Sekarang di ruangan perawatan klinik pribadi milik keluarga Aditya yang super mewah ini, tinggal Laura dan Bima yang tetap menatap Laura dengan pandangan penuh cinta dan kerinduan yang mendalam. Laura menjadi risih dengan tatapan Bima itu dan langsung memerintah Bima untuk membalikkan badannya.
“ Tolong, balik dulu Pak Bima. Biar saya bisa memeriksa, apakah panggul Bapak ada bekas luka? Karena kalau ada bekas luka, saya harus menunda pengambilan cairan sumsum tulang belakangnya, untuk menghindari terjadinya infeksi. Tubuh bapak saat ini sangat rentan terinfeksi, jadi luka sekecil apapun akan saya periksa dengan teliti supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.”
“ Ra. Bisa nggak, jangan panggil aku, Pak Bima? Kamu pura-pura tidak mengenalku, ya? Wajahku kan tidak berubah. Aku masih sama seperti dulu, malah kata banyak orang, aku lebih ganteng sekarang ini, karena kelihatan lebih gagah dan mature.” Kata Bima dengan gayanya yang selalu percaya diri.
Laura hanya menghela nafas dan tak mau menjawab kata-kata narsistik, Bima. Lalu Bima cemberut dan mengeluarkan jurus ngambeknya.
“ Aku tidak mau membalikkan badanku untuk kamu periksa, kalau kita belum ngomong !” Kata Bima sambil duduk tegak sekarang, tidak lagi menyandar di kepala tempat tidur.
“ Mau ngomong tentang apa? Tidak ada lagi yang perlu kita omongin? Aku di bayar jauh-jauh ke sini oleh tuan Aditya untuk menyembuhkan pasienku yang merupakan mitra rumah sakit tempat ku bekerja di Denmark , bukan untuk menemani pasien ngobrol ! Jadi mohon kerjasamanya Pak Bima. Biar saya bisa segera beristirahat. Penerbangan udara selama 14 jam dengan perjalanan darat hampir 2 jam ke Sibolangit, sudah membuatku sangat lelah dan hubungan kita sekarang adalah murni dokter dan pasien, jadi aku tetap akan memanggilmu Pak Bima dan kamu harus memanggilku dokter Laura. Bukan Ra atau Rara.” Kata Laura tegas.
“ Kamu mau minum, Ra? Itu ada juice jeruk di kulkas. Ada buah anggur kesukaanmu juga? Ambil lah di kulkas? Tanganku masih diinfus, kalau tidak, pasti aku akan mengambilkan untukmu dan menyuapimu lagi seperti dulu.” Kata Bima penuh perhatian tanpa memperdulikan omongan Laura.
Bima ini, benar-benar otaknya uda miring. Aduh.. Yulia, Sang sekretaris apakah bisa mendengar kata-kata manis Bima ini? Jangan -jangan nanti, dia melaporkannya pada Ratna atau Bapak Abimanyu. Aku sepertinya harus menyelesaikan dengan Bima agar dia tidak lagi berprilaku seperti ini. Mungkin sekarang saatnya, kami berdua harus berbicara agar tidak ada lagi yang mengganjal di hati kami. Aku tidak ingin missiku gagal karena Bima tidak mau aku obati hanya karena masa lalu kami itu. Toh, tidak mungkin lagi kami bersatu karena Bima sudah menikah dengan Ratna dan aku tidak mau dianggap perempuan yang merebut suami orang.
Laura langsung menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Bima.
“ Okay, Mari kita ngomong. Agar tidak ada lagi yang mengganjal di hati kita. Kalau sudah selesai ngomong, aku akan segera memeriksamu, supaya aku bisa beristirahat. Kasihan juga Bu Yulia yang pasti sedang berdiri menunggu saya di luar.” Kata Laura.
“ Yulia, bisa saya suruh kembali aja ke villanya. Jadi kita bebas ngomong tanpa takut ada yang mendengar pembicaraan kita.” Kata Bima langsung mengambil handphonenya yang terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya.
“ Yul, kamu balik dulu ke Villa. Nanti tepat jam sebelas tiga puluh balik ke sini ya, untuk jemput dokter Laura. Dia memerlukan waktu dua jam bersama saya.” Kata Bima tegas.
Laura langsung ngedumel dalam hatinya. Dua jam? Emang mau nonton film? Ngapain juga ngomong sampai dua jam? Tapi dia diam saja dan menunggu Bima menutup teleponnya. Dari luar ruangan terdengar derap langkah kaki yang menjauh. Pasti itu Yulia yang berjalan kembali ke villanya.
“ Villa nya di mana?” Tanya Laura penasaran. Karena tadi dia tidak melihat ada villa di area klinik ini.
“ Sekitar seratus meter dari sini, ada Villa untuk tamu-tamu atau keluarga pasien yang menginap. “ Kata Bima.
“ Ternyata keluargamu kaya raya dan berkuasa . Aku kok baru tahu?” Saat dulu , Laura benar-benar tidak tahu kalau keluarga Bima begitu kaya dan berkuasa. Bima ke kampus tidak pernah pakai mobil . Dia tetap mengendarai sepeda motor merek Honda Supra yang dimiliki hampir semua mahasiswa yang kuliah di Universitas Indonesia. Saat pacaran, mereka berdua tetap makan di warung kaki lima, atau di kantin fakultas, tidak pernah di restoran atau café mewah.
“ Jadi kalau kamu tahu, keluargaku kaya raya, kamu tidak akan meninggalkanku?” Tanya Bima sambil menatap Laura.
“ Betapapun kayanya keluargamu, aku tetap akan pergi mengejar mimpiku untuk menjadi dokter specialis kanker darah. Itu sudah kita setujui bersama.”Kata Laura sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
“ Tapi kenapa kamu tidak memberi kabar kepadaku, kalau kamu pindah ke Denmark, bukan di Belanda untuk ambil specialismu itu? Kenapa kamu memutuskan semua kontak denganku? Kenapa kamu melarang Nabeth memberitahuku, kamu ada di mana? Mengapa kamu begitu kejam? Dan sanggup tidak pulang selama ini? Mamamu juga pindah dari Jakarta. Aku benar-benar kehilangan jejakmu.” Kata Bima dengan mata berkaca-kaca.
“ Jangan bilang aku kejam, Bima. Mamamu yang lebih kejam!” Kata Laura langsung.
“Loh, kenapa mamaku lebih kejam? Kamu sudah pernah bertemu mamaku? Bukannya kita berjanji, setelah kamu resmi menyandang gelar sarjana kedokteran , baru kamu akan aku kenalkan kepada keluargaku?” Kata Bima keheranan.
Laura menghela nafasnya. Memang selama mereka pacaran, saat kuliah dulu. Bima berulang kali mengajak Laura untuk dikenalkan kepada kedua orangtuanya tapi Laura menolak, karena dia belum resmi menjadi seorang dokter. Laura ingin dikenalkan sebagai pacar Bima, setelah dia resmi menyandang gelar dokter agar Bima bangga mempunyai pacar yang seorang dokter.
Melihat Laura terdiam.Bima mencecarnya lagi. “ Kenapa kamu bilang mamaku lebih kejam? Kamu pernah bertemu mamaku? Itu alasanmu pergi dariku dan menyembunyikan dirimu dari ku selama berpuluh tahun ?”
Laura kembali menghela nafasnya. Sepertinya aku harus berbicara sejujurnya kepada Bima tentang apa yang terjadi di malam perpisahan kami itu. Sehari sebelum aku terbang untuk menggapai mimpiku. Sehari sebelum Bima membawaku pulang dan diperkenalkan secara resmi sebagai kekasihnya kepada kedua orangtuanya. Saat aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Meninggalkan seorang Bima yang sangat aku cintai dan aku tahu dia juga sangat mencintai diriku. Meninggalkan mimpi kami berdua untuk menikah setelah aku lulus specialisku.
Tapi itu dulu, tidak mungkin lagi Bima mencintaiku sekarang ini, karena dia sudah memiliki seorang istri dan juga anak. Tapi mengapa Bima tetap memperlakukanku seperti dulu? Tetap dengan penuh perhatian dan tatapan penuh cinta.