Tak Ingin Kembali

1341 Words
Seorang dokter cantik berparas Asia sedang berbicara kepada para resident yang kesemuanya adalah dokter-dokter muda bertampang bule yang mengikuti langkahnya dari belakang dengan jalan tergesa-gesa . “ Kalian semua harus ingat, Test DNA adalah test yang paling menentukan, saat kita akan melaksanakan transplantasi sumsum tulang belakang. Setelah pelaksanaan test HLA kita harus segera melaksanakan test DNA untuk mengetahui tingkat kesesuaian donor dengan penerimanya. Kalau Test DNA nya sesuai, maka tranplantasi baru bisa kita jalankan. Bisa dimengerti?” Tanya dokter Laura kepada dokter -dokter itu dengan nada mengajari mereka. “ Yes. Dok.” Jawab mereka serempak. Mereka bersiap memasuki ruangan pasien, ketika seorang suster menghampiri dokter Laura. “ Chief Gilbert, ingin berbicara dengan anda, Dok.” Katanya Dokter Laura menganggukkan kepalanya, lalu berpesan kepada asistennya untuk memimpin pemeriksaan pasien selanjutnya, sedangkan dia berjalan memasuki koridor panjang menuju ruangan pimpinan rumah sakit University Odense yang berada di Denmark. Suatu negara kaya raya di Eropah Utara yang menjadi tempat tinggal dokter Laura selama puluhan tahun, di mulai saat Laura mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan specialisnya di Odense University. Laura dengan kaki jenjangnya, rambut sebahunya dan jas putih dokternya, berjalan anggun menuju ruang besar yang terletak di tengah -tengah aula rumah sakit terbesar di Denmark ini. Rumah sakit yang merupakan rumah sakit belajar untuk calon-calon dokter specialis. Terutama specialis kanker darah. Dari pertama saat Laura datang ke rumah sakit ini sebagai seorang mahasiswi , saat dia berumur dua puluh dua tahun dan sampai sekarang di usianya yang sudah empat puluh lima tahun, dimana sekarang Laura sudah berhasil menjadi dokter specialis ongkologi -hematologi yang sangat terkenal. Laura tetap saja merasa berdebar bila dipanggil menghadap ke ruangan pimpinan rumah sakit. Apa yang akan dikatakan beliau kepadaku ? Apakah dia akan memindahkanku ke rumah sakit lain? Karena dari rumor-rumor yang Laura dengar di ruangan dokter. Yayasan Odense Hospital berencana memperluas jaringan rumah sakitnya di luar negara Denmark. Semua pertanyaan-pertanyaan itu menggantung di otak Laura. Laura tidak ingin pindah dari Denmark terutama pindah dari Kota Odense, tempat rumah sakit Odense ini berada. Rumah sakit yang telah menjadi tempat kerjanya selama puluhan tahun. Rumah sakit yang telah mengajarinya begitu banyak pelajaran berharga . Laura sudah terlanjur jatuh cinta pada kota yang terletak di selatan Denmark ini . Kota tenang yang sudah di jadikannya sebagai rumah keduanya. Moga-moga, pimpinan rumah sakit bukan memanggilku karena ingin memindahkanku. Doa Laura sebelum membuka pintu kaca ruangan pimpinan. Memasuki ruangan berinterior klasik berwarna putih itu. Laura melihat sosok berwibawa yang duduk di ujung ruangan sambil membolak-balik bundle-bundle berkas yang dibacanya dengan serius. Prof. Gilbert, yang sudah menjadi mentor Laura dari dulu, pasti sedang meneliti medical record pasien-pasien nya. “Laura. Sit down please.” Katanya ketika melihat Laura berjalan masuk. Lelaki seusia mamanya Laura itu, lalu menurunkan kacamata bacanya dan memandang Laura. “ Ada sesuatu yang mau saya sampaikan ke kamu.” Kata Prof Gilbert, membuka pembicaraan. Laura hanya menganggukkan kepalanya. “ Kamu tentunya tahu, Yayasan kita berencana untuk memperbesar jaringan rumah sakit Odense sampai ke Asia, bukan hanya di Eropah. Karena Rumah sakit kita sudah sangat terkenal untuk proses penyembuhan kanker darah atau penyakit mengenai hematologi. Kamu adalah salah satu dokter yang terkenal itu . dokter yang berhasil transplantasi sum-sum tulang belakang untuk pasien di usia di atas 40 tahun, padahal itu tidak dianjurkan pada awalnya. Tapi sudah banyak pasienmu yang sembuh total karena transplantasimu itu. Teknik yang kamu pergunakan benar-benar zero resiko. Kemarin malam, ketua yayasan, mendapat telepon dari mitranya di Indonesia. Negara asalmu, bukan?” Tanya Prof Gilbert Laura mengangguk. Aduh ! Please, jangan suruh aku balik ke Indo. Aku sudah tidak ingin lagi pulang ke Indonesia. Meskipun ada mamaku tersayang di sana. Lebih baik mama yang aku suruh datang ke Denmark daripada aku yang harus pulang. Terlalu banyak kenangan pahit yang harus aku lupakan tentang Indonesia. Kenangan pahit tentang seorang lelaki yang telah merubah total hidupnya. “ Laura. Kamu mendengarkanku kah?” Tanya Prof. Gilbert membuyarkan lamunan Laura. “ Yes. Saya masih mendengarkan Anda. ” Kata Laura, langsung menghapus semua kenangan pahitnya di Indonesia. Laura harus selalu fokus bila berbicara dengan Prof Gilbert. Professor yang sangat terkenal dengn kepintaran dan sikap disiplinnya. “ Nah, mitra dari Indonesia ini, memang telah berbicara mengenai niatnya untuk menghibahkan tanahnya di Indonesia untuk membangun cabang rumah sakit Odense sebagai rumah sakit onkologi -hematologi terbesar di Asia Tenggara. Sebenarnya rencananya tersebut baru bisa terealisasi dua tahun lagi. Tapi tiba-tiba, kemarin sore waktu Indonesia, mitra kami di Indonesia ini mendadak pingsan saat melakukan kampanye pengenalan awal di wilayah pemilihannya. Hasil pemeriksaan darahnya belum keluar, jadi kita tidak tahu penyakit apa yang dideritanya. Mitra kami ini karena dekat dengan Pimpinan Yayasan Odense, langsung minta dikirimin dokter dari Odense University untuk menjadi dokternya dan dokter yang akan bertanggung jawab untuk kesembuhannya.” Laura langsung memotong perkataan Prof. Gilbert. “ Maaf Prof. Apakah dokter Indonesia tidak bisa mendiagnosis penyakitnya? Mengapa tidak dokter Indonesia saja yang bertanggung jawab dan kita hanya menjadi dokter konsul sepeti biasanya? ” “ Mitra kami yang pingsan ini, berencana mengikuti pemilihan walikota di suatu kota di Indonesia. Jadi team PR nya tidak mau lawan politiknya mengetahui kalau calon mereka, menderita suatu penyakit. Jadi dia tidak mau ada dokter Indonesia yang bertanggung jawab dan dokter Indonesia, belum ada yang sebagus kamu apabila pasien memerlukan transplantasi sumsum.” Jelas Prof .Gilbert. “ Loh, katanya hasil test darahnya belum keluar dan penyakitnya belum terdiagnosis . Kenapa sudah dipastikan , dia akan melakukan transplantasi sum-sum? Mungkin dia hanya kecapean saja, karena kampanye marathon.” Kata Laura dengan harapan, jangan dia yang dikirim balik ke Indonesia karena dari pembicaraan pembuka itu. Laura tahu maksud Prof. Gilbert yang ingin mengirimkannya ke Indonesia dan menjadi dokter yang merawat mitra yayasan yang ingin menghibahkan tanah di Indonesia untuk pembangunan rumah sakit Odense. “ Kita hanya jaga-jaga untuk persiapan dan kebetulan kamu juga berasal dari Indonesia. Jadi kami bermaksud mengirimmu ke Indonesia untuk menjadi dokter yang merawat mitra kami tersebut. Kalau dia bisa sembuh, berkat perawatan darimu. Pasti kerjasama kita dengan mereka akan segera terealisasi.” Kata Prof. Gilbert. “ Tapi sepengetahuan saya . Peraturan di Indonesia itu, tidak boleh dokter luar negri yang belum memiliki izin praktek untuk melakukan praktek di Indonesia. Jadi harus melalui proses sertifikasi dulu.” Kata Laura masih mencoba berkelit. “ Kamu bukan di suruh praktek dan kamu itu tenaga ahli yang dipanggil untuk memberikan konsultasi. Kita tidak usah urusin tentang perizinan . Karena mitra kami itu ayahnya adalah pimpinan dewan terhormat di Indonesia, dia yang akan mengurus semuanya untukmu. Yang penting kamu pulang, mendiagnosis penyakitnya dan menyembuhkannya, itu point yang terpenting, Wujudkan kerjasama kita dengan menyembuhkan pasien Kalau terlaksana, aku akan mencalonkanmu menjadi pimpinan rumah sakit Odense Indonesia.” Kata Prof. Gilbert, kali ini dengan nada memerintah. Mendengar kata-kata Prof Gilbert yang akan mencalonkannya menjadi pimpinan Rumah Sakit Odense Indonesia, rasa enggan Laura untuk pulang kembali ke negaranya, langsung sirna. Menjadi pemimpin rumah sakit besar setaraf Odense di usia sebelum lima puluh tahun, adalah prestasi gemilang. Prestasi yang pasti ingin dicapai oleh setiap dokter. Prestasi yang bisa membanggakan mamanya dr.Lestari dan prestasi yang bisa membuatnya mengangkat kepalanya saat bertemu keluarga mantan kekasihnya . Keluarga yang telah menolak diri Laura karena dianggap tidak pantas menjadi kekasih anaknya. Keluarga yang mengatakan dirinya, bukan siapa-siapa karena terlahir tanpa seorang ayah. Mata dr. Laura langsung bersinar penuh tekad. Aku harus pulang. Aku harus menjadi pimpinan Rumah Sakit Odense Indonesia. Aku harus bisa menyembuhkan pasien itu agar kemitraan bisa segera terwujud. “ Kapan saya harus berangkat, Prof?” “ Kamu memang penuh tekad,Laura. Aku suka sifatmu itu.” “ Kamu akan dijemput dengan pesawat pribadi mereka, semuanya dari penginapan sampai transportasi juga gajimu akan dibayar penuh oleh mereka. Jadi kamu tinggal ambil koper dan berangkat untuk menyembuhkan pasienmu.” Kata Prof Gilbert dengan suara kebapakannya. “ Siap Prof. Aku segera berangkat dan pasti aku akan menyembuhkan pasienku.” Kata Laura penuh tekad. Meskipun kenangan masa lalunya di Indonesia sangat tidak menyenangkan dan ingin dilupakannya tapi keinginan Laura untuk menjadi pimpinan rumah sakit, membuatnya bertekad,kalau dia harus pulang agar dia bisa mengangkat kepalanya saat bertemu orang-orang yang menghinanya dulu hanya karena dia terlahir tanpa ayah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD