Part 4

1119 Words
Alvian menatap satu persatu tamu undangan yang hadir di pesta perayaan ulang tahun presdir Kim yang ke dua puluh sembilan tahun. Tamu undangan yang hadir bukanlah tamu sembarangan, mereka adalah para petinggi perusahaan dan pejabat negara. “Sekretaris Al, apakah Anda sudah mulai merasa bosan?” Suara seseorang menginterupsi Alvian yang tengah menatap bosan keadaan sekitar. Alvian pun menoleh. Ia mendapati sekretaris Min yang tengah tersenyum sembari menggenggam sebuah gelas yang Alvian yakini berisi wine atau semacamnya. Alvian tersenyum, lantas menggelengkan kepalanya—membalas pertanyaan sekretaris Min. Sekretaris Min terkekeh geli melihat respons Alvian yang menurutnya menggemaskan, seperti anak remaja perempuan. “Padahal sudah satu bulan, tapi kenapa kau masih merasa canggung?” Ya, sudah satu bulan Alvian bekerja di Net-Lix Group cabang pusat, dan berarti sudah satu bulan juga Alvian berada di Seoul, Korea Selatan. “Mungkin saya belum terbiasa dengan lingkungan Seoul,” jawab Alvian. Perkataan Alvian tidak sepenuhnya bohong, Alvian memang belum terbiasa hidup di lingkungan elite seperti presdir Kim. Sekretaris Min tertawa kecil mendengar jawaban Alvian yang menurutnya sedikit masuk akal. “Ternyata Seoul kurang cocok denganmu, kau lebih cocok dengan America,” sindirnya. Alvian tertawa canggung mendengar sindiran halus dari sekretaris Min. “Aku mau bertemu dengan teman lamaku dulu. Bersenang-senanglah dengan pestanya,” pamit sekretaris Min yang mulai beranjak dari kursinya. Alvian menghembuskan napasnya lega setelah sekretaris Min hengkang dari mejanya. Jujur saja, Alvian merasa kurang nyaman berada di dekat sekretaris Min, Alvian merasa sekretaris Min menyembunyikan sesuatu darinya. Alvian beranjak dari kursinya. Sepertinya ia akan berjalan-jalan sebentar untuk mengusir rasa bosannya. Sebenarnya sejak tadi ada beberapa orang yang mendekatinya—mengajaknya mengobrol, tapi menurut Alvian obrolan mereka tidak cocok dengannya, apalagi sebagian di antaranya mempunyai maksud lain mendekatinya. Alvian melangkahkan kakinya menuju taman sebelah timur yang mana taman itu tidak dijadikan bagian dari pesta. Alvian tersenyum sembari menghirup dalam wangi bunga lavender yang sengaja di tanam di taman itu. “Andaikan aku memiliki mansion sendiri, pasti sebagian taman yang ada di mansionku akan aku tanami bunga lavender,” batin Alvian yang memang sangat menyukai bunga lavender. Deg Alvian menoleh ke mansion bagian timur, ia merasakan ada seseorang yang mengintainya dari jendela atas mansion itu. “Maaf Tuan.” Alvian mengalihkan atensinya dari mansion bagian timur itu, menuju seorang kepala maid yang barusan menginterupsinya. “Ya?” Kepala maid itu tersenyum manis, namun Alvian tahu kepala maid itu seperti tengah menyembunyikan sesuatu, itu terlihat sangat jelas saat kepala maid itu mencuri-curi pandang ke arah mansion bagian timur itu, tepatnya ke arah atas. “Presdir Kim sangat melarang keras orang-orang yang berada di luar mansion ini mengunjungi atau mendatangi area mansion sebelah timur,” ucap kepala maid itu. Alvian terdiam mendengar perkataan maid itu. “Apakah ini area terlarang?” tanya Alvian hati-hati. Kepala maid itu tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. Ah, sekarang Alvian paham, pasti ada sesuatu yang berharga yang disimpan di mansion bagian timur hingga orang-orang asing tidak diizinkan menginjakkan kakinya di sana. Walaupun penasaran apa yang menyebabkan orang-orang tidak boleh menginjakkan kakinya di sana, tetapi Alvian memilih melangkahkan kakinya menjauhi taman bagian timur mansion itu. Alvian merasa dirinya tidak mempunyai hak untuk bertanya lebih, apa alasan orang-orang tidak boleh menginjakkan kakinya di sana? Setelah Alvian melangkahkan kakinya menjauhi taman sebelah timur mansion itu, barulah kepala maid bernapas lega. Hampir saja ia kecolongan. Kalau