Part 11

1089 Words
Wajah Stefannie tampak cerah sekali setelah mendengar cerita Alvian mengenai pamannya. Ternyata selama ini Stefannie sudah salah paham dengan paman Jungwoon, ia kira pamannya itu telah berpihak kepada kakaknya, tapi ternyata dia melakukan itu untuk melindunginya. “Tapi kau yakin pamanku berpihak kepadaku?” Alvian menganggukkan kepalanya. “Iya Nona, paman Anda berpihak kepada Anda selama ini. Namun karena ancaman Presdir Kim, paman Anda urung menentang Presdir Kim." Lagi-lagi Stefannie tersenyum, kali ini lebih lebar lagi. Bahkan Alvian baru melihat Stefannie tersenyum sangat lebar seperti ini. Melihat Stefannie tersenyum seperti itu, membuat Alvian juga ikut mengembangkan senyumannya. Entah kenapa rasanya bahagia sekali melihat Stefannie tersenyum seperti itu. “Emm, Nona.” “Iya, sekretaris Al?” Alvian sudah membuka mulutnya, namun ia urung mengatakannya karena takut mempengaruhi mood Stefannie yang dalam keadaan baik. Stefannie menaikkan alis sebelah kanannya. “Ada apa Sekretaris Al? Apa ada yang ingin kau tanyakan?” Alvian menggigit bibir bawahnya, ia bingung apa harus mengatakannya atau tidak. “Tidak apa-apa Sekretaris Al, katakan saja, siapa tahu itu penting untuk menyusun rencana kita,” ucap Stefannie. Alvian menghela napasnya. “Maaf sebelumnya Nona, saya harus bertanya seperti ini. Apakah hubungan Nona dengan Nyonya Kim berjalan dengan baik?” Alvian sengaja bertanya demikian karena ia tidak ingin salah mengambil tindakan—mengizinkan Ilena bertemu dengan Stefannie. Stefannie mengerutkan keningnya. “Nyonya Kim?” “Istri Presdir Kim, Nona.” “Oh, memangnya kenapa dengan Ilena?” tanya Stefannie penasaran. “Sejak kemarin nyonya Kim memaksa saya untuk mengizinkannya bertemu dengan Anda Nona,” jawab Alvian. Stefannie sempat terdiam beberapa saat. Alvian tidak bisa memprediksi raut wajah Stefannie—majikannya yang sekarang, karena raut wajah Stefannie tidak terbaca sama sekali. “Lalu, apakah kau mengizinkannya?” “Tidak Nona, saya tidak mengizinkannya karena selain belum mendapat izin dari Nona, Presdir Kim juga tidak mengizinkannya.” Stefannie tersenyum. “Bagus, dan jangan izinkan dia bertemu denganku. Dia dan suaminya sama-sama licik.” Alvian melihat raut wajah Stefannie memerah—urat-uratnya menonjol, menandakan jika ia tengah menahan emosinya. Stefannie menoleh ke arah Alvian, ia menatapnya dengan tatapan serius. “Aku akan memberi tahu kepadamu nama-nama orang yang harus kau hindari.” **** Ilena menggigit kuku-kuku jarinya. Waktu terus berjalan sangat cepat, tiga hari lagi Sean akan pulang ke Seoul, tetapi ia belum juga bertemu dengan Stefannie. “Astaga, harus pakai cara apalagi agar aku bisa bertemu dengan Stefannie,” gumam Ilena—bola matanya bergerak gelisah. Drt drt drt Ilena segera meraih ponselnya saat mendengar suara pesan masuk ke ponselnya. Appa : Sayang, apakah kau sudah bertemu dengan Stefannie? Jari-jari lentik Ilena bergerak lincah di atas layar ponsel miliknya. Me : Belum, Appa. Sekretaris Al dan Bibi Choi sangat sulit sekali dibujuk, padahal mereka tahu Stefannie tidak gila. Appa : Kalau begitu pakai cara lain saja, Appa memiliki rencana untuk membebaskan Stefannie dari mansion itu. Kening Ilena berkerut. Me : Apa rencananya, Appa? Appa : Besok kita bertemu di Orange Cafe, Appa akan jelaskan rencana Appa kepadamu. Bibir Ilena berkedut membentuk sebuah senyuman. Lalu dengan semangat 45, Ilena membalas pesan ayahnya. Me : Oke, Appa. Ilena meletakkan kembali ponselnya di atas nakas. Ada secercah harapan untuk bisa melepaskan Stefannie dari jeratan suaminya. “Fannie-ah, sebentar lagi kau akan bebas dari Oppamu yang bíadab itu,” gumam Ilena. Seringaian terlihat dari bibir mungilnya. **** Di sisi lain, Stefannie menjelaskan kepada Alvian nama-nama orang yang harus dihindari oleh Alvian. Stefannie juga menjelaskan masing-masing niat buruk mereka. “Ini.” Stefannie memperlihatkan sebuah potret seorang laki-laki paruh baya melalui ponsel milik Alvian, karena ponsel miliknya disita oleh Sean. “Namanya Jung Ilwoo, dia adalah direktur Bio-lix, perusahaan farmasi cabang Net-Lix Group. Dia orangnya licik dan tamak.” Alvian menganggukkan kepalanya, lalu mengingat-ingat dalam kepalanya wajah Jung Ilwoo. Siapa tahu nanti mereka bertemu, dan Alvian akan waspada. Stefannie mengganti potret Jung Ilwoo dengan potret seorang laki-laki paru baya lainnya. “Ini adalah Han Soo Man. Dia adalah direktur Solera Food, perusahan makanan cabang Net-Lix Group. Dia mirip sekali dengan Jung Ilwoo.” Stefannie menggulirkan layarnya hingga berganti menjadi potret seorang laki-laki paru baya yang sangat dikenali oleh Alvian. Wajahnya beberapa kali muncul di televisi. “Kau pasti tahu 'kan siapa dia,” ucap Stefannie yang meyakini Alvian tahu foto siapa yang barusan ia perlihatkan. Alvian mengangguk. “Iya, saya tahu Nona. Dia Lee Kyujin, direktur Net-Lix Entertainment.” Stefannie tersenyum mendengar jawaban Alvian. “Ya, dan dia paling licik di antara direktur Jung dan direktur Han. Dia ingin menguasai Net-Lix Group, bahkan ia rajin membeli saham agar sahamnya dapat mengalahkan saham keluargaku. Kau harus hati-hati dengannya, sebisa mungkin kau hindari orang itu.” “Baik, Nona.” “Xi Yang Suk, dia adalah ayah Ilena Xi. Dia adalah pemilik perusahaan textile terbesar di Cina. Orangnya ambisius dan licik. Jadi kau tahu 'kan kenapa aku tidak memperbolehkan Ilena bertemu denganku. Karena bisa jadi dia akan memanfaatkanku untuk bisa mengakuisi Net-Lix Group.” Stefannie pun mengganti potret Xi Yang Suk dengan potret seorang laki-laki paru baya. Alvian jelas mengenal siapa laki-laki itu. “Kau pasti tidak asing 'kan dengan dia.” “Iya Nona. Dia adalah Presdir Yoo Seung Ho, CEO Daesung Corp.” “Dan dia paling bahaya diantara yang lainnya. Orang yang harus kau hindari untuk sekarang ini,” imbuh Stefannie. “Baik, Nona.” Stefannie pun mengembalikan lagi ponsel Alvian. “Itulah orang-orang yang harus kau hindari, karena jika mereka tahu aku dalam keadaan baik-baik saja, mereka bisa saja memburuku dan menjebakku agar Net-Lix Group jatuh ke tangan mereka.” “Baik Nona, sebisa mungkin saya akan menghindari mereka.” Alvian pun mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Benda panjang dan tipis yang sejak tadi ingin ia berikan kepada Stefannie. “Ini Nona, saya membeli ini untuk Nona. Nona pasti membutuhkan ponsel ini.” Alvian menyerahkan benda panjang dan tipis itu kepada Stefannie beserta chargernya. Tadi sebelum pulang ke mansion keluarga Kim, Alvian sempat mampir dulu ke toko elektronik membeli satu buah ponsel untuk Stefannie. “Maaf jika tidak sebagus milik Nona, karena memang harganya cukup murah. Tapi walaupun harganya cukup murah, kualitasnya tidak murahan,” lanjut Alvian. Stefannie tersenyum, ia senang sekali Alvian memberikannya satu buah ponsel. Walaupun harganya tidak semahal miliknya yang dulu, tapi sungguh ponsel pemberian Alvian sangat berguna sekali untuk sekarang ini. “Terima kasih, Sekretaris Al. Kau sangat baik sekali,” ucap Stefannie sembari memeluk tubuh kekar Alvian. Deg deg deg Tiba-tiba jantung Alvian berdegup sangat kencang setelah Stefannie memeluk tubuhnya. “Perasaan apa ini, kenapa rasanya berbeda sekali seperti saat aku memeluk mama dan Airin,” batin Alvian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD