Episode 14

1057 Words
Yuda sungguh tidak menyangka kalau sahabatnya itu bukan manusia biasa, ia pikir gurunya itu hanya bercanda, tapi ternyata itu kenyataan. Zein menatap bosan sahabatnya tersebut, eskpresi lebay sungguh tak disukainya,”tidak perlu seperti itu, Yuda. Kerajaanku sudah diambil orang, aku belum bisa balas dendam. Tapi suatu hari nanti aku pasti akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.” Tatapan matanya penuh ambisi dan sedikit pun tidak ada keraguan. Mahesa mengangguk mengiyakan ucapan junjungannya tersebut,”Pangeran, aku akan selalu ada di sampingmu, membantumu dan menjadi pendukungmu. Kapanpun pangeran siap untuk menyerang, kerajaan Pemis juga siap untuk ikut berperang.” “Aku juga, kita ini sudah berteman lama. Aku pasti akan membantumu, aku akan mengirim pasukan untukmu.”Yuda penuh semangat bahkan mengambil pedang dan mengeluarkan dari sarungnya. “Aku mau tidur, kalian berdua keluarlah. Mengganggu saja, aku masih harus mengikuti babak kedua penyisihan.” Zein mulai membaringkan tubuhnya dan memunggungi mereka setelah mengusir kedua pria itu. “Baik, pangeran. Saya keluar, saya akan menunggu pangeran di luar.” Mahesa bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan kamar Zein Zulkarnain. Yuda memandang heran kedua pria tersebut, mereka seperti sudah saling memahami, seperti apapun sikap Zein, bupati Pemis itu tidak tersinggung sama sekali. Meski dengan melas, ia terpaksa meninggalkan kamar sahabatnya tersebut. Setelah kedua manusia tersebut keluar dari kamarnya, Zein membalikkan tubuhnya. Ia melepaskan lensa mata berwarna kecoklatannya hingga terlihat warna asli matanya, biru seperti langit. Iris safir tersebut menerawang menatap langi-langit kamarnya, angannya melambung membayangkan keluarganya terbantai oleh kekejaman Ka Lenan, Ku Bangan dan Tong Sampah, tanpa rasa ampun mereka menghabisi seluruh anggota kerajaan Bintang Tenggara. “Ayah, ibu. Zein tidak akan membiarkan mereka semua hidup tenang, darah harus dibalas dengan darah, aku pasti akan membali kembali kerajaan Bintang Tenggara,” gumamnya. ** “Apa? Darimana kau tahu kalau 7 pusaka langit mulai bergejolak?” Merik terkejut dengan pemberitahuan dari penasehat perguruan. “Itu benar, aku juga tidak tahu sama sekali,” timpal Avei. Genzo memejamkan matanya mendengar keributan di ruang rapat tersebut, 10 orang saja sudah seperti pasar apa lagi kalau nanti lebih banyak lagi,”kalian jangan pada ribut. 7 pusaka langit tersebut akan dimiliki oleh 7 kesatria langit, sekarang kita harus mencari ke7 satria tersebut. Masing-masing dari mereka harus mencari 7 pusaka langit, meski begitu, pusaka-pusaka tersebut hanya akan memilih tuannya.” “Genz, kita akan mencari kemana para kesatria tersebut?” tanya Merik. “Tidak perlu repot, setelah pertandingan ini selesai. Zein Zulkarnain salah satu dari kesatria langit akan menemukan mereka dengan sendirinya,” balas Genzo. 10 orang dari masing-masing devisi mulai tingkat 1 hingga 9 saling berpandangan, tatapan mereka menyiratkan kebingungan dengan ucapan pimpinan perguruan tersebut. “Siapa itu, Zein Zulkarnain? Dari namanya terdengar seperti orang yang sangat hebat,” tanya Puspita sari kepala devisi 7. “Satria Dirgantara Mahardika, dia adalah Zein Zulkarnain. Putra mahkota Bintang tenggara, putra dari raja Ilyasa. Sejarah akan terulang kembali, pertempuran besar akan terjadi di kerajaan itu. Zein akan merebut kembali kerajaan miliknya.” Genzo kembali membuka kedua matanya, menatap satu persatu kepala devisi tersebut. “Apakah kamu memiliki pertanyaan, Ram Butan? Kau berasal dari kerajaan Xioxing, aku khawatir kamu akan memiliki kesalah pahaman tentang ini. Aku berharap kamu tidak akan memihak pada kerajaanmu, karena sejarah membuktikan, bahwa kerajaanmulah yang bersalah.” Genzo kembali berbicara setelah memperhatikan ekspresi kepala devisi 3 itu terlihat keruh. “Baik, tapi aku juga tidak bisa membantu kerajaan Bintang tenggara,” jawab Ram Butan. “Tidak apa, Bubu. Kami semua bersedia membantu kerajaan Bintang Tenggara. Kami sangat mengerti kesulitanmu, tapi Bubu. Apakah kamu tidak ingin menghancurkan Ka Lenan? Bukankah kerajaan Xioxing itu adalah miliki raja Ka Tesan? Dan seharusnya, kaulah yang menjadi ratunya?” Avei berkomentar, mantan raja Jin tersebut seperti tidak tertarik meski demikian ia sebenarnya terus menyimak pembicaraan dan menyela kalau memang ada yang menarik. “Kau tahu apa raja Jin?” sewot Rambutan. “Eheheh, kamu ini cantik. Jangan sewot begitu, kalau saja aku seorang manusia, aku pasti akan menikahimu. Tapi Tuhan telah menentukan bahwa manusia dan jin tidak boleh bersama. Sekalipun dulu aku sangat kafir, tapi sejak aku bertaubat dan beriman pada Tuhanku, maka aku sudah bersumpah tidak akan mendurhakaiNya lagi,” balas Avei dengan senyum tipisnya. “Tapi, ngomong-ngomong siapa nama anak kecil waktu itu? Seingatku, dia masih umur dua tahu ketika aku bertemu dengannya, aku hampir saja memakannya. Tapi sinar di dahinya sungguh membuatku silau. Dari sinar tersebut terlihat seorang pria gagah perkasa, memegang sebuah tongkat ujungnya bergambar bunga wijaya kusuma dan tongkatnya itu bergambar seekor naga. Jubahnya berwarna kuning keemasan, mahkotanya besar dan tatapan matanya meneduhkan. Dia bernama Arsy Ratu sejagad, siapa nama anak itu?” lanjutnya. “Kau tidak perlu berpikir tentang itu, Avei. Kalau nanti aku memberikan jawaban, kau pasti akan bertanya, kenapa seorang pria menggunakan gelar ratu? Bukan raja?” jawab Merik. “Hehe, baiklah. Rik, bagaimana kalau kapan-kapan aku akan mengajakmu ke alam jin?” tawar Avei. “Ogah, aku tidak mau bertemu dengan mahluk mengerikan,” tolak Merik merinding membayangkan sosok kuntil anak. “Sudah, kalian berdua nanti saja membahas soal alam jin. Sekarang fokus pada 7 kesatria langit saja.” Genzo kembali bersuara, kedua manusia itu selalu saja ribut masalah tidak penting. “Genz, apakah para kesatria itu semua dari bangsa manusia?” pertanyaan bodoh dilotarkan oleh Puspita, matanya melirik Avei. Mantan raja Jin tersebut terlihat tersenyum penuh harap. “Tidak, satria langit itu dari manusia. Yang dipimpin adalah manusia, bukan Jin. Jadi tidak bisa kalau kesatria langit adalah bangsa Jin,” jawab Genzo membuat Avei menghela napas sedih. “Tidak apa, kalau memang itu perdamaian dunia. Maka aku dan seluruh bangsaku bersedia membantu, kami tidak akan mengharap imbalan apapun, imbalan kami hanya dari Tuhan Yang Maha pengasih.” Avei bangkit dari tempat duduknya dan mengepalkan tangannya ke atas. “Tidak perlu semacam itu, tenang aja. Terlalu bersemangat juga tidak terlalu baik,” sahut Merik sambil menarik tangan mantan raja Jin tersebut. Avei terseyum canggung, memang benar manusia itu tidak boleh menyekutukan Tuhan seluruh alam dengan Jin, tapi apa yang mereka lakukan bukanlah bersekutu. Sekalipun Avei adalan mantan raja Jin, tapi dia tetap menyembah Tuhan seluruh alam setelah bertaubat dan besedia membantu dengan suka rela. “Jadi, bagaimana rencana kita selanjutnya?” tanyanya. “Aku akan membagi kalian untuk menjalankan tugas, aku harap masing-masing dari kalian mampu menjaga tugas itu dengan baik dan bertanggung jawab tugas tersebut.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD