Part 46

1040 Words
Se Hwa menatap pangeran yang masih telelap. Sepertinya semalam dia benar-benar kelelahan. Ditambah lagi dia dicekaki obat tidur jadilah dia terlelap seperti bayi. Dua wanita di kamar itu pun segera bertukar peran. Se Hwa yang memakai pakaian pelayan, segera mengganti bajunya dengan baju tidur. "Terima kasih, Seo Yeon." Se Hwa memeluk siluman itu sebelum pergi. Semalam, Seo Yeon mengambil wujudnya dan menggantikan Se Hwa menemanti sang pangeran. Seo Yeon sendiri tak mengerti kenapa dia bisa nekat menyerahkan dirinya di bawah nafsu sang pangeran. Terlebih lagi dia menikmati permainan panas itu. Dia sangat suka ketika pangeran menghujamnya berkali-kali tanpa kenal lelah. Hampir saja Seo Yeon kehilangan kendali akan ilusi wajahnya. Jika itu sampai terjadi, maka rencananya bisa berakhir di tiang gantungan. Setelah mereka berganti pakaian, Seo Yeon pun menghilang dari sana. Dia muncul di permandian di dekat kamarnya di kediaman keluarga Hwang. Segera Seo Yeon merendam dirinya di tempat permandian itu. Sementara Se Hwa merebahkan dirinya di sebelah pangeran. Tak berapa lama, pangeran menggeliat. Dia mengerjap pelan seraya meraba-raba keberadaan istrinya. Dia membuka mata dan mendapati Se Hwa tengah terlelap. Tangannya terulur merapikan rambut wanitanya yang sedikit berantakan, lalu dia mencium kening istrinya dengan lembut. "Terima kasih untuk yang semalam," bisiknya. Pangeran bangun dengan hati-hati agar Se Hwa tak terjaga. Dia melihat bercak merah di seprai dan tersenyum. Setelah memastikan tidur istrinya tak terganggu, pangeran pun memakai pakaiannya kembali dan meninggalkan tempat itu tanpa bersuara. "Se Hwa masih tidur, jangan biarkan siapa pun mengganggunya. Biarkan dia bangun sendiri karena merasa lapar." Pangeran memberi perintah kepada pelayan yang berdiri di depan pintu. Pelayan itu pun mengiakan dengan hormat. Pangeran melanjutkan langkahnya kembali ke kediamannya diikuti prajurit dan kasim. Dia sangat bahagia. Hari ini dia akan mengikuti sidang istana dengan hati yang gembira. Setelahnya dia akan kembali menemui Se Hwa dan mengajaknya jalan-jalan. Se Hwa membuka mata perlahan. Dia masih enggan mengangkat tubuhnya dari pembaringan. Matanya menatap langit-langit kamar. Ketika matanya mengerjap, tetes-tetes air mata meluruh jatuh melalui ujung matanya. Sejatinya sejak tadi dia hanya pura-pura tidur. Dia tahu apa yang dilakukan pangeran ketika bangun dan meninggalkannya. Apa yang dilakukan pria itu mengingatkannya kepada Jeong Guk. Dia jadi makin merindukan pria itu. Entah sudah berapa lama Se Hwa pura-pura tidur. Dia membiarkan perutnya merasa sedikit lapar karena malas beranjak dari pembaringannya. Sesekali dia kembali memejamkan mata, tapi tak lama kemudian dia kembali membukanya, lalu melamunkan Jeong Guk. Setelah bosan dengan hal itu, Se Hwa pun memilih beranjak bangun. Dia memanggil pelayan untuk memberihkan kamarnya dan menyiapkan permandian untuknya. Pelayan melayaninya dengan sangat baik. Sayang sekali Naya tak ikut ke istana itu. Nyonya Hwang meminta Naya untuk tetap tinggal di kediaman keluarga Hwang. Se Hwa berendam di air cukup lama, setelahnya dia berdandan, kemudian jalan-jalan keliling istana. Ini pertama kalinya dia jalan-jalan keliling istana sebagai seorang selir. Jika dulu, Se Hwa terbiasa keliling istana sebagai jendral, dia tak bisa benar-benar menikmati keindahan istana itu. Se Hwa tertegun menatap sungai tempat lokasi drama-drama Korea diadakan. Dia tersenyum geli ketika memikirkan Park Seo Jun beradu peran di sana. Ketika menjadi seorang cendekiawan, pria itu terlihat sangat tampan. Tapi, jadi apa pun dia, tetap saja terlihat tampan. Se Hwa melewati jembatan dan berdiri di sana. Dalam sejarahnya, Raja Ceoljeong memiliki istri bernama Seo Yeon, apakah itu artinya Seo Yeon si siluman ikan akan benar-benar jadi istrinya? Atau dia akan mempunya istri Seo Yeon yang lain? Yang pasti Se Hwa tahu kalau tak ada nama Se Hwa di buku sejarah. Itu artinya dia akan tersingkir. Entah tersingkir dengan cara yang wajar, atau mati di tiang gantungan. Dia sendiri tak bisa menebaknya. Beberapa pelayan menarik atenis Se Hwa. Mereka semua tengah membersihkan kolam dari pohon lotus yang busuk. "Di masa depan, lotus-lotus ini menghilang ke mana?" Wanita itu bergumam, lalu tersenyum karena pikiran konyolnya. Se Hwa pun mendekati pelayan-pelayan itu. "Apa yang kalian lakukan di sana? Mau dibawa kemana tumbuhan itu?" Salah satu palayan membungkuk hormat sebelum menjawab. "Yang Mulia Permaisuri meminta kami untuk membersihkan kolam ini, Yang Mulia. Beliau tak ingin tempat itu menjadi tempat bersembunyi ular-ular air." "Ular air." "Benar, Yang Mulia. Kata Yang Mulia Permaisuri sekarang kolam air itu sudah dipenuhi oleh ular-ular mematikan." "Ular ... lalu apa kalian sudah menemukannya?" "Tidak ada, Yang Mulia." "Aneh, satu pun?" "Iya, Yang Mulia." Se Hwa terdiam. Jika tempat itu memang jadi sarang ular, bukankah paling tidak mereka bisa menemukannya satu saja. Namun, kenyataannya, mereka tak menemukannya sama sekali. "Apa yang terjadi? Bagaimana bisa ular-ular itu menghilang." Se Hwa bergumam pelan. Tiba-tiba dia ingat kepada Jung Jiang. "Apa orang itu masih hidup? Jika iya, maka akan mudah baginya mengusir ular-ular itu dari sana. Tapi, di mana orang itu dan siapa yang mempekerjakannya?" Se Hwa bergumam. Wanita itu menekati kolam tempat para pekerja memangkas lotus yang memenuhi kolam. Dia memungut biji lotus dan tak menghiraukan larangan pelayan yang bersamanya. "Se Hwa ...." Seseorang memanggil membuat Se Hwa menoleh. Min Ju datang dengan sedikit tergesa-gesa. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu. "Aku hanya jalan-jalan, lalu mereka mengatakan kalau kolam ini harus dibersihkan karena Yang Mulia Permaisuri berkata demikian." "Jadi, kau sudah tau alasan kenapa tempat ini harus dibersihkan?" "Iya," ucap Se Hwa. "Kalau begitu menjauhlah. Bagaimana jika ular-ular itu menyerangmu." "Tapi, mereka bilang di sana tak ada ular sama sekali. Mereka seakan-akan sudah tau kalau tempat tinggalnya akan digusur. "Mereka semua punya naluri hewan, Se Hwa. Mereka lebih peja dari kita." "Tapi ...." "Sudah. Ayo, kita pergi dari sini. Aku tau kau ingin menyelidiki kasus kematian ayahmu, tapi berhati-hatilah. Di istana ini, kau tak tau mana musuh dan mana lawan. Apa kau mengerti." "Iya, aku sangat paham dengan semua itu." Se Hwa pun menjauhi tepian kolam. Langkahnya diikuti oleh Min Ju. "Lalu, apa yang kau lakukan di sini? Kau ada perlu denganku?" Min Ju terdiam sejenak, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Se Hwa dan dia menutupi bibirnya dengan tangan sebelum berbisik. Se Hwa menolehnya dengan terkejut. "Kau serius?" tanyanya kemudian. Min Ju mengangguk dengan penuh keyakinan. "Aku sudah menyelidikinya dan menemukan kandungan racun sejenis yang menimbulkan ruam dan gatal-gatal." "Lalu, apa kau sudah menangkap pembuatnya dan mengiterogasinya tentang siapa yang memberinya perintah membuat racun itu?" Raut wajah Min Ju berubah kecewa. Dia menggeleng lemah. "b******n sialan itu bunuh diri saat aku berhasil mendesaknya dan menangkapnya." "Ah ... sial!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD