BAB : 4

1259 Words
Angga menjitak kepala Nessa. Membuat gadis itu meringis memegangi kepalanya yang menjadi korban. "Apa yang sedang kamu pikirkan, hah? p*****l, p*****l ... memangnya aku melakukan tindakan m***m apaan? Dan juga, jangan memanggilku dengan panggilan Om lagi. Memangnya aku sudah Om-om." Nessa sampai terdiam tanpa komentar saat mendengar ocehan Angga yang panjang seolah tanpa jeda. Awalnya ia mengira Angga adalah seorang laki-laki yang punya sikap dingin. Tapi nyatanya, sangat cerewet. "Ya ampun, Om cerewet ternyata," ledek Nessa. "Heii ..." "Yamaap," responnya sambil menahan tawa. Bahkan ia seolah lupa dengan dosa besar yang dilakukan Angga padanya. Apalagi kalau bukan penyebab dirinya dipecat dari pekerjaan. Nessa hendak beranjak dari posisi duduknya dengan perlahan. Sungguh, luka sekecil apapun kalau posisinya ada di lutut, rasanya lumayan perih. "Aku tahu kamu lagi butuh pekerjaan," ujar Angga langsung. Nessa yang tadinya berniat untuk pergi, menghentikan langkah kakinya saat mendengar perkataan Angga. "Aku punya pekerjaan untukmu. Sangat gampang, tak perlu mengeluarkan tenaga, tapi dengan pendapatan yang lumayan besar," tambah Angga sambil berjalan mendekati Nessa. Berhubung zaman sekarang dunia semakin panas. Tentu saja ia berpikir panjang mendengar pernyataan Angga itu. Mana ada pekerjaan simple, tak mengeluarkan tenaga, tapi pendapatannya besar. Kecuali pekerjaan yang tak baik. "Om, saya ini udah kelas tiga SMA, nggak punya orang tua. Itu artinya pemikiran saya juga udah luas, dan nggak manja. Yakali ada pekerjaan segampang itu dengan gaji yang besar kecuali pekerjaan yang tak baik." Nessa langsung heboh. Sementara Angga malah menanggapinya dengan senyuman di sudut bibirnya. Apa ada yang lucu dengan perkataannya barusan? "Aku suka sama kamu," ujar Angga. "Hah?!" "Maksudnya, saya suka sama pemikiran kamu. Jangan salah paham dulu," ralatnya. ''Makanya kalau ngomong yang jelas, Om," komentar Nessa. Bagaimana ia tak salah paham, omongan Angga membuatnya gagal fokus. Untungnya ia bukan tipe cewek baperan yang ketika seorang cowok bilang suka langsung berasa melayang ke langit ke tujuh. Rasanya Angga ingin menyumpal mulut Nessa, saat panggilan menyebalkan itu terus di lontarkan padanya. Tapi, rasa kesal itu ia tahan. Karena saat ini ia membutuhkan bantuan gadis ini. "Jadi, bagaimana? Berminat dengan tawaranku?" "Nggak akan!" "Ayolah ... aku tahu kamu sekarang lagi butuh uang." Hanya menebak, sih, sebenarnya. Mendengar saat dia bilang tak punya orang tua dan sebagainya. "Baiklah, selama itu masih pekerjaan yang wajar," balas Nessa. "Wajar dan sangat wajar," Angga berdiri tepat dihadapan Nessa dengan Ekspressi seriusnya. "Apa?" "Kamu harus jadi istriku." Wajah Nessa langsung berubah mendengar itu. Rasa kesalnya pada Angga yang tadinya sudah mulai memudar, seolah muncul kembali. "Jangan salah paham dulu. Maksudku adalah, kamu harus pura-pura jadi istriku. Kita menikah sungguhan. Tapi tidak dengan yang lainnya. Intinya, status pernikahan kita hanyalah sebagai status dan tak lebih." 'Plakkk' Akhir dari penjelasan Angga ditutup oleh sebuah tamparan di pipi kirinya yang diberikan Nessa. Bahkan, saking kuatnya tamparan itu membuat darah segar keluar dari sudut bibirnya. "Denger, ya! Aku memang orang miskin. Tapi tidak miskin hati juga. Om pikir aku wanita apa? Yang seolah menjual diri demi uang. Aku nggak akan melakukan itu!" Ia segera berlalu dari hadapan Angga dengan perasaan kesal dam langkah tertatih-tatih menahan perih di kedua lututnya. "Heii ... aku nggak seburuk yang kamu pikirkan." Panggilan Angga diabaikan Nessa begitu saja. Ia kesal, ia marah. Yakali dirinya mau nikah dengan seorang cowok yang nggak dikenal. Nessa yang kesal akan sikap Anggapun segera pulang ke kos'an. Perasaannya itupun membuat sakit di kakinya seolah tak berasa lagi. "Sialan tuh Om-om. Dikira gue cewek apaan yang mau jadi istri pura-puranya dia. Gue masih punya harga diri kali," gerutunya saat sampai di teras. Tapi, baru saja ingin membuka pintu, tiba-tiba dua orang menyambar pergelangan tangannya dengan kuat. Hingga ia tak bisa kemana-mana. ''Eh, apa-apaan, nih?" Tentu saja ia kaget. Tak jauh dari sana, tiba-tiba seseorang tertawa dengan lantangnya. Sontak, Nessa yang posisinya masih dipegangi oleh dua orang berbadan kekar itu menoleh. Seiring dengan raut kaget di wajahnya. Ya ... tamatlah riwayatnya. Dialah Widodo, tua Bangka yang ingin memaksanya untuk menjadi ganti dari hutang-hutang panti asuhan. Beberapa kali berusaha melarikan diri dan berhasil kabur. Tapi kali ini, ia merasa tak tahu lagi harus berbuat apa. "Lepasin aku!" Bentak Nessa pada mereka sambil menghentakkan tangannya agar bisa terlepas dari pegangan kasar itu. Tapi sepertinya hanya sia-sia saja. Ia seorang cewek, dan yang memeganginya adalah dua orang cowok berbadan kekar. Ya mana sanggup. "Jangan berharap bisa kabur dari genggamanku. Kamu adalah jaminan dari panti asuhan itu, dan sekarang kau harus menjadi budakku sebagai gantinya," jelas Widodo dengan wajah garang. "Aku ngga tahu apa-apa masalah hutang itu!" "Terserah. Yang penting kamu harus ikut denganku. Lumayan, kamu bisa menjadi pelampiasanku malam ini," ujarnya dengan pandangan tak baik pada Nessa. "Dasar! Tua Bangka. Harusnya kamu sadar umur. Bukannya malah semakin banyak berbuat dosa!" Widodo mengepalkan tangannya pertanda kesal mendengar u*****n Nessa padanya. Langsung, sebuah tamparan ia layangkan ke pipi Nessa, hingga gadis itu tersungkur di teras. Mendengar ribut-ribut, beberapa penghuni kos yang lain keluar untuk menghampiri. Tapi, melihat orang-orang berbadan kekar itu membuat nyali mereka seolah ciut. "Jangan pernah membuatku kesal kalau nggak mau menerima yang lebih buruk dari ini. Sudahlah, terima saja kalau nasibmu adalah sebagai tumbal dari hutang-hutang panti asuhan." Mereka semua membawa Nessa pergi, meskipun ia terus memberontak. Berkali-kali mencoba, tetap saja tak berhasil sama sekali. Bagaimanapun caranya ia harus bisa melarikan diri. Lebih baik hidup menderita di luaran sana, tak punya pekerjaan, ataupun pendapatan, daripada hidup bersama tua Bangka ini. Berharap ada yang tiba-tiba datang menyelamatkan hidupnya. Tapi siapa? Ia sadar kalau di dunia ini tak punya siapa-siapa. Tapi, boleh, kan, kalau ia berharap? Beberapa saat di perjalanan, Nessa di bawa ke sebuah rumah. Ya ... dari luar saja sudah bisa dipastikan kalau rumah ini sangat besar dan luas. "Aku nggak mau masuk," tolak Nessa saat dirinya dipaksa untuk masuk kedalam rumah. Terlihat beberapa penjaga saat memasuki area itu. Tapi, ia terus dipaksa hingga diseret masuk dan dilempar begitu saja hingga tertelungkup di lantai. "Dengar! Mulai detik ini hidupmu hanya berada dibawah perintahku. Lagian, apa susahnya menuruti keinginanku. Di sini enak, mau a apapun bisa terpenuhi," jelas Widodo mendekati Nessa. "Ya ... untuk mendapatkan itu semua kamu hanya sedikit bekerja untukku di kamar," tambahnya sambil menyentuh pipi Nessa dengan tatapan penuh nafsu. Nessa menampar pria itu dengan penuh amarah. "Jangan pernah menyentuhku, sedikitpun! Aku nggak akan rela disentuh oleh tangan kotormu itu!" Mendengar perkataan Nessa yang seolah sedang mencaci maki dan merendahkan dirinya, dia menarik Nessa untuk bangkit dari posisi duduknya di lantai dengan kasar. 'Plakkk' Beberapa kali tamparan dan tendangan diberikannya pada Nessa dengan kuat hingga gadis itu beberapa kali tersungkur, hingga akhirnya ia benar-benar benar tak sanggup bangkit. Wajahnya penuh luka lebam, sudut bibirnya mengeluarkan darah. Ia menangis dengan posisi terduduk lemas di lantai disaksikan oleh Widodo dan beberapa orang bawahannya yang seolah sedang menikmati penderitaannya. "Bunuh saja aku," ujar Nessa di sela-sela rasa sakitnya. "Tidak akan!" Bentak Widodo. "Setidaknya kamu harus menjadi milikku dulu untuk beberapa malam, hingga hari kematianmu itu tiba. Sayang, kalau aku langsung membunuhmu," tambahnya sambil tertawa penuh kemenangan. Sementara, Nessa masih terduduk lemah di lantai, bersandar pada sebuah meja. Pukulan kasar dan bertubi-tubi yang diberikan Widodo membuatnya tak berdaya. Ia benar-benar tak kuat, badannya lemas, apalagi untuk melarikan diri dari rumah ini. Hanya menangis, itulah yang bisa ia lakukan. "Pelayan!!!" teriaknya. Dua orang wanita datang dan menghampiri Widodo sambil sedikit menundukkan wajah tanda hormat. "Bereskan dia untuk malam ini," perintahnya pada dua wanita itu yang langsung mereka angguki. Jangan dipikir Nessa mau pasrah begitu saja. Ia terus meronta dan menolak saat kedua wanita itu memaksanya untuk masuk ke dalam sebuah kamar, tapi sungguh tenaganya seolah terkuras habis. Tulang belulangnya serasa remuk setelah dihantam dan dipukuli oleh Widodo. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD