Jemariku menggengam erat rumput yang tumbuh di atas gundukan kecil yang ada di hadapanku. Pandanganku hanya terpaku pada gerakan tumbuhan kecil sebab ada angin. Saat ini aku tengah berada di pemakaman umum, duduk di depan kuburan darah dagingku sendiri dan tidak jadi ke rumah sakit. Hari mulai gelap. Padahal aku yakin jika saat ini masih pagi. Tatapanku kosong memandang langit yang sudah dipenuhi oleh awan abu-abu. Aku mengelus perut rataku, kemudian kembali menatap kuburan anakku. “Maafin mama,” bisikku pelan. Gemuruh mulai terdengar. Saling bersahutan, seolah-olah di atas sana, Tuhan sedang memainkan bola-bola besi raksasa kemudian menabrakkannya. Kilat mulai terlihat, membentuk akar-akar pohon di hamparan langit luas. Sepertinya kali ini akan turun hujan lebat. Jika dulu aku akan