Winter memejamkan matanya dengan erat, tangannya mencari-cari tishu untuk mengusap matanya yang merasa perih dan kedinginan.
Orang-orang yang mengerubuni Marius perlahan hilang.
Marius memundurkan kursi rodanya dan menggerakan tombol di kursi rodanya untuk berbalik. Begitu dia sudah membalikan badan, Marius langsung tersentak hampir berteriak karena terlalu kaget melihat penampilan Winter.
“Winter apa yang terjadi?”
“Sst” potong Winter menyuruh Marius berhenti bicara, mata Winter kembali terpejam dengan kuat karena efek perih dari jeruk nipis masih bertahan di sekitar matanya.
Winter meninggalkan beberapa lembar uang dan melompat turun dari kursi, Winter langsung mendorong kursi roda Marius dan membawanya pergi berlari.
“Ada apa?. Apa yang terjadi?.”
“Kakakku ada di sini. Akan menjadi masalah jika dia tahu.”
“Tapi penampilanmu membuat semua orang melihat kita.” Marius terunduk malu di perhatikan semua orang karena kini di sedang di dorong oleh seorang wanita bertubuh besar yang di setiap langkahnya akan terasa menggetarkan lantai, di tambah dengan wajah yang hitam seperti tersapu setumpuk arang.
“Diamlah!. Aku tidak mau kakakku melihatku.”
“Kita mau kemana?.”
“Pulang!”
“Kau mendorongku ke tempat judi, bukan pintu keluar.”
“Mataku perih!, aku tidak bisa membukanya!. Tunjukan jalan keluarnya sekarang.” Omel Winter yang langsung memutar kursi roda Marius dan berlari kearah lain.
Di sisi lain, Vincent yang asik berbicara langsung berhenti melangkah dan melihat ke belakang karena mendengar suara adiknya yang sangat familiar meski suara itu terdengar sangat pelan.
“Vincent, ada apa?.”
“Kau dengar suara Winter?.”
“Apa?. Tidak mungkin Winter ada di tempat ini.”
“Kau benar. Mungkin aku salah dengar, adikku sangat suci dan polos” Jawab Vincent bingung.
“Kau mau memastikannya?.”
“Tidak perlu, aku percaya Winter.”
***
Tangan Winter bergerak cepat di atas keyboard menuliskan kata Marius di situs pencarian.
Apa yang telah Winter lihat tadi masih menyisakan sebuah rasa penasaran mengenai siapa sebenarnya Marius. Mengapa semua orang terlihat seperti mengenal dirinya.
Begitu mesin pencarian bekerja, nama Marius keluar begitu banyak dalam artikel dan beberapa berita lainnya, photo-photonya Marius tersebar luas bersama dengan biografi lengkapnya yang memberitahu siapa Marius.
Winter di buat terdiam karena kaget, tangannya menggulir mouse dan melihat apa yang bisa dia lihat.
Dengan teliti dia membacanya.
Winter menarik napasnya perlahan begitu mengetahui identitas Marius sebagai pembalap kelas dunia yang pensiun muda karena kecelakaan parah.
Photo-photo Marius menyebar begitu banyak ketika berada di balik mobil balap dan di lintasan, Marius terlihat banyak tersenyum mengangkat beberapa tropi penghargaan hingga photo kondisi mobilnya usai mengalami kecelakaan berat.
Winter menelan salivanya dengan kesulitan, dia memberanikan diri melihat beberapa Video wawancara Marius ketika akan naik podium usai balapan.
Tidak hanya video wawancara dan akselerasi luar biasanya saat di lintasan yang menyebar luas.
Video-video mengerikan Marius mengalami kecelakaan tersebar luas.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Winter menekan tombol di computer untuk melihatnya juga.
Mata Winter memanas tanpa alasan, sebuah desakan ingin menangis mencengkram hatinya melihat bagaimana mobil Marius bergerak dengan cepat di barisan paling depan menuju putaran terakhir untuk meraih gelar juara dunia pertamanya di balapan kelas utama.
Para penggemar dan tim Marius sudah berdiri dan terlihat tegang menunggu di garis finish.
Ketegangan itu tiba-tiba menjadi sebuah ledakan teriakan keras semua orang ketika mobil Marius tergelincir dan terbanting beberapa kali ke sisi hingga keluar dari garis lintasan.
Sebuah mobil pembalap yang berada di belakang mencoba menghindar, namun bagian depan mobil Marius tertabrak oleh mobil pembalap lain hingga mobil Marius ringsek.
Kobaran api keluar dari mobil Marius, bendera di kibarkan dengan cepat, orang-orang melompat masuk lintasan dan membawa Marius keluar.
