21 - Minat Para Gadis

1264 Words
Kalimat bernada dingin terucap dari mulut Willem, lekas menyebar satu perasaan intimidasi tertentu menghujam Laurens. Sukses membuat Putra Assisten Resident Kota Gresik ini, terdiam. Sempat menampilkan riak wajah takut, sebelum cepat coba menenangkan diri. Kembali berhasil menguasai rasa takut, Laurens terlihat menempatkan ancaman baru dilepas Willem dengan cukup baik. Tak lagi coba memperpanjang urusan. Menarik tatapan dari Aldert. Suasana, tentu kembali dikuasai oleh keheningan. Tak ada berani menginterupsi konflik yang tiba-tiba hadir dimeja VIP kaum Totok Belanda. Jangankan bersuara, bahkan sekedar menarik serta menghembuskan nafas, dilakukan oleh tiap pembesar Ningrat Pribumi serta kalangan undangan lain, dengan sangat hati-hati. "Sudahlah kalian berdua… Tak perlu harus ada masalah! Kita datang kepesta ini bukankah untuk mencari hiburan?" Menjadi penyelamat situasi canggung, salah satu Totok Belanda pejabat keresidenan Surabaya, Paman Laurens. Dimana memecah keheningan dengan coba kembali mencairkan suasana tegang bersama kalimat ia ucapkan. Dengan Laurens sebagai Keponakan, juga Willem sebagai anak dari petinggi tempat ia bekerja, menempatkan sosok ini dalam situasi sulit. Tak punya pilihan selain coba meredam ketegangan. "Ohhh… Aku sepenuhnya tak ada masalah! Itu tadi sekedar saran sederhana untuk sabahat Laurens!" tanggap Willem. Nyatanya sudah kembali memasang wajah santai seraya meminum teh. Senyum tipis sederhana nan khas, hadir sekali lagi menghiasi wajah pemilik Perusahaan Pertanian der Beele ini. Sementara itu, diatas panggung, Hong Shiu yang menampilkan ekspresi ragu untuk pertama kali, tak tahu harus bersikap bagaimana pasca terjadi ketegangan antar kaum Totok Belanda, saat ini hanya bisa terdiam. Ia cukup paham bahwa pengumuman untuk hasil lelang barang kedua, seharusnya segera disampaikan. Namun, Hong Shiu ragu membuat pengumuman karena takut itu justru akan menyinggung Willem. "Nona Hong Shiu, bukankah sebaiknya lekas mengumumkan hasil agar barang lelang ketiga, penutup dari sesi pertama ini segera dapat dinaikkan keatas panggung?" Baru ketika Willem melontarkan kalimat, tampak menyadari situasi Hong Shiu, gadis itu lekas menampilkan raut wajah lega. Berkembang seperti ingin berterima kasih kepada Willem karena baru melepaskan dirinya dari situasi canggung nan tak menyenangkan. "Barang Lelang kedua sesi pertama, koin emas antik peninggalan dinasti Tang, terjual dengan harga 670 Gulden untuk Tuan Laurens Both!" Sekali lagi tersenyum penuh pesona, Hong Shiu membuat pengumuman. Berlanjut untuk segera memberi tanda isyarat agar pekerja panggung, menaikkan barang Lelang ketiga. Penutup sesi pertama. Masih tertutup kain hitam, serta dibawa dengan nampan perak naik keatas panggung, barang lelang ketiga, menempati singgasana meja yang sebelumnya dimiliki koin emas peninggalan dinasti Tang. "Barang Lelang ketiga sesi pertama, bisa kukatakan merupakan benda nan cantik! Kujamin akan segera menarik minat para undangan gadis yang hadir!" Hong Shiu, seperti biasa memulai dengan perkenalan. Membuka dengan kalimat yang sukses menggugah minat bahkan saat tiap orang, belum tahu apa tersembunyi dibalik tabir kain hitam penutup. "Nahhh… Ini dia! Gelang Mutiara kualitas tinggi! Masih dari dinasti Tang!" Manarik kain hitam, Hong Shiu akhirnya memberi kesempatan bagi tiap undangan pesta sedang mengikuti acara lelang, dapat melihat barang ketiga. Sesi pertama acara lelang sendiri, tampak memang khusus disediakan untuk menjual koleksi barang antik simpanan Toko Purnama Hong Kui, berasal dari dinasti Tang. Dinasti terkenal tanah kelahirannya yang kebesarannya banyak tercatat pada buku-buku atau catatan peninggalan sejarah. Seluruh dari tiga barang lelang sesi pertama, adalah peninggalan dinasti Tang. Sungguh cara pembukaan yang cukup menarik. Hong Kui sebagai penyelenggara lelang, Sang Tuan Rumah, tampak melakukan promosi terselubung atas hal-hal terkait Etnis Tionghoa. Bentuk dari kebanggaan akan jati dirinya. "Bisa kalian lihat, Gelang Mutiara ini, selain sangat indah, tentunya memiliki nilai historis sebagai landasan utama menjadikan sebagai barang bernilai tinggi!" "Siapa yang tahu, dahulu kala, sosok-sosok macam apa saja pernah memakainya! Bisa saja salah satu Permaisuri dinasti Tang, atau seorang Putri Kerajaan!" Hong Shiu, kembali menampilkan aksi lihai menjerat minat tiap undangan hadir. Terutama kaum wanita. Menggunakan nilai historis, untuk menaikkan prestise dari Gelang Mutiara barang lelang ketiga. Mendengar kata-kata Hong Shiu tentang bisa saja seorang Permaisuri atau Putri kerajaan dinasti Tang sebagai pemilik sebelumnya Gelang Mutiara, dimana tentu tak berlandaskan bukti nyata, itu cukup membuat para wanita, kebanyakan adalah Pelajar HBS Indo, kini menampilkan ekpsresi wajah mendamba. Ingin memiliki Gelang Mutiara sedang terpajang diatas panggung lelang, melingkar dilengan masing-masing. Mengandai itu mereka adalah Permaisuri atau Putri kerajaan dinasti Tang. Para gadis Pelajar HBS Indo, sempat menampilkan raut wajah optimis. Merasa kesempatan terbuka karena jelas pembesar hadir disekitar, dimana kebanyakan tentu adalah lelaki, tak akan menaruh minat pada Gelang Mutiara. Hanya saja, wajah antusias gadis-gadis ini, lekas berubah cemberut, menatap tak senang kearah Hong Shiu saat pemandu acara lelang itu, kembali mengucap kalimat. "Selain para gadis, sosok-sosok Pembesar, tamu terhormat yang hadir, tentu tak harus melewatkan Gelang Mutiara ini!" ucap Hong Shiu. Mengawali kalimat yang berakhir menjadikannya semacam musuh bersama hampir seluruh gadis pelajar HBS Indo. "Bagaimanapun juga, jelas akan menjadi hadiah terbaik dapat diberikan pada istri masing-masing menunggu di rumah!" "Tak terbayang akan sebahagia apa menerima hadiah indah ini! Tentu membuat semakin sayang!" Kalimat pemikat akhir Hong Shiu, resmi menjadikannya musuh bersama para gadis. Menatap dengan wajah cemberut kesal. Kini harus bersaing dengan para pembesar Ningrat Pribumi yang mana terlihat menampilkan wajah antuasias. Benar-benar sukses jatuh pada jerat lidah lentik Hong Shiu. Nyatanya, meski para pembesar Ningrat Pribumi bertahan tak mengikuti persaingan, para gadis Pelajar HBS Indo tetap akan sulit mendapatkan Gelang Mutiara. Belinda van Berg, salah satu Totok Belanda duduk pada meja VIP, menampilkan raut wajah penuh minat sama. Wajah penuh minat yang lekas tertangkap sorot mata Laurens. Dimana memang sedari awal, terus memperhatikan Belinda. Benar-benar jatuh terpikat. 'Sepertinya akan jadi hadiah berkesan jika aku membelikan gelang itu untuknya!' gumam Laurens dalam hati. Saat Laurens bertahan menatap Belinda yang sedang menatap Gelang Mutiara, Willem pada sisi lain, memperhatikan bagaimana cara Laurens sedari awal melihat kearah Belinda. Willem yang jelas menyadari minat dari Laurens kepada Belinda, juga dapat membaca Putra Assisten Resident Kota Gresik ini hendak coba mengesankan sahabatnya dengan membeli Gelang Mutiara, berkembang kini mulai memasang senyum tipis penuh maksud. "Baiklah, tak berlama-lama lagi, Gelang Mutiara, barang lelang ketiga penutup sesi satu, akan kami buka dengan penawaran awal 150 Gulden!" Hong Shiu, secara resmi membuka harga untuk lelang barang ketiga, dimulai. "Ayahanda… Gelang itu sungguh cantik!" gumam Kirana spontan. Seperti kebanyakan gadis, juga menaruh minat secara alami pada Gelang Mutiara. "Kau mau?" tanggap Raden Mas Adiwangsa. "160 Gulden!" Tanpa menunggu balasan dari Kirana, Raden Mas Adiwangsa menjadi sosok pertama melayangkan tawaran. Segera antusias melihat wajah Kirana yang tak henti berseri menatap Gelang Mutiara. "Ehhh… Ayahanda?" gumam Kirana kaget saat Sang Ayah, menawar jelas untuknya. "Menurutku, dari pada orang lain, Gelang itu memang paling cocok terpasang dilenganmu! Akan menjadi dua kecantikan saling melengkapi satu sama lain!" balas Raden Mas Adiwangsa. "Ayahanda akan coba sebisanya mendapatkan!" tutup Raden Mas Adiwangsa. Memasang senyum hangat untuk Putrinya. Senyum hangat yang lekas bersambut wajah Kirana memerah. Tersipu malu untuk mulai menunduk sekali lagi. "Cukup sulit Di!" Raden Adipati Soeryo, melempar kalimat tanggapan sembari menatap meja VIP saat ikut mendengar percakapan Raden Mas Adiwangsa dengan Kirana. Benar saja. Bersama kalimat baru diucap oleh Raden Adipati Soeryo, terdengar suara dari meja VIP. "200 Gulden!" Bukan Belinda seperti kebanyakan orang kira akan melayangkan tawaran, itu kembali adalah Laurens Both. "Nona Belinda sepertinya berminat! Simpan saja uang, biar saya membelikan sebagai hadiah. Niat baik bentuk perkenalan!" ucap Laurens. Saat Belinda, menatap kearahnya. "Nahhh… Kan… Jangan bersaing dengan mereka!" ucap Raden Adipati Soeryo. Melirik sahabatnya, Raden Mas Adiwangsa. "Hahhh… Maaf Kirana! Sepertinya tak akan dapat!" ucap Raden Mas Adiwangsa. "Ayahanda, tidak apa-apa! Hanya memiliki niat, itu sudah membuat Kirana senang!" tanggap Kirana. Lekas meraih pergelangan tangan Ayahnya. Mendekap manja. Suasana lelang sendiri, menjadi hening pasca Laurens melayangkan penawaran. Tampak tak ada berani coba bersaing. Situasi yang membuat Hong Kui, menampilkan wajah kesal. "Aiiih… Jelas akan rugi kalau begini!" ucap Hong Kui. Namun, tiba-tiba…. "400 Gulden!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD