24 - Meminta Bertemu

1211 Words
Lelang sesi pertama yang menampilkan tiga barang antik peninggalan dinasti Tang, resmi berakhir. Guci sebagai barang lelang pertama, jatuh ketangan Raden Adipati Soeryo. Sang Bupati Tuban, mendapatkan dengan harga 200 Gulden. 95 Gulden dari harga awal dipatok Hong Kui 105 Gulden. Sementara barang lelang kedua, Koin emas, berhasil didapat oleh Laurens Both. Putra Asisten Resident Kota Gresik ini, perlu merogoh kocek hingga 670 Gulden untuk barang ia targetkan. Sesi pertama sendiri, ditutup dengan sangat semarak. Terjadi persaingan seru antara Laurens Both dan Aldert memperebutkan barang lelang ketiga Gelang Mutiara indah. Laurens Both yang telah berjanji akan memberikan Gelang Mutiara kepada Belinda van Berg sebagai hadiah, berusaha menarik simpati gadis Totok cantik tersebut, nyatanya harus menanggung malu, kalah bersaing dengan Aldert. Sosok pemuda golongan Indo yang kerap mendapat hinaan darinya. Aldert, mendapatkan Gelang Mutiara barang lelang ketiga, dengan total pengeluaran menyentuh 800 Gulden. Angka yang sangat tinggi untuk ukuran kalangan umum. Namun, jelas bukan hal besar bagi seorang Willem van der Beele. Sosok penyokong dana dibalik aksi Aldert dalam persaingan lelang. Bagaimanapun juga, sebagai pemilik perusahaan pertanian der Beele, perusahaan pertanian terbesar di kota Surabaya, 800 Gulden jelas bukan angka besar untuk Willem. Bisa kembali ia dapatkan dengan hanya beberapa kali sesi penjualan produk pertaniannya. Bisa dikatakan juga, pemenang barang lelang ketiga adalah Willem. Meskipun memang sebenarnya ia tak cukup tertarik. Sekedar melancarkan aksi untuk coba memberi pelajaran kepada kesombongan Laurens Both. Meminjam tangan Aldert, Willem sukses benar-benar menjatuhkan harga diri Laurens. Selain karena kalah bersaing dengan sosok yang sedari awal ia hina sebagai anak Indo darah campuran miskin, Aldert juga menjadi target framing Willem dikhalayak umum. Dengan beberapa pancingan, dijadikan semacam sosok musuh bersama. Berkembang semakin kejam, mengakhiri aksi dengan memposisikan Laurens sebagai badut bahan lelucon. Tak henti mendapat tatapan benci permusuhan terbuka Laurens, Willem sekedar membalas dengan senyum tipis sederhana. Justru malah menikmati. Ekspresi sedang ditampilkan oleh Laurens, nyatanya memang adalah yang diharapkan oleh Putra Assisten Resident Kota Surabaya ini. Willem, menikmati pertunjukan berhasil ia rangkai sempurna, sembari minum teh. Hiburan yang tampak tak sekedar dinikmati oleh Willem seorang diri. Hampir seluruh undangan peserta pesta sekaligus lelang, menampilkan wajah puas sama. Terutama itu gerombolan pelajar HBS Indo. Ikut merasa baru memenangkan persaingan lelang bersama Aldert. "Makan itu kau pemuda manja sombong!" gumam salah satu pelajar HBS Indo lirih. "Hanya cukup beruntung lahir sebagai anak seorang Asisten Resident, apa dia pikir sudah menjadi semacam tokoh utama dunia? Segala hal disekitar, harus sesuai dengan keinginannya?" "Hahhaha… Sekarang ia baru tahu tentang kejamnya dunia!" "Yah… Selalu akan ada langit yang lebih tinggi!" "Hei… Mulai hari ini, secara resmi aku menyatakan diri sebagai penggemar berat Tuan Willem van der Beele!" "Ohh… Masukkan namaku juga pada list jika kau ingin membentuk kelompok penggemar!" "Aku juga…!!" Diawali oleh Kalimat asal-asalan salah satu pemuda Indo acak, beberapa gadis pelajar Indo yang mendengar, lekas menjadi antusias. Tampak juga sudah sangat menggemari sosok Willem. Menatap dengan sorot mata penuh damba. Berandai itu mereka bisa duduk disebelah, sekedar menjadi kawan yang dikenal oleh Willem sudah cukup akan memuaskan. "Semoga Tuhan memberi jalan untuk menjadikan Tuan Willem sebagai jodohku!" gumam salah satu gadis Indo. Satu gumaman yang cepat bersambut tatapan tak senang kawan-kawan disebelah kebetulan mendengar. "Kau pikir siapa dirimu itu? Sekedar anak Indo! Lebih baik cukup tahu diri!" "Yahhh… Benar-benar tak layak!" "Aku sendiri cukup diberi kesempatan saling kenal untuk ia mengingat namaku, sudah akan sangat bahagia!" "Begitu? Jika tak setara, maka tak menjadi istri juga tak masalah!" tanggap gadis Indo yang tadi berharap berjodoh dengan Willem. "Lalu?" Tanya kawan-kawannya. Mengerutkan kening. "Apalagi? Bahkan jadi Gundiknya aku juga akan bersedia! Hehhe…" balas Sang gadis Indo. "Hei… Hati-hati berbicara! Itu bisa dianggap doa!" "Benar…! Kita ini meskipun tak terlalu tinggi-tinggi amat status sosialnya, masih merupakan golongan Indo! Memiliki darah Eropa walau cuma setengah! Jadi, punya harga diri sedikit lah! Masak Gundik?" "Bodoh amat! Asal yang menjadikan Gundik Tuan Willem, aku tak akan mengeluh! Sekedar membayangkan bahkan sudah membuat hati berdebar!" "Lihatlah, wajah tampan dan tubuh gagah itu! Entah apa bisa ia lakukan dengan tubuh gagahnya diatas ranjang malam hari…" Berkembang semakin menjadi, gadis muda golongan Indo yang mendambakan Willem, kini menatap sosok Putra Asisten Resident Kota Surabaya tersebut dengan tatapan penuh gairah. Memerah ronah wajah saat juga mulai reflek menggigit bibir bawah. 'Hei… Kau ini… Apa sedang kau pikirkan? Bisa-bisanya berfantasi di tempat seperti ini!" "Hmmmm… Memang kenapa? Aku yakin kalian juga akan mau jika mendapat kesempatan! Jangan munafik dan berlagak suci ahh…!" "Itu…. Ya benar juga sih…" "Nahh… Nahh…!" "Hihihi….!" Kumpulan gadis muda golongan Indo, mulai tertawa cekikikan dengan intonasi nada nakal. Melanjutkan percakapan dengan bisik-bisik diantara mereka. Membuat para pemuda Indo disekitar sesama pelajar HBS, menjadi cukup penasaran dengan topik apa sedang dibahas. Saat golongan pelajar Indo tampak masih berselimut rasa puas dan antusias atas kemenangan lelang berhasil diraih oleh Aldert, acara pesta sendiri berlanjut sesuai dengan susunan agenda sempat disampaikan oleh Hong Shiu diawal membuka sebagai pemandu. Sesi lelang pertama selesai, dilanjutkan dengan acara musik sebagai penjeda. Rehat sejenak sebelum nanti lelang sesi dua dibuka. Beberapa seniman musik cukup terkenal kota Surabaya, serta beberapa wilayah lain sekitar, tampil memberi hiburan. "Ayahanda, suara gadis itu sungguh merdu! Ingin rasakan Kirana bisa menyanyi seperti itu!" ucap Kirana. Mengomentari sosok wanita sedang mengisi acara bernyanyi diatas panggung. "Kirana, jika kau bisa bernyanyi seperti itu, malah akan membuat banyak orang bingung!" balas Raden Mas Adiwangsa. "Bingung? Bagaimana bisa?" tanya Kirana, dengan intonasi nada serta raut wajah tampak polos. Begitu menggemaskan dimata Raden Mas Adiwangsa sedang menatap. "Jelas mereka akan bingung! Dengan wajah secantik ini, ditambah suara merdu, orang-orang tak lagi akan menganggap kau bagai Dewi Shinta, bertanya-tanya, apa dilakukan seorang Dewi khayangan turun ke dunia?" ucap Raden Mas Adiwangsa, dengan senyum hangat. "Ahhh… Ayahanda ini… Selalu saja…." Seperti biasa, Kirana lekas tersipu. Menunduk sembari memeluk lengan Ayahnya. Aksi manja, serta tampilan wajah tersipu alami Kirana, tak ia sadari sedang menjadi pusat perhatian banyak sorot tatap mata. Banyak yang semakin seolah ingin merengkuh anak gadis Bupati Sidoarjo itu. Ingin menjadikan miliknya. Terutama Raden Adipati Cahyo yang duduk tepat dihadapan Kirana. Putra dari Bupati Tuban ini, tak henti memandang lekat dengan sorot penuh gairah. Berdebar kencang tiap kali mendengar lenguhan manja Kirana kepada Sang Ayah. "Aldert… Coba sampaikan pada Hong Kui untuk menyediakan ruang khusus agar bisa berbincang tatap muka berdua dengannya!" Willem yang juga terus memperhatikan Kirana, tak bisa melepaskan pandangan dari gadis yang seolah memiliki aura candu tertentu, mengucap kalimat intruksi pada Aldert. Meminta untuk bertemu dengan Hong Kui. "Baik Tuan…." Lekas menjalankan intruksi, Aldert berjalan menuju lokasi meja Hong Kui sedang duduk. Sampai ditujuan, Aldert berbisik, menyampaikan perintah Willem. "Aihhh… Tentu… Tentu ada! Sampaikan kepada Tuan Willem untuk menuju pintu sebelah sana! Aku akan memberi pesan saat hidangan telah siap!" balas Hong Kui. Menjadi antusias serta penasaran disaat sama dengan keinginan Willem melakukan pertemuan tatap muka. Aldert, lekas kembali, sedangkan Hong Kui, juga lekas beranjak dari kursinya. Berjalan menuju pintu tadi sempat ia tunjuk sembari menyampaikan perintah pada beberapa pegawai untuk menyiapkan hidangan. "Tuan, itu sepertinya adalah tanda pesannya!" Menunggu untuk beberapa waktu singkat, Aldert menyampaikan pesan kepada Willem yang sedang minum teh santai saat melihat salah satu pegawai Hong Kui, memberi tanda mempersilakan. "Ohhh… Cukup cepat! Hong Kui ini benar-benar jenis yang cekatan!" gumam Willem. Berdiri untuk ditemani Aldert mengikuti tepat dibelakang punggung, mulai berjalan menuju pintu ruangan tadi dimaksud.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD