winter, pandangan Mervelo menelisik, memperhatikan anak-anak rambut di pipinya yang selalu merah tertimbun lemak itu, kini sudah tidak begitu terlihat. Wajah Winter terlihat besinar dan segar mengenakan riasan wajah dengan tepat. Perhatian Marvelo terpaku pada bibir mungilnya Winter yang terpoles pelembut bibir berwarna merah muda. Mengapa Winter terlihat cantik hanya dengan seperti itu?. Dengan cepat Marvelo mengembalikan kesadarannya dan menjauh dari Winter. Mendadak wajah Marvelo merah malu, pria itu membuang mukanya dan mengusap tengkuknya beberapa kali. “Aku tidak berkata bahwa kau tidak pantas ikut.” Jawabnya kelabakan. “Aku tertawa karena itu terlalu mengejutkanku.” “Kau terkejut karena aku yang gemuk ini ingin mengikuti kompetisi ratu sekolah?.” Sindir Winter dengan decihan kesalnya. “Maaf.” Satu kata yang keluar dari mulut Marvelo memadamkan amarah di dalam jiwa Kimberly karena lansung merasakan ucapan tulus Marvelo tanpa berbelit-belit. “Aku ingin kau mendukungku meski terpaksa. Jika kau mendukungku, orang-orang akan memperhatikanku karena kau terkenal di antara gadis-gadis. Aku tidak akan menerima penolakan apapun, jika kau menolak aku bersumpah akan langsung menyebarkan aibmu.” Ancam Winter dengan tegas. Winter segera turun dari ranjang dan pergi keluar usai berbicara. Marvelo terdiam melihat pintu kamarnya tertutup. Pria itu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang dan terbaring, perlahan matanya terpejam memikirkan kenangan kecilnya di masa lalu. *** Dalam kesendirian Winter berjalan menyusuri jalanan, gadis itu melangkah di antara kerumunan banyak orang yang berjalan. Winter mengeratkan coat yang di kenakannya, salju kembali turun membuat banyak orang berjalan dengan cepat agar tidak kedinginan. Bebeapa kendaraan lalu lalang di jalanan, semua tempat makan terlihat penuh. Sepulang dari liburan singkatnya, Winter memutuskan berkeliaran pergi menikmati malamnya sendirian dengan berjalan kaki. Menjalani kehidupan sebagai Winter memiliki keuntungan dimana dia bisa bepergian kemanapun tanpa ada yang memberpahtikan dan meminta photo kepadanya. Kaki Winter bergerak tanpa dia ketahui tujuannya akan kemana, beberapa kali Kimberly terdiam di depan beberapa toko melihat bayangannya sendiri di depan kaca. Kepala Winter mendongkak melihat lampu-lampu kota yang di tata dengan cantik berwarna warni, salju yang turun terlihat indah berkilauan. Salju yang turun di malam yang gelap itu samar-samar membuat Winter teringat banyak bayangan yang tiba-tiba bermunculan. Ada sebuah kesedihan yang entah mengapa mengganggu hatinya. Jiwa Kimberly gundah tanpa alasan.. Tiba-tiba dia merindukan dunianya yang dulu. Winter menarik napasnya dalam-dalam, tiba-tiba dia memiliki keinginan untuk pergi ke tempat-tempat yang menyimpan banyak kenangan tentang Kimberly. Feodora. *** Winter memutuskan memasuki sebuah gedung museum yang katanya museum itu menyimpan barang-barang peninggalan Kimberly. Hati Winter berdegup, sebuah kesedihan membekas di hatinya meski semuanya sudah usai dan kebenaran terungap. Tidak ada kebencian lagi yang kini orang-orang tunjukan kepada sosok Kimberly. Namun meskipun begitu, meskipun kebenaran sudah terungkap, akan tetapi Winter tetap merasakan sebuah penyesalan yang melekat di hatinya. Mengapa dulu Kimberly tidak bertahan sedikit lebih lama lagi hingga kebenaran terungkap?. Jika saja Kimberly tidak memutuskan bunuh diri, mungkin dia tidak akan terjebak dalam tubuh Winter. Akan tetapi, bagaimana nasib Winter jika gadis itu tidak berubah sama sekali?. Mungkin selamanya Winter akan terjebak dengan hidup sebagai gadis yang naif dan terus menderita di bawah tekanan orang-orang jahat. Winter manarik napasnya dengan berat, dia meletakan layar handponenya di depan layar pendeteksi khusus tiket masuk. Begitu pintu terbuka, Winter segera masuk. Suasana tenang terasa sangat damai dalam museum itu. Bangunan yang khas abad pertengahan itu memanjakan pandangan Winter. Di setiap sudut ruangan tidak ada hentinya menampilkan banyak barang-barang yang berharga yang di simpan dengan baik. Winter melihat handponenya untuk melihat jalan yang tunjukan secara virtual menuju tempat di mana barang-barang Kimberly di simpan. Perlahan Winter berhenti melangkah dan berdiri di depan sebuah pagar dengan kaca yang mengelilingnya. Bayangan tubuh Winter memantul samar di terlihat kaca, gadis itu mendongkak dengan mata yang berkaca-kaca melihat gaun pertama yang dia kenakan di masa lalu saat untuk pertama kalinya mendapatkan sebuah penghargaan kontes kecantikan. Tanpa sadar, jiwa Kimberly yang tegar dan kuat menjatuhkan air matanya sambil melihat bayangan dirinya sendiri yang sekarang terlihat di kaca. Dia sudah bukan Kimberly lagi, sekarang dia adalah Winter. Kimberly sudah tiada.. Tubuh Kimberly sudah termakan tanah, Kimberly hanya meninggalkan barang-barang dan jiwanya yang kini masih berkeliaran. To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD