"Kenapa?" tanyaku pada Ziel dengan mata menyipit sembari menggeser badanku—memberinya jalan agar masuk ke unitku. Adikku tampak begitu lelah. Aku melirik jam di tanganku yang menunjukkan pukul 23:00. Ziel tak langsung menjawab. Aku pun mengikuti langkah kaki Ziel menuju sofa di depan TV. "Calon adek ipar lo nggak jadi, tadi cari masalah." Aku mengernyit. "Lucky?" "Hmm," sahut Ziel merebahkan kepalanya pada sandaran sofa. "Gue baru balik dari rumah orang tuanya barusan." "Ada apa emangnya?" "Adeknya si Vania itu ngehajar si Eros karyawan gue itu. Untung gue cepat datang, kalau nggak udah koit itu orang. Ada satpam kantor gue, malah baru datang pas gue nyampe depan lobi." "Lucky nyamperin Eros ke kantor lo? Tadi?" Ziel mengangguk. "Ngamuk dia. Nggak terima kakaknya diselingkuhin."