Bibir Winter terbuka mengambil napas dalam-dalam. Entah mengapa, kecelakaan yang menimpa Marius tiga tahun lalu itu terasa seperti sebuah tragedy untuk hati Winter.
Winter berkedip bersamaan dengan air matanya yang terjatuh melihat tanggal dan waktu Marius kecelakaan sama dengan waktu dia melakukan bunuh diri.
Apa ini sebuah kebetulam?.
Batin Kimberly bertanya.
Winter kembali menggulirkan mouse untuk melihat semakin jauh apa yang bisa dia temukan tentang seorang Marius.
Mendadak pencarian Winter terhenti, dia terpaku pada sebuah photo Kimberly Feodora menjadi gadis grid yang membawa payung mendampingi Marius saat akan balapan.
Tidak hanya itu, ada beberap potret dimana Marius dan Kimberly tertangkap kamera tengah menghabiskan waktu mereka bersama.
Dengan cepat Winter menutup laptopnya.
Gadis itu terdiam begitu lama dan berpikir keras, hatinya bertanya-tannya. Mengapa dulu dia terlihat dekat dan mengenal Marius?. Namun mengapa kini dia tidak ingat satu kenanganpun bersama Marius?
Apa yang sebenarnya terjadi?
Apa hubungan Marius dan Kimberly yang sesungguhnya?.
***
Winter terduduk di kursinya melihat keberadaan rumah Paula di depannya. Rumah itu terlihat cukup mewah dan sedikit berlebihan untuk sebuah rumah dinas bagi karyawan biasa, siapapun yang mengetahuinya akan berpikir jika Benjamin memiliki hubungan special dengan karyawannya karena memberikan perhatian yang berlebihan.
Tidak berapa lama Paula keluar dari rumahnya, gadis itu terlihat sedikit kaget karena Winter datang bersama sopirnya, tidak membawa mobil sportnya.
Biasanya tidaklah seperti ini.
Paula tersenyum lebar melambaikan tangan, gadis itu terlihat sangat cantik seperti tuan puteri dari keluarga konglomerat. Paula menyembunyikan rasa penasarannya karena Winter memakai mobil biasa.
“Hay” sapa Paula begitu sudah masuk ke dalam mobil.
“Aku minta maaf untuk yang kemarin.” Ucap Winter memulai pembicaraan, dia tahu Paula pasti akan curiga dan mulai berhati-hati dengan perubahannya, Winter harus tetap membuat Paula lengah dengan bersikap bodoh seperti biasa.
“Syukurlah jika kau sadar kau salah.” Jawab Paula terdengar tidak tahu malu. “Kenapa tidak membawa mobilmu seperti biasa Winter?.”
“Memangnya kenapa?.”
“Aku bisa membawanya.” Jawab Paula penuh harap, Paula ingin memakai semua yang Winter punya sebelum memilikinya dan menyingkirkan Winter setelah ibunya berhasil menikah dengan Benjamin.
“Aku tidak suka menjadi pusat perhatian.”
“Kau bersamaku Winter. Aku akan menjagamu.”
“Kau bisa datang ke rumahku jika ingin meminjam mobilku Paula.”
Paula tidak dapat meminjamnya untuk di pakai di luar sekolah, karena hanya di sekolahlah dia bisa pamer dan bersikap seperti orang kaya.
Nai mulai melajukan mobilnya keluar dari area rumah Paula.
Keterdiaman Winter membuat Paula kembali meneliti penampilan Winter yang kini mengenakan sepatu cantik yang baru, riasana yang sempurna, rambut yang berkilau lembut dan terawat, pakaiannya menjadi sesuai dan yang lebih sempurnanya adalah sebuah tas mewah yang di jadikan tempat menyimpan buku.
Paula baru pertama kali melihatnya.
“Winter. Tas itu cantik sekali. Aku baru melihatnya” Paula hampir saja berteriak sambil merebut tas Winter.
Winter mengangkat tas pemberian Benjamin kemarin, dia sengaja memakainya agar Benjamin bahagia, sekaligus membuat Paula iri. “Kemarin ayah memberikannya sebagai hadiah karena pulang dari perjalanan bisnis.”
“Benarkah?.” Paula merebut tas itu dan melihatnya lebih dekat. “Ya ampun cantik sekali. Aku tidak pernah memiliki tas secantik ini. Andai saja aku juga masih memiliki ayah, pasti dia akan memberiku hadiah. ” Bisik Paula sedih.
Biasanya, setiap kali paula berkata seperti itu dan menunjukan ekspresi sedihnya, Winter akan memberikan pinjam kepada Paula sampai Paula puas karena iba dengan Paula.
“Kau jangan bersedih. Suatu saat nanti kau juga pasti memilikinya jika kau bekerja keras dengan usahamu sendiri.” Jawab Winter dengan senyuman lebar menyemangati Paula dan sedikit menyindirnya hingga membuat Paula langsung mengangkat kepalanya dan menatap Winter dengan ekspresi tidak percaya.
“Winter, apa aku boleh meminjamnya?.” Tanya Paula tidak menyerah.
“Maaf Paula, aku sudah berjanji kepada ayah jika mulai sekarang semua hadiah yang dia berikan harus aku pakai sendiri. Aku tidak ingin Ayah kecewa.”
Kening Paula mengerut, genggamannya pada tas itu terjatuh. “Winter, aku sahabatmu. Kita selalu terbiasa berbagi, bahkan kau ingin ayahmu menikah dengan ibuku agar kita bersaudara. Kenapa kau bisa bicara setega itu kepadaku?.” Tuntut Paula dengan serius.
Apa yang di katakan Paula mengejutkan jiwa Kimberly.
Rupanya itu yang Paula inginkan dari Winter Benjamin.
Kedudukan Winter dan semua yang Winter miliki di dunia ini.
“Aku sangat menghormati hadiah dari ayahku.” Jawab Winter samar dan berpura-pura takut.
“Tapi sebelumnya kau tidak pernah keberatan jika aku meminjam barang pemberian ayahmu. Bahkan kau selalu mengizinkan aku memakainya terlebih dahulu sebelum kau. Kenapa sekarang kau berbeda?. Apa karena aku miskin dan tidak memiliki ayah?.” Cecar Paula dengan nada suara yang tinggi bersikap bahwa dia yang tersakiti.
“Jangan menanyakan semua alasan di balik apa aku berbuat sesuatu Paula.” Jawab Winter terdengar tajam.
“Apa tas sialan ini lebih berharga dari pertemanan kita?.” Paula berteriak.
Paula mengeluarkan kata-kata andalan terakhirnya. Biasanya, Winter akan menangis dan meminta maaf, lalu memberikan apa yang Paula inginkan karena takut Paula tidak mau berteman lagi dengannya.
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Apakah meminjam tas lebih penting dari pertemanan kita?.” Tanya balik Winter.
“Winter!” Paula kembali berteriak, tangan yang tidak terkendali itu hendak memukul lagi, namun Winter tidak akan membiarkannya terjadi lagi, dengan tangkas dia menangkap pergelangan tangan Paula dan mencengkramnya.
Paula meringis, kemarahannya menciut melihat tatapan tajam Winter yang menakutkan.
“Hati-hati dengan tanganmu Paula. Mulut bisa di bungkam jika banyak bicara, tangan bisa di patahkan atau potong bila bertindak semaunya.”
Wajah Paula memucat mendengar ucapan tajam Winter.
“Aku bertanya karena aku ingin tahu. Kau sudah salah menilaiku” ucap Paula terbata, entah mengapa Paula tiba-tiba menjadi takut dengan Winter, seakan orang yang berada di hadapannya sekarang adalah orang asing, bukan Winter yang selalu bisa Paula perlakukan semaunya.
Cengkraman Winter kian kuat, dia sedikit muak dan tidak sabar untuk berpura-pura lebih lama lagi. Andai saja Neydish tidak memiliki hukum, Winter sudah pasti akan membenturkan kepala Paula ke jendela.
“Jika kau peduli padaku, maka jaga tindakanmu Paula. Kau harus tahu batasanmu, kau punya harga diri kan?. Atau mungkin kau tidak memiliki harga diri makanya bersikap seperti ini.” Ucap Winter penuh tekanan.
Bulu kuduk Paula merinding, melihat tatapan tajam Winter dan ucapannya yang tidak hanya mengertaknya saja, namun juga membungkam rapat bibir Paula dan membuat lidahnya membeku tidak berani berucap.
“Berhenti Nai.” Pinta Winter.
Nai langsung menepikan mobilnya.
Winter melepaskan cengkraman tangannya, “Keluarlah Paula.” Usir Winter dengan nada tenang.
“Tapi Winter.”
“Keluar.”
“Kau salah paham padaku, aku akan menjelaskan apa yang sudah aku katakan.” Paula memelas, namun gadis itu tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan karena Nai keluar dari mobil dan menyeret keluar Paula.
Dengan tenang Winter melihat ke depan, mobil kembali bergerak meninggalkan Paula yang terus berteriak memohon dan menangis untuk tidak di tinggal di tengah jalan.
Jiwa Kimberly memang kuat, namun dia bukanlah sosok yang penyabar. Karena itu dia sedikit meledak dengan mengusir Paula.
To Be Continue..