DI dalam bilik toilet, kepanikan yang Rezel rasakan sudah melebihi dari apapun. Ia tidak merasa sepanik, segelisah, dan setakut seperti keadaanya sekarang. Napas Rezel memburu kencang, ia bingung harus melakukan apa. Vigo sudah pulang, beberapa kali pun ia mencoba mendobrak pintu dengan kekuatan kecilnya, namun tentu saja tidak berhasil. Pintu toilet itu di kunci dari luar. Rezel hampir nangis rasanya, pelupuk matanya sudah terasa berat oleh genangan air mata. Cewek itu terduduk di lantai, memeluk dirinya dengan handuk kecil milik Vigo yang berada didekapannya. Ruangan kecil ini terasa begitu pengap, baunya sungguh menusuk indera penciuman hingga beberapa kali Rezel memaksakan diri untuk muntah. Kesan horor juga cewek itu rasakan, dari lampu yang berkedip-kedip, sampai keran yang tiba-