Sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, lalu bertemu dengan Rayyan membuat emosiku meluap. "Maaf Van, maaf... " ucap Rayyan lirih. Tampak ragu, tangan lelaki itu terulur hendak menyentuh bahuku, namun dia menarik kembali tangannya. Mungkin karena mendapatkan tatapan tak bersahabat olehku. "Kamu habis menangis? Kenapa?" tanyanya khawatir. "Saya benci... benci sekali ketika harus berhadapan dengan orang yang telah membuat saya kecewa." Aku menatap lurus kedua mata lelaki itu. "Apa hobi anda belakangan ini membuntuti saya?" "A-aku... " "Apa?" Rayyan tak menjawab dan aku memilih untuk segera beranjak pergi dari sana. Tiba di apartemen, aku menangis. Yang membuat dadaku begitu sesak bukan hanya karena pengkhianatan yang Eros lakukan saja, tapi juga aku yang merasa bodoh. Untuk ked