Part 9

1946 Words
  Dua hari di rawat di rumah sakit akhirnya Jennie sudah boleh pulang dan setelah berpamitan dengan dokter dan perawat yang telah mengurusnya mereka berjalan menuju parkiran, Joshua membawa tas pakaian Jennie. Saat hendak menyalahkan motornya tiba-tiba saja ponsel Joshua berdering menandakan ada panggilan yang masuk, Jennie menatapnya sinis kemudian mengalihkan wajahnya dengan malas, Ia sudah tahu kalau yang menelpon adalah Sena.   " Halo, Ada apa menelpon.? " Tanya Joshua terdengar pelan namun sangat menjijikan di telinga Jennie.   " Sekarang? Tapi aku harus mengantar Jennie kembali ke apartemen, Baiklah.., Aku mengerti. " setelah Joshua mengakhiri panggilannya, Jennie kembali melirik Joshua dengan tatapan tajam, perasaanya sudah tidak enak mendengar ucapan Joshua yang terdengar akan menemui Sena dari pada mengantarnya pulang.   " Jennie " ucap Joshua menggantung ucapannya.   " Aku tahu, Kau pasti akan pergi menemui Sena dari pada mengantarku pulang kan?" Sambung Jennie cepat.   " Aku minta maaf, aku tidak bisa mengantarmu pulang ke apartemen, Sena terjatuh di apartemennya dan dia membutuhkan seseorang untuk membawanya ke rumah sakit. " Jelas Joshua.   Jennie meraih tasnya dan bergegas memanggil taksi, Merasa tidak enak dengan Jennie yang terlihat kesal Joshua ikut memberhentikan taksi untuknya, dan saat taksi datang dan Jennie sudah duduk di dalam, Joshua pun meminta pada supir taksi untuk mengantar Jennie ke Horizon Condominium E 31th St yang di mana adalah alamat tempat mereka tinggal.   " Hati-hati, Hubungi aku kalau kau sudah sampai apartemen." lontar Joshua namun tak di respon oleh Jennie   " Lebay sekali, Padahal dia bisa memanggil ambulans dari pada menelpon Joshua. " Gumam Jennie benar-benar kesal.                                                    ♕     Jennie tiba di apartemen dengan perasaan dongkol setelah di tinggalkan oleh Joshua, gadis itu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa sambil mendengus sebal kemudian ia melirik ponselnya setelah memunculkan notifikasi pesan baru yang masuk.   Joshua nampaknya mengirimkan pesan untuk Jennie yang berbunyi.   " Apa kau sudah sampai di apartemen dengan selamat.? " Tulis Joshua pada pesan tersebut.   Tapi sayang pesan dari Joshua tidak membuat mood Jennie lebih baik sebaliknya ia menghiraukan untuk membalasnya dan memilih untuk masuk ke dalam kamarnya.   Di tempat lain, Joshua yang masih Setia menunggu balasan dari Jennie kini terpaksa untuk menyimpan ponselnya kembali setelah Sena meminta Joshua untuk mengambilkannya air minum. Joshua dengan patuh beranjak dari tempatnya dan bergegas mengambilkan Sena air minum.   Kembalinya dari dapur, Joshua meminta Sena untuk ikut ke rumah sakit agar kakinya yang terkilir dapat di obati dengan baik, tapi sayangnya Sena menolak dan meminta Joshua untuk tetap menemaninya selama ia terkilir.   " Tapi aku tidak bisa berada di sini terus menerus, kau sendiri tahu kan kalau Jennie juga baru keluar dari rumah sakit, dia masih perlu membutuhkanku di sana. " Jelas Joshua.   " Lebih penting aku atau Jennie.? " Sahut Sena dengan tatapan dingin.   Joshua tampak kesulitan menjawabnya, ia mengalihkan pandangan menandakan pertanyaan Sena benar-benar sulit untuk di jawabnya.   " Kenapa kau terlihat sangat sulit untuk menjawabnya.?" Tanya Sena kemudian.   " Baiklah, aku akan tinggal di sini untuk beberapa hari, " Jawab Joshua sukses membuat Sena tersenyum senang.                                                      ♛     Malam harinya Jennie menunggu kedatangan Joshua di ruang makan, ia bahkan sudah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua makan, walaupun Jennie masih kesal dengan Joshua karena lebih memilih Sena ia mencoba untuk tetap sabar dan mencoba mencuci otak Joshua agar terlepas dari Sena dengan cara yang sedikit lembut.   Anehnya sampai saat ini Joshua belum juga pulang, ia mencoba melirik ponselnya dan belum ada pesan dari Joshua, terpaksa Jennie mencoba untuk menghubungi pria itu, dan.   " Halo.., kau di mana? Aku sudah membuatkan makanan untukmu, cepatlah pulang atau, "   " Joshua tidak pulang malam ini. " Sahut seseorang berhasil membuat Jennie membeku di tempat.   " Sena? Di mana Joshua? Kenapa bukan Joshua yang menjawab telepon ku.? " Sambung Jennie kesal.   " Joshua sedang tidur, malam ini dia akan tinggal di rumahku. " Ucap Sena lagi.   " Bangunkan dia dan suruh pulang sekarang juga.!! "   Sena mengakhiri panggilan secara sepihak dan membuat emosi Jennie meluap-luap, untuk pertama kalinya dan tiga tahun terakhir ini Joshua mencoba melanggar peraturan yang mereka buat berdua di mana salah satu dari mereka tidak boleh menginap di luar apartemen terutama bermalam bersama pacar, hal ini tentu membuat Jennie semakin marah terlebih lagi Joshua sama sekali tidak membicarakan masalah ini dan asal tidur di rumah Sena.   " Awas saja besok pagi kau tidak pulang, aku tidak akan memaafkan mu. " Gumam Jennie sambil menggenggam erat ponsel yang ia pegang.                                                     ♛   Pagi ini Jennie masih kesal setelah ia bangun dan tidak mendapati Joshua di kamarnya, bahkan pesan penjelasan pun tidak ada darinya sehingga membuat gadis itu mendengus sebal. Ia menutup pintu kamar Joshua dengan keras seraya melangkah menuju dapur, yang tadinya Jennie berniat untuk memasak mendadak malas, ia tak peduli jika Joshua pulang nanti di rumah tidak ada makanan.   Karena hari ini ada jadwal kuliah, Jennie harus bersiap-siap setelah menuangkan air ke dalam gelas dan meneguknya secara perlahan tiba-tiba saja pintu terkuak dan memunculkan sosok Joshua yang dengan tampang polosnya melirik ke arah Jennie.   " Kenapa kau tidak membalas pesan dariku semalam.? " Tanya Joshua seketika membuat tawa kecil Jennie terdengar.   " Yang seharunya bertanya seperti itu bukannya aku? Kau dari mana saja? Kenapa semalam yang menjawab teleponku Sena dan bukan kamu.? " lontar Jennie ketus.   " Semalam aku menginap di rumah Sena karena kakinya terkilir, aku sudah mengirim pesan semalam kalau aku akan tinggal di sana. " Jelas Joshua.   " Lupakan saja, aku buru-buru harus ke kampus. " lanjut Jennie yang terasa sudah malas meladeni Joshua.   " Kau mau ku antar.? "   " Tidak. "   Joshua hanya terdiam menatap pintu kamar Jennie yang sudah tertutup, melihat sikap Jennie barusan rasanya Joshua mulai merasa tidak enak, ia tahu dirinya sudah melanggar perjanjian mereka tapi kali ini perjanjian itu harus di langgar karena suatu alasan.                                                   ♕     Seorang wanita dengan tampilan yang cukup nyentrik baru saja memberikan tenggat waktu bagi mahasiswa jurusan Fashion Designer untuk segera membuat proyek awal semester, selain itu dosen mereka menekankan untuk mencari model pria yang good looking sebagai penunjang nilai tertinggi dan hal ini mengharuskan semua mahasiswa jurusan itu harus mencari model yang dapat membantu mereka mendapatkan nilai tinggi. Mendengar hal itu Jennie merasa frustasi ia harus mecari model untuk membuat proyeknya dan kali ini dia tidak akan memakai Joshua lagi, Memikirkannya kembali berhubungan bersama Sena saja sudah membuatnya kesal apalagi harus mengajaknya kerja  di proyek ini.   " Jennie.. Jennie..." sahut Edith sukses membuat gadis itu terkejut.   " Hah? Kenapa. ? " Balasnya kaget.   " Kelas sudah bubar, Aku mau ketemu sama calon modelku, temenin aku yah. " Pinta Edith dengan sangat.   " Kau sudah punya model? Apa itu artinya kau sudah tahu soal tugas ini.? " Tanya Jennie melongo heran.   " Aku baru tahu, tapi aku sudah punya calon modelnya, jadi temani aku menemuinya ya.! "   " Baiklah, tapi kau harus bantu aku cari model juga dong. "   " Tumben? Kan ada Joshua, dengan menjadikan Joshua sebagai model mu bukannya kau akan mendapatkan nilai tertinggi di kelas.?"   " Aku malas melihat wajahnya yang bodoh itu, Aku ingin sesekali wajah yang cool dan menggemaskan secara bersamaan, Tubuhnya tidak perlu kekar yang penting enak di pandang, ada enggak.? " Ucap Jennie mendapat tatapan malas dari sahabatnya itu.   " Kamu ke Korea saja terus cari idol yang sesuai dengan keinginan kamu itu, udah yuk jangan kebanyakan menghayal, Joshua adalah pilihan terbaik." Ajak Edith kemudian di susul oleh Jennie yang memasang wajah kecutnya.                                                    ♕     Jennie dan Edith tiba di jurusan Desain Komunikasi Visual yang di mana gedungnya bersebelahan dengan gedung mereka, Salah satu teman Edith yang bernama Leon merupakan mahasiswa jurusan Komunikasi desain dan Edith sudah janjian pada pria itu untuk di jadikan model proyek awal mata kuliah desain semester ini. Selang beberapa saat dua orang pria muncul dan sontak membuat Jennie terfokus pada salah satu pria itu. Pria dengan wajah yang dingin dan terkesan maskulin, rambut yang berwarna silver blonde sangat cocok dengan visualnya.   " Hey ,Jadi apa yang bisa ku bantu tentang proyek kuliah mu ini.? " Tanya Leon ketika sudah tiba di hadapan Jennie dan Edith.   " Aku cuma mau mengukur tubuh kamu buat di jadikan busana pria yang akan ku praktekkan, selaij itu aku juga membutuhkanmu menjadi model busana ku, Bisa kan.? " Balas Edith dengan penuh harap.   " Tentu saja, Kapan.?" Tanya Leon sigap.   " Sekarang gimana.?" Seru Edith dengan kedua mata yang berbinar.   " Ya udah kalau gitu kita pindah ke aula gedung. " Ajak Leon.   Mereka berempat segera menuju aula fakultas seni untuk mengambil ukuran badan Leon, Selagi Edith dan Leon mengukur, Terdapat dua pasangan lain yang saling diam tanpa menegur atau bahkan melirik satu sama lain, Sejak tadi Pria yang datang bersama Leon terlihat sangat dingin dan tidak banyak bicara membuat Jennie takut untuk sekedar menyapanya.   " Dia cocok untuk menjadi model ku, Tapi apa dia mau kalau aku meminta nya? Apa yang harus kulakukan supaya bisa bicara dengannya, kenapa aku mendadak bisu seperti ini sih." Benak Jennie mendengus pelan.   " Sebaiknya aku memperkenalkan diri, Siapa tahu dia orang yang ramah dan siapa tahu juga di bisa menjadi model ku. " Benak Jennie lagi dan mulai melirik Pria yang duduk di sebelahnya.   " A... "   " Jennie.., Ayo pulang, aku sudah selesai.! " Sahut Edith tepat ketika Jennie hendak menyapa pria itu.   Jennie melirik Edith dengan tatapan tajam yang membuat gadis itu tak mengerti dengan tatapannya, Jennie tak habis pikir kalau Edith akan secepat itu mengukur tubuh Leon, Pria yang duduk di sebelah Jennie pun sudah bangkit dan meninggalkannya bahkan tanpa sepatah kata pun. Hilanglah harapan Jennie untuk membuat pria itu menjadi modelnya.                                                   ♕     Jennie baru saja menyelesaikan desain busana dari pakaian pria yang akan ia buat, namun sayang dia belum menemukan model yang cocok untuk pakaiannya itu, Sejenak Jennie teringat dengan pria dingin saat menemani Edith mengukur dan bayang-bayang pria itu terus membuat Jennie berharap dia bisa menjadi model nya. Jika seperti ini terus Jennie merasa harus mengalahkan gengsinya untuk mencari tahu soal pria itu, Jennie meraih ponselnya dan langsung menghubungi Edith.   " Halo Edith, aku bisa minta nomor ponsel model mu tidak.? "   " Untuk apa? Jangan-jangan untuk kau jadikan taruhan lagi dengan Joshua.? "   " Ih apaan sih, bukan lah, aku sudah tidak memikirkan soal itu lagi, Sebenarnya aku bukan butuh nomor dia tapi nomor pria yang bersamanya tadi."   " Jaden? "   " Kamu kenal? "   " Tentu saja, Jaden itu sahabatnya Leon, Aku punya nomornya. "   " Kirim sekarang yah." Pinta Jennie sangat antusias.   Dalam hitungan detik Edith sudah mengirimkan nomor pria yang bernama Jaden itu dan entah kenapa Jennie merasa sangat gugup, Tidak biasanya ia merasa seperti ini bahkan setelah kemarin terlatih sok akrab dengan pria membuatnya tidak bisa melakukannya kepada Jaden.   " Oke Jennie kau harus tenangkan dirimu, Pura-pura salah nomor tidak ada salahnya kan." Gumam Jennie mulai menyimpan kontak Jaden dan membuka akun w******p nya.   Baru saja Jennie hendak mengirimkan pesan pada Jaden, Tiba-tiba saja Joshua masuk dengan wajah polosnya sambil mengeluh lapar, Melihat hal itu Jennie hanya melirik Joshua sekilas masih dengan kekesalan yang terjadi akhir-akhir ini.   " Ayolah Jen, Sampai kapan kau harus marah padaku hanya karena aku balikan dengan Sena.? " Sahut Joshua.   " Keluar, Jangan mengganggu." Ketus Jennie.   Joshua menghampiri Jennie dan melihat desain busana yang ia buat, Sebagai mahasiswa jurusan fashion tentu Joshua tahu betul kalau saat ini Jennie sedang membutuhkan model sehingga membuatnya langsung menawarkan diri.   " Kamu pasti membutuhkan model kan, aku bisa menjadi modelmu. " Ucap Joshua penuh percaya diri.   " Tidak perlu aku sudah punya, Keluar sana.!" Ketus Jennie.   " Siapa? " Tanya Joshua penasaran.   " Bukan urusanmu. " Jennie bangkit dari kursinya kemudian mendorong tubuh Joshua sampai ke depan pintu kamarnya.   " Jangan urusi urusanku lagi. " Ucap Jennie menekankan kalimatnya.   Suara pintu yang tertutup cukup keras sukses membuat Joshua kaget, Ia menatap pintu kamar Jennie dengan berbagai macam pikiran yang sedang mengganggunya saat ini.          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD