BAB 5

1436 Words
Jam baru menunjukan pukul delapan pagi dan laki-laki itu sudah sampai di rumah Vanya. Ya, dia hanya ingin lebih dekat dengan tunangannya itu. Ah, rasanya senang menyebut Vanya adalah tunangannya. Apalagi sebentar lagi pernikahan akan dilangsungkan. Dia sangat bahagia dengan itu semua. Belum sempat mengetuk pintu, tiba-tiba pintunya terbuka. Siapa lagi kalau bukan mama Jihan yang membukanya? Jam delapan pagi kan waktunya mama Jihan menyiram bunga. "Loh? Aland?" Jihan terkejut karena calon mantunya sudah sampai rumahnya pagi-pagi seperti ini. "Pagi, Tante," sapa Aland. "Mau nyari Vanya?" tanya mama Jihan. "Iya, Tante. Saya ingin lebih dekat mengenal Vanya sebelum pernikahan dilangsungkan," jelas Aland. "Oh begitu, kalau weekend seperti ini anak Tante masih molor tuh, Land. Maaf ya, Tante mau nyiram bunga. Soalnya sudah males bangunin anak gadis yang kayak kebo itu," ungkap mama Jihan malah curhat dengan calon menantunya. "Terus, Vanya gimana, Tan?" tanya Aland, dia nggak mungkin nerobos masuk kamar anak gadis, ‘kan? haduh calon mertuanya itu membuatnya bingung. "Udah, bangunin kamu aja. Pokoknya naik ke lantai dua. Nah, kamar Vanya pintunya yang warnanya putih," kata mama Jihan. Setelah memperoleh izin dari calon mertuanya, dia langsung menuju kamar tunangannya. Haha, rejeki nomplok, ‘kan? Pagi-pagi lihat bidadari bangun tidur. Sampai di sana, Aland langsung membuka pintu kamar gadisnya karena nggak terkunci. Setelah membukanya, dia langsung melihat Vanya yang masih nyaman bergelung di dalam selimutnya. 'Cantik banget kamu sih, Sayang. Tidur aja masih cakep gini,' puji Aland dalam hati. Tanpa menunggu lebih lama lagi, akhirnya Aland langsung membangunkan Vanya. "Bangun," ucap Aland masih dengan suara dinginnya itu. "Lima menit lagi, Ma," elak Vanya masih memejamkan matanya. "Bangun, sekarang!" kata Aland lebih keras. Gadisnya sangat lucu kalau tidur seperti ini, membuatnya sangat gemas. Vanya langsung terbangun dari tidurnya, dia sangat terkejut mendengar suara Aland di pagi hari seperti ini. Biasanya kan Mamanya yang membangunkannya, dan saat mendengar suara laki-laki yang bukan keluarganya, dia langsung terkejut. "Hah? Om ngapain di sini?!" bentak Vanya, gadis itu mengeratkan selimut di dádanya. Saat tidur dia hanya memakai tank top dan celana pendek. Makanya dia langsung menutupi badannya dengan selimut. "Mandi, kita jalan," titah Aland. Laki-laki itu selalu saja bertingkah bossy, kadang membuat Vanya jengkel karena sikapnya yang suka memerintah. "Jalan ngapain sih, Om? Ngomong tuh jangan singkat-singkat! Aku nggak paham," omel Vanya, tunangannya yang gemas langsung mengecup bibir Vanya sekilas. Laki-laki di hadapannya ini berhasil mencuri ciuman pertamanya. "Om mesummmmm! Bibir gue udah nggak suci lagi!!" teriak Vanya, tapi Aland malah tertawa dan meninggalkan Vanya di kamarnya. Menggoda tunangannya akan menjadi hobi barunya, dan itu sangat menyenangkan. Sebelum menutup pintu, Aland berkata, "Dalam lima menit semuanya harus siap. Kalau tidak, nantikan saja ciuman kedua," ancaman Aland membuat Vanya merinding. "Ya ampunnnn! m***m sekali tuh Om-om, bibir gue? Ya ampun!" hardik Vanya, dia masih saja memikirkan bibirnya yang sudah nggak suci lagi karena ulah tunangannya yang tiba-tiba menciumnya. Karena mengingat ancaman dari tunangannya, dia langsung bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Dia nggak mau ada ciuman kedua sebelum ada kata sah diantara mereka, tapi kalau ada khilaf diantara mereka, ya, itu beda lagi ceritanya. ✧✧✧ Aland melihat penampilan santai Vanya, rasanya dia ingin marah karena Vanya menggunakan hot pants-nya itu. "Vanya, celananya pendek amat kamu," tegur Jihan. "Udahlah Ma, males ganti lagi," tolak Vanya, lalu berbalik menghadap Aland, "Ayo, Om." Gadis itu lagi-lagi memanggil tunangannya dengan panggilan ‘Om’ "Ya ampun, Vanya!! Aland tuh calon suami kamu, bukan Om kamu!" Jihan marah kepada Vanya karena anaknya yang nggak sopan itu. "Mama, jangan teriak-teriak mulu ah, ntar darah tinggi loh, see you Mam." Vanya langsung menarik tangan Aland agar segera keluar dari rumah ini, sebelum mamanya memarahinya lagi. Mama Jihan mengelus dádanya karena perlakuan anaknya itu, perasaan dia nggak pernah mengajarkan anaknya tingkah laku macam ini. "Aland, tolong jaga Vanya, ya?" pesan Jihan kepada calon menantunya. ✧✧✧ Pagi ini Aland mengajak Vanya ke taman untuk membeli bubur ayam. Niatnya tadi mau sekalian lari pagi, tapi semuanya gagal karena sang tuan putri masih tidur dalam ranjang kebesarannya itu. "Mau kemana sih, Om?" tanya Vanya heran. Pagi-pagi udah ganggu tidurnya, eh diajak jalan tanpa kejelasan mau kemana. "Sarapan," ucap Aland singkat, padat, dan jelas. "Aku baru inget, Mama kok gak marah sama aku? Kan aku melewatkan sarapan?" Vanya mulai berfikir dengan sikap aneh mamanya itu, padahal biasanya bakalan mencak-mencak kalau masakannya nggak dimakan. Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di taman komplek. Aland lansung berjalan menuju penjual bubur langganannya. Vanya menabrak punggung tunangannya yang keras, siapa suruh berjalan di belakang tunangannya dengan kepala menunduk. Kalau Aland berhenti kan jadinya menabrak. Dasar Vanya kelakuannya memang aneh. "Aduh!" pekik Vanya saat menabrak punggung Aland yang keras. "Kamu bukan pengawalku! Kenapa berjalan di belakang?" Aland terlihat sangat cuek, padahal aslinya dia menyembunyikan perasaan senangnya. Aland langsung menggandeng Vanya sehingga gadis itu berjalan tepat di sampingnya. "Om udah biasa kesini, ya?" tanya Vanya basa-basi. "Iya," jawab Aland singkat. "Ih kesel!! kenapa singkat mulu jawabnya?!" rutuk Vanya kesal, gadis ini nggak suka kalau lawan bicaranya itu ngomongnya singkat dan terlihat cuek seperti ini. Dia kan tipenya heboh, jadi kalau bicara sama orang pendiem nggak seru dan cepat membuatnya bosan. "Ayo!" Lagi-lagi Aland tak menghiraukan Vanya, mereka langsung memesan bubur dan mulai sarapan bersama. Vanya sangat terkejut karena bubur yang dimakannya ternyata rasanya sangat enak, pantas saja sangat rame di sini. Dia bakalan memasukkan tempat ini di list penjual bubur enak kesukaaannya nanti. Setelah selesai mengisi perut, laki-laki itu langsung mengajak tunangannya pergi ke mall. Dia ingin jalan-jalan bersama dengan gadisnya. Sesampainya di sana, Aland langsung melepaskan jaketnya dan diberikan kepada tunangannya. Dia nggak mungkin membiarkan gadisnya wara-wiri di Mall dengan pakaian kurang bahan seperti ini, nggak akan rela jika nanti banyak pasang mata yang melihat kaki jenjang Vanya itu. "Buat apa?" tanya Vanya bingung. "Tutupin tuh paha kamu, aku nggak suka itu dilihat banyak orang," ucap Aland, dia mulai posesif dengan segala sesuatu yang sudah menjadi miliknya. "Nggak, ah! Gerah tau," Vanya menolak perintah dari tunangannya itu, kalau langsung nurut bukan Vanya namanya. "Tutupin pakai ini, atau pulang?" ancam Aland mulai kesal. "Ih ngeselin! Ini tuh style, kamu sih yang udah tua," cibir Vanya mulai kesal dengan laki-laki di hadapannya ini. "Terserah kamu!" Laki-laki itu langsung keluar dari mobil, dia sudah kesal menghadapi gadisnya yang keras kepala. "Ih, kesel!!" sungut Vanya, tapi dia tetap melakukan yang diperintahkan Aland. Vanya berlari menyusul Aland masuk ke dalam mall. Banyak barang promo, membuat jiwa hedon Vanya meronta-ronta ingin memborong semuanya. "Ih kesel, semuanya lagi diskon!" Vanya mulai kesal dengan dirinya sendiri. Dia ingin belanja, tapi pasti uangnya kurang. Makanya sekarang dia menjadi kesal. "Kamu pengen beli apa?" tanya Aland tiba-tiba. "Pengen shopping, tapi lagi nggak punya uang. Sayang banget, padahal lagi promo," ungkap Vanya. "Ya udah, belanja aja. Aku yang bayar," ujar Aland. Vanya terkejut dengan perkataan Aland, Dia masih belum percaya dengan calon suaminya itu. "Beneran, Om?" tanya Vanya dengan matanya yang berbinar-binar. "Iya, tapi ada syaratnya," imbuh Aland, dia nggak akan cuma-cuma memberikan itu semua. "Apa?" Vanya mulai penasaran dengan syarat yang diajukan oleh tunangannya itu. kalau syaratnya mudah, oke ajalah. Demi barang kesukaannya itu, dia nggak boleh melewatkan kesempatan. "Jangan panggil aku Om!" Aland mulai mengajukan syaratnya. "Okee gampang, yukk belanja," ajak Vanya. Kesempatan ini nggak akan disia-siakannya. Kapan lagi belanja gratis. 'Aha, aku ada ide! Jadi cewek matre aja, biar Aland jijik sama aku,' pikir Vanya. Dia langsung memborong barang yang pengen dibeli. Apa yang dilihatnya, dia beli, ‘Ah, ini mah surga dunia!’ batinnya. "Aku beli make-up sekalian, boleh? Aku pengen itu dari dulu, tapi uangnya nggak cukup," kata Vanya, dan Aland menganggukkan kepalanya. Bagi Aland kebahagiaan gadisnya adalah segalanya. "Makasih ya, Mas," ucap Vanya, dia tertawa licik dalam hati. "Mas?" tanya Aland menyembunyikan rasa senangnya. "Iya, emang mau dipanggil apa? Sayang? Daddy? Papi?" Vanya memang ngeselin banget ‘kan jadi orang. "Nggak, itu udah cukup. Ayo, kamu pengen apa lagi?" tanya Aland. Vanya menggandeng Aland ke sana kemari, bahkan dia nggak sadar bisa sedekat ini dengan Aland. Aland tentu saja sangat senang karena dia bisa sangat dekat dengan Vanya. Melihat senyuman Vanya, membuat hatinya menghangat. ✧✧✧ Aland membawa kantong belanjaan Vanya, tangan kanan dan kirinya penuh dengan tas belanjaan Vanya. Lihat sekarang, gadis itu merengek minta pulang karena kecapekan keliling Mall untuk berbelanja. "Mau makan?" tawar Aland, tapi Vanya menggelengkan kepalanya tanda menolak untuk pergi makan. "Mau pulang, capek aku. Mas, maaf ya. Aku belanja banyak banget. Kamu nggak marah sama aku, ‘kan?" tanya Vanya. Padahal dia yang berencana menjadi matre, tapi dia sendiri yang menyesal melakukan itu semua. "Nggak apa-apa." "Makasih," ucap Vanya pada Aland. Ternyata Aland sangat baik, nggak seperti cover-nya yang seperti killer itu bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD