Ada Apa Dengan Nira?

920 Words
"Banyak sekali dagingnya, Nir. Berapa kilo dikasih Mang Kardi tadi?" tanyaku sembari menatap punggung Nira yang sedang menunduk di pintu kulkas, memasukkan potongan daging yang sudah dicincang kecil-kecil dan dibersihkan ke dalam freezer. Tanpa membalikkan tubuhnya, Nira menyahut. "Nggak tau, Mas. Tadi dikasih yang masih potongan besar. Kalau ditimbang mungkin ada sepuluh kiloan," ucapnya singkat sembari menata baskom dalam freezer. Aku hanya ber-oh panjang sembari mengamati gerakan istriku yang begitu cekatan menyusun kotak-kotak tempat menyimpan daging itu dalam kulkas. Namun, tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang tidak biasa. Benda lurus dan tipis berwarna hitam berukuran panjang terselip di antara potongan daging. Menarik perhatianku. Cepat kutahan gerakan tangan Nira, lalu menarik benda itu seketika dan menatapnya ingin tahu. Rambut? Punya siapa? Kok bisa ada dalam tumpukan daging ini? "Rambut siapa ini, Nir?" tanyaku dengan suara tercekat. Bagaimana bisa benda ini berada dalam tumpukan daging rusa itu? "Mana?" Nira mengamati rambut di tanganku sekilas lalu menyahut pelan, "rambutku, Mas. Biasa, rontok. Buang saja." Meski masih merasa heran tetapi melihat sikap datar dan tenang Nira, aku pun menurut saja. Mencampakkan rambut itu ke tong sampah dekat kulkas lalu menutup percakapan dengan istriku itu dan kembali masuk ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, kembali kuambil ponsel lalu mengecek w******p Intan. Tapi meski sudah hampir setengah harian berlalu sejak percakapan kami terakhir siang tadi, aplikasi hijau milik perempuan itu belum aktiv juga. Ke mana sebenarnya gerangan wanita itu berada? Kali ini benakku mulai tak tenang. Hatiku mulai tak enak. Rasa khawatir menyelusup masuk ke dalam d**a. Takut ada sesuatu yang buruk menimpa wanita yang telah merenggut hampir seluruh rasa cinta dalam hatiku itu. Aku tak mau Intan kenapa-napa. Kulirik jam di atas dinding kamar. Masih pukul sembilan malam. Belum terlalu larut untuk menemui perempuan itu di kontrakannya. Jadi, kuputuskan untuk pergi saja menemui wanita itu. Tak bisa tenang rasanya jika tak tahu kabar perempuan itu seperti saat ini. "Nir, Mas keluar sebentar ya. Ada perlu," ucapku pamit pada Nira yang sedang asyik menggiling bumbu. Katanya tadi hendak membuat rendang. Mungkin bumbu itu yang sedang