Pesawat Druk air yang berpenumpang 140 orang, termasuk aku dan Aldi mendarat dengan mulus di Bandara Paro, Bhutan. Aldi masih tertidur di sampingku. Saat transit di Swannabhumi Bangkok, perut Aldi tiba-tiba mules. Mungkin Aldi tidak tahan dengan makanan Thailand yang pedas yang kami santap untuk makan siang . Sudah bolak-balik Aldi ke kamar kecil. Obat sakit perut sudah Aldi telan ketika pesawat akan take off, tampaknya dia sudah mendingan. Sepanjang perjalanan dari Bangkok menuju Paro. Aldi tertidur pulas di kursi first class di sampingku.
“ Di, Aldi.. Bangun.. Kita sudah sampai” Kata ku sambil berdiri lalu mengambil bagasi di atas tempat duduk kami. Aldi masih agak sempoyongan, tapi dia langsung berdiri dan membantuku mengangkat barang-barang kami. Satu buah tas Longcham milikku dan satu buah koper kecil Rimowa miliknya. Aku melenggang turun hanya menenteng tas Hermes Birkin ku dan membiarkan Aldi yang mengangkat tas cabin untuk ku. Memang itu tugas seorang suami kan? Yang harus mengangkat barang-barang istrinya.
Aku mengeluarkan paspor dari tas tanganku. Bersiap-siap untuk ngantri di imigrasi. Banyak turis yang berdatangan ke Bhutan bulan Juni ini, karena selain bertepatan dengan libur sekolah juga ada perayaan hari besar keagamaan di Bhutan yaitu perayaan hari Parinibbana ( Hari Wafat) Sang Buddha.
Aku melihat turis-turis yang rapi berbaris untuk di cap paspornya . Kebanyakan mereka dari India, China dan Thailand. Mungkin orang Indonesia yang memegang paspor hijau seperti kami,hanya Aku dan Aldi.
Bhutan memang bukan tujuan wisata yang popular di Indonesia, tidak seperti Korea dan Jepang atau Eropah. Selain karena belum ada hubungan resmi bilateral antara Indonesia dan Bhutan, juga proses yang agak rumit untuk mengajukan visa turis di Bhutan dan harganya juga lumayan mahal. Bagi turis-turis yang ingin berwisata ke Bhutan, Pemerintah Bhutan sudah menetapkan harga yang fixed untuk setiap turis yang akan berwisata sebesar US$ 200 dollar per hari per orang Dan dibayarkan saat kita akan mengurus visa.
Aldi yang menganjurkan agar kami merubah suasana anniversary honeymoon dan memilih Bhutan untuk tujuannya tahun ini.
“ Sayang, bosan kan kalau setiap ulang tahun perkawinan kita pergi ke negara-negara yang sudah sangat maju seperti Paris, Amerika,Italia atau London. Tahun ini aku ingin mengajakmu ke Surga yan ada di dunia. Pernah dengar nggak sebutan The Last Shangri-la untuk negara Bhutan? Di sana kita bisa menikmati keindahan alam yang tiada duanya dan suasana penuh kebahagiaan. Nuansa keagamaan Buddhis yang kental dan kehidupan penduduknya yang penuh harmoni” Kata Aldi waktu mencoba membujukku.
Aku sih sebenarnya lebih memilih ke negara yang sudah maju agar bisa melihat design kain-kain yang lagi ngetrend juga sekalian memuaskan hasrat belanjaku. Kalau di Jakarta, aku jarang bisa shopping,Waktuku habis di pabrik, Sabtu dan Minggu sibuk rapat dan entertain client-client kami dari luar negri, tapi karena Aldi yang terus menerus membujukku, akhirnya aku luluh juga. Sekali-kali mengikuti keinginan suami , baik juga untuk hubungan kami. Sudah tujuh tahun , Aldi yang mengikuti keinginanku terus. Jadi di tahun kedelapan ini biarlah aku yang mengikuti keinginan Aldi, toh biar sekalian aku ingin berdoa di Kuil Taktsang, kuil yang sangat terkenal di Bhutan , yang di dalamnya terdapat relic sang Buddha. Aku ingin berdoa dengan khusuk di sana agar kami segera bisa di karunia seorang bayi munggil untuk mewarisi kekayaan ku nanti.
Lima orang lagi di depanku, baru tiba giliranku bisa mencap pasporku dan keluar dari bandara ini untuk menikmati alam yang sangat indah di luar sana. Aku membalikkan kepala dan melihat Aldi berdiri lemas di belakangku. Aldi tampaknya masih belum fit banget. Aku maju selangkah lagi. Sekarang tinggal empat orang di depanku. Tiba-tiba punggungku di tepuk oleh Aldi
“ Sayang, aku mules lagi nih. Kamu jaga dulu kopernya ya, aku lari ke toilet” Katanya sambil meletakkan koper Rimowanya dan tas Longcham di depan kakiku. Aku sedikit kesal, tapi aku bisa apa ? Masak melarangnya ke WC? Aldi tidak biasanya meninggalkan aku sendirian dengan barang-barang bawaan ini. Pasti ini karena sakit perutnya sudah tak tertahankan. Aku melihat Aldi berlari menuju toilet yang letaknya lumayan jauh dari tempat kami mengantri ini. Biarlah kalau Aldi lama di toilet, aku akan keluar dulu lalu menunggu Aldi di first class lounge sekalian mengambil koper besar kami. Di pesawat tadi sudah diumumkan, kalau koper-koper kami, bisa di ambil di first class lounge setelah kami mencap paspor di counter imigrasi. Itulah untungnya naik pesawat first class, tidak usah repot antri di conveyer baggage . Koper tinggal di ambil di lounge plus dapat duduk menunggu di sofa empuk ditambah di kasih minuman untuk melepas haus setelah berjam-jam duduk di pesawat penumpang.
Dua orang lagi giliranku. Aldi masih belum kelihatan. Aku berdiri mengantri sambil melihat orang-orang di sekelilingku. Perempuan di di depanku sepertinya berasal dari China, saya sempat membaca nama negara di paspor merahnya tadi. Sekarang tinggal satu orang lagi, lalu tibalah giliranku di hadapan petugasnya. Aku berdiri di batas garis kuning di depan counter imigrasinya. Sekarang aku bisa melihat petugas imigrasi yang akan bertugas untuk mencap pasporku . Petugas imigrasinya adalah seorang laki-laki berbadan atletis, berkumis tipis dan nampak tegas. Aldi masih belum terlihat.
Sekarang tibalah giliranku, aku maju berdiri di depan counternya dengan tenang. Menyerahkan pasporku kepadanya dan memberinya senyumku sekilas. Petugasnya tampak cuek, membolak-balik pasporku dan memperhatikan lembaran visaku.
“ Where are you come from Miss?” Tanyanya dari balik kaca.
“ Indonesia” Jawabku singkat.
“ Is this your first travelling?” Tanya nya lagi.
“ No.. That is my new passport. I already travel to many countries” jawabku, dan berpikir aduh kok aku kelupaan bawa paspor lamaku ya. Pasporku yang ini memang baru diperpanjang jadi masih benar-benar baru dan tidak ada cap imigrasi dari negara-negara lain. Hanya ada lembaran visa Bhutan ini saja karena baru di urus Aldi untuk keperluan perjalanan kami. Petugasnya masih membolak balik pasporku. Aku memandangnya mulai kesal. Ada apa sih, lama banget? Aku ini mau jalan-jalan ke negaramu, bukan mau ngapa- ngapain dan berbuat kriminal . Kok bolak-balikin pasporku melulu? Kok lama banget proses nya ? Apakah mesti diselipin uang di paspor dulu baru dia mau cap pasporku? Ternyata korupsi juga ada ya, di negara ini?. Aku lalu melihat petugas itu memencet bel di bawah mejanya. Bunyi sirene terdengan keras. Aku mulai gelisah dan binggung. Ada apa ini? Tiba-tiba dari pintu di dekat diplomatic exit muncul tiga orang petugas berseragam lengkap yang berjalan menuju ke arahku.
Aku mulai panik dan hatiku berdebar keras. Dua orang menghampiriku, menggiring tanganku setengah memaksa dan membawaku ke kantor mereka .
“ What happened? ” Jeritku
“ You cannot take me like this, What’s wrong with me? I come to your country for holiday. I come with my husband. He is in that toilet” Jeritku histeris sambil menunjuk toilet tempat Aldi tadi pergi dan mencoba memberontak, tapi tidak berhasil. Tenagaku kalah kuat dibandingkan mereka. Kedua petugas itu diam seribu bahasa, mereka tetap menyeretku ke kantor. Seorang petugas lagi mengangkat koper dan tasku. Aku dibawa masuk ke ruangan sempit yang terasa dingin.
Ada meja persegi dan empat buah kursi di sekelilingnya. Ini seperti ruangan interogasi di film-film yang sering aku tonton. Aku disuruh duduk oleh petugas tersebut .Karena sudah capek meronta-ronta, aku menurut untuk duduk. Pasti ada yang salah. Mengapa mereka menangkapku seperti menangkap penjahat? Ke mana Aldi? Apakah dia sudah keluar dari toilet? Apakah ada yang memberitahunya kalau aku ada di ruangan ini? Ketiga petugas itu keluar dari ruangan meninggalkan aku sendiri. Aku mengeluarkan handphone ku . Aku akan mencoba untuk menghubungi Aldi. OH!!! Tidak!!! Handphone ku tidak ada signal. Aku mencoba mencari jaringan WIFI. Tidak ada juga. Negara apa ini? Kenapa tidak ada jaringan wifi di bandara. Sial!! Aku menggumpat dalam hati.
Lalu terdengar suara gagang pintu di putar dan terbukalah pintu di belakangku. Aku membalikkan kepalaku, berharap itu Aldi yang datang menyelamatkanku. Tapi ternyata Bukan. Bukan Aldi yang datang, melainkan seorang lelaki bertubuh tinggi atletis, berkulit putih dengan rahang berbentuk keras sempurna dan sangat tampan. Langkahnya yang tegap membawa tubuh atletisnya ke arah kursi di depanku, lalu dia menarik kursi dan duduk di depanku. Di belakangnya seorang petugas berseragam lengkap dan memegang pistol laras panjang mengikutinya. Laki-laki itu tampak sedikit terkejut melihatku duduk di depannya. Dengan sorot mata nya yang dingin dia berpaling dan berbicara pada petugas yang mengikutinya tadi. Mereka berbicara dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Lalu dia kembali menatapku , tetap dengan sorot mata dinginnya, memandangku dari atas ke bawah. Aku sedikit gemetar melihat tatapan matanya yang dingin dengan sorot mata yang tegas. Lalu laki-laki bermata es ini berkata dengan bahasa inggris yang sangat lancar. Matanya tetap menatapku dengan angkuh.
“ Ibu, kami mendapat laporan dari pihak imigrasi bandara bahwa Ibu membawa barang-barang yang dilarang di bawa masuk ke negara kami”.
Tanpa izinku dia langsung membuka koper Aldi Dan aku terbelak kaget. Koper Aldi berisi berkotak-kotak rokok merek Indonesia. Apa yang Aldi lakukan? Aldi tahu dengan pasti kalau rokok dilarang di bawa masuk ke negara ini. Mengapa kopernya bisa berisi berkotak-kotak rokok, padahal Aldi sendiri tidak merokok? Ada apa ini? Apa Aldi mau memberikan kepada temannya? Pikirku tanpa prasangka.
“ Itu tas suami saya? “ Kataku
“ Kami tidak melihat suami anda? Di mana dia?”
“ Tadi saat antri menuju imigrasi untuk mencap paspor, suami saya sakit perut, lalu dia pergi ke toilet di ujung ruangan imigrasi” Jawabku.
“ Laporan dari imigrasi kami menyebutkan bahwa anda berpergian seorang diri dan ingin mencoba berbisnis rokok di negara kami. Anda ini business woman kan?”
“ Saya memang business woman, tapi bukan rokok. Saya bisnis garment. OK.. Kalau rokok memang dilarang , semua rokoknya boleh kamu sita” Kataku dengan suara tegas
“ Ibu, masalah rokok adalah masalah pertama yang ibu hadapi, tapi taukah ibu, bahwa kesalahan Ibu yang paling berat adalah masuk ke negara kami dengan Visa palsu” Katanya dengan suara yang seakan mau menelanku.
“ Whatttttttttt!!????? “ Jeritku menggelegar . Aku benar-berar terkejut. Mataku mulai berkunang-kunang. Mengapa visa ku bisa palsu ? Aldi yang telah menggurusnya di kedutaan Bhutan yang ada di Thailand. Aldi berangkat ke Thailand dua bulan yang lalu untuk mengurusnya sendiri. Kata Aldi, urus sendiri lebih cepat dan aman dibandingkan urus via travel agent, dan juga dia sekalian akan menghadiri pameran mesin tekstil di Bangkok.
“ Anda pasti salah” Kataku keras kepala.
“Kami tidak mungkin salah, sudah kami verifikasi dan ternyata visa anda palsu! Apa sebenarnya tujuan anda ke Bhutan?”
“ Saya dan suami saya mau merayakan anniversary perkawainan kami yang ke delapan jadi kami merayakan dengan wisata ke sini sekalian saya mau berdoa di Kuil. Saya benar datang bersama suami saya. Kalau anda tidak percaya, coba cari suami saya. Umumkan anda mencari seorang bernama Aldi Tanudjaya dari Indonesia. Tadi suami saya ada di kamar mandi. Dia sakit perut” Kataku mulai histeris dan menatap matanya dengan sorot kemarahan. Laki-laki itu tidak bergeming melihatku, dia tetap dengan sorot matanya yang dingin dan sekarang ditambah sorot mata nya berapi penuh kemarahan. Tidak ada setitik belas kasihanpun tampak di matanya.
“ Katakan dengan jujur, atau anda akan kami masukkan ke penjara” Katanya tetap dengan nada datar dan dingin.
“ Sudah aku bilang yang sejujur-jujurnya. Mengapa Anda tetap tidak percaya?” Balasku dengan nada ketus
“ Baiklah, saya akan menyuruh anak buah saya untuk mencari suami anda. Kalau suami anda tidak ada, itu tandanya anda telah berbohong. Dan kami sudah mempunyai bukti-bukti kuat untuk memasukan anda ke penjara atas dua kesalahan yang anda lakukan. Masuk ke negara ini dengan visa palsu dan membawa barang yang dilarang oleh negara kami” Katanya seraya mengangkat telepon di samping meja.
Dia mulai berbicara dengan bahasa Bhutan yang tidak aku mengerti, sedikit mirip dengan bahasa India atau bahasa Thailand. “ Siapa nama suamimu?
“ Aldi Tanudjaja” Jawabku singkat
Dia mengulang perkataanku dengan irama yang lucu kedengarannya . Aku yakin , sebentar lagi Aldi akan datang menjemputku. Laki-laki bermata dingin itu lalu duduk diam di depanku. Dia membolak-balik pasporku. Lalu dia melihat ke arahku. Begitu berulang-ulang. Aku balas menatapnya dengan tatapan angkuhku. Tatapan yang kata Papaku bisa menakuti beribu laki-laki. Tapi petugas di depanku ini tampak tidak terpengaruh. Tatapannya lebih galak dari tatapanku. Kami beradu pandang, saling menatap dengan mata penuh amarah. Biasanya aku yang menang, kalau beradu tatap dengan siapapun di Indonesia. Tapi kali ini, aku menyerah kalah. Aku memalingkan wajahku dari tatapan matanya yang keras dan dingin. Lima menit berlalu, kami masih diam seribu bahasa. Kenapa Aldi lama sekali, apakah dia masih di WC sehingga tidak mendengar panggilan namanya?
“ Kringgg……….. Kringgg………….” Bunyi telepon nyaring berbunyi mengejutkanku. Laki-laki bermata es itu mengangkat teleponnya lalu diam mendengarkan lawan bicaranya . Aku mulai berdoa dalam hati, semoga Tuhan mendengar doaku. Tapi apakah Tuhan bersedia mendengarnya? Selama ini aku jarang berdoa. Tapi bagaimanapun aku harus mencoba, karena hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang.
“ Ya… Tuhanku.. Tolong supaya Aldi segera datang menyelamatkanku, tolong supaya dia mendengar panggilan namanya dan bisa datang ke sini untuk menjelaskan semua kesalahpahaman ini”
“ Tidak ada orang yang bernama Aldi Tanudjaya. Tidak ada pemegang paspor Indonesia selain anda pada penerbangan Druk Air dari Bangkok menuju Bhutan tadi. Kami sudah mencek semua nama di manifest penumpang dari Thailand. Anda benar-benar penipu dan kriminal. Anda pantas dimasukkan dalam penjara atas kesalahan yang anda lakukan” Katanya bertambah dingin dan sinis. Lalu matanya memandang keluar, dan dia bangkit berdiri lalu tergesa-gesa keluar ruangan interogasi ini, diikuti petugas yang tampak seperti pengawalnya. Petugas itu membanting pintu meninggalkan aku sendirian yang diam terpaku membisu.
Badanku menjadi lemas, dadaku berdebar panas. Otakku mulai berputar dan berpikir keras. Ini pasti ada hubungannya dengan Aldi. Mengapa visa ku bisa palsu? Mengapa ada berkotak-kotak rokok di koper Aldi , yang jelas-jelas Aldi tahu kalau rokok adalah barang terlarang di negara ini. Aldi pasti sudah lama merencanakannya. Aldi benar-benar pintar . Dia memanfaatkan kepercayaanku padanya dan menjebakku di sini agar aku tidak bisa kembali ke Indonesia . Aldi ingin aku masuk penjara menjadi tahanan di negara ini. Aldi pasti menjebakku agar aku tidak ada di Indonesia untuk waktu tertentu supaya dia bisa menguasai hartaku.
Aku teringat surat wasiat yang aku tulis dua tahun yang lalu setelah kematian papa.Salah satu pasalnya adalah, apabila aku tidak berada di Indonesia untuk jangka waktu satu tahun, maka seluruh asset di perusahaanku akan di kelola sepenuhnya oleh Aldi, sampai aku bisa kembali . Aldi mempunyai hak penuh untuk menjalankan perusahaan termasuk mengeluarkan uang tanpa batas, menjual atau membeli asset . Alasan aku membuat point ini , karena aku berencana, kalau aku sekiranya hamil , aku ingin menjalani kehamilanku dengan tenang di rumah kami di Singapura dengan perawatan dan dokter terbaik yang ada. Aku tahu resiko kehamilan yang dihadapi oleh wanita yang seumuran aku. Itulah alasanku membuat isi surat wasiat seperti itu , untuk jaga-jaga sehingga Aldi bisa terus menjalankan perusahaan baik untuk produksi atau investasi sehingga pabrik tetap akan berkembang meskipun tanpa kehadiranku. Dan ternyata, Aldi memanfaatkan pasal tersebut untuk menjebakku. Hatiku sakit sekali. Ternyata kebaikan Aldi selama ini adalah sandiwara.Apakah dia pernah mencintai aku? Semua tingkah laku Aldi yang sangat baik dan perhatian padaku selama 8 tahun perkawinan ini, apakah hanya akting belaka? Apakah malam-malam penuh gairah kami juga adalah aktingnya? Dan kata-kata manis Aldi selama ini apakah hanya kamuflase saja? Kalau Aldi benar pernah mencintai aku, pasti dia tidak akan sanggup melakukan hal kejam ini. Menjebakku di Bhutan, di negara yang sama sekali asing bagiku. Apa tindakanku? Apa yang harus aku lakukan untuk mengurai masalah ini? Bagaimana aku harus bertahan untuk menyelamatkan diriku? Apakah aku diberi kesempatan untuk menelepon Om Anwar pengacara pribadiku? Atau aku langsung akan di masukkan penjara tanpa ada proses hukum? Bagaimana bisa aku hidup di penjara di Bhutan? Kepada siapa aku harus minta tolong? Pikiranku kalut . Perasaanku campur aduk antara sedih dan marah. Tuhan benar-benar tidak mendengarkan doa dari orang-orang seperti aku, yang berdoa kalau hanya lagi kesusahan dan perlu bantuan. Kalau lagi senang tidak sekalipun ingat berdoa atau bahkan bersyukur. Tuhan pasti sedang menertawakanku sekarang. Atau Tuhan sedang memberi aku pelajaran agar ke depannya bisa ingat berdoa meskipun tidak lagi kesusahan.
Ke mana petugasnya ? Mengapa mereka tidak melanjutkan interogasinya? Harus sampai kapan aku ditinggal sendiri di sini? Ruangannya terasa makin dingin dan mencekam. Tubuhku gemetar. Mataku berkunang-kunang, kepalaku berdenyut keras dan tiba-tiba perutku terasa sakit sekali, melilit kencang, isi perutku bagai lahar api yang harus segera dimuntahkan.. Pandanganku semakin kabur, badanku lemas dan tiba-tiba semuanya berubah jadi gelap….
Cinta itu indah
Ketika orang yang mencintaimu memanjakan dirimu
Tapi cinta yang begitu indah bisa membuat mata hatimu buta
Sehingga engkau terlena dan tidak sadar
Kalau dia yang mencintaimu ternyata adalah musuh yang menjerumuskanmu