sampai majikannya tahu, tamat sudah riwayatnya. Pasti ia akan mendapat hukuman berat dari majikannya karena telah lalai menjalani tugasnya. “Hampir saja,” gumam kepala maid itu. Lalu mulai meninggalkan area taman bagian timur. ***** Alvian merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Ia baru saja tiba di apartemennya setelah hampir empat jam berada di pesta ulang tahun atasannya. Jika bukan karena menghormati atasannya, Alvian tidak akan menghadiri pesta itu yang menurutnya sangat membosankan. “Padahal aku tidak melakukan apa pun, tapi kenapa tubuhku terasa lelah sekali,” gumam Alvian yang kini menyandarkan tubuhnya di sofa sembari memijat keningnya yang berdenyut nyeri. Alvian meraih ponselnya, ia lupa hari ini belum memberi kabar pada keluarganya yang tinggal di Indonesia. Me : Dek, uang dari Kakak udah sampai belum ke rekening kamu? Tadi Alvian mentransfer sebagian gajinya ke rekening adiknya untuk memenuhi biaya sehari-hari keluarganya di Indonesia. Alvian kembali meletakkan ponselnya di meja, lalu ia mulai beranjak ke dapur—membuat segelas teh hangat untuknya. “Presdir Kim sangat melarang keras orang-orang yang berada di luar mansion ini mengunjungi atau mendatangi area mansion sebelah timur,” ucap kepala maid itu. Entah kenapa ucapan kepala maid di mansion atasannya itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Alvian betul-betul penasaran apa alasan atasannya itu tidak mengizinkan orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan orang dalam mansion keluarga Kim menginjakkan kakinya di area mansion bagian timur? Apalagi saat Alvian tidak sengaja menangkap siluet seorang gadis di balik jendela ruangan atas mansion itu. Alvian yakin itu orang, bukan hantu. Apakah gadis itu adalah selingkuhan atasannya yang sengaja dikurung di sana? Namun sedetik kemudian Alvian langsung menepis dugaan-dugaan mengenai rahasia di mansion bagian timur atasannya itu. Menurutnya itu bukan urusan Alvian. Alvian tidak perlu mengurusi urusan pribadi atasannya itu. Lebih baik Alvian istirahat saja setelah meminum teh hangat buatannya itu. Alvian harus mengistirahatkan tubuhnya agar esok ia bisa fit kembali dan dapat menjalani rutinitasnya sebagai sekretaris kedua presdir Kim. ***** Seperti biasanya, di hari Senin Alvian sudah disibukkan dengan berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya. Rutinitas itu sudah biasa Alvian jalani setelah menjabat sebagai sekretaris kedua Presdir Kim sejak satu bulan yang lalu. “Ya ampun, semakin hari semakin banyak orang-orang ingin bekerja sama dengan Net-Lix Group. Jika seperti ini Presdir Kim akan semakin kaya saja,” gumam Alvian. Dalam hati, Alvian berharap ia juga memiliki perusahaan seperti Net-Lix Group. Dering telepon memecahkan konsentrasi Alvian dari pekerjaannya. Alvian pun segera mengangkat telepon kantornya. “Ada yang bisa saya bantu?” “Al, ini saya. Cepat pergi ke ruangan saya.” Tanpa bertanya pun Alvian sangat hafal siapa pemilik suara itu. Itu adalah atasannya—Presdir Kim. Pip Alvian menghela napasnya. Lalu beranjak dari kursi kerjanya menuju ruangan atasannya yang hanya berjarak beberapa langkah. Tok tok tok “Masuk!” Alvian pun masuk ke dalam ruangan itu. “Duduklah, ada yang ingin saya sampaikan kepada kamu.” Alvian mengangguk, lalu duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan atasannya. “Nanti malam saya akan pergi ke LA selama satu minggu bersama sekretaris Min. Saya ada tugas buat kamu selama saya ada di LA. Tugasnya gampang, selama saya pergi kau harus pantau kondisi adik saya yang tinggal di mansion bagian timur,” titah Sean. Deg “Adik,” gumam Alvian. Jadi gadis yang dilihat olehnya tadi malam adalah adik Presdir Kim? Alvian jelas terkejut, karena ia baru tahu Sean Anatama Kim memiliki seorang adik. Ia kira Presdir Kim adalah anak tunggal Tuan Kim.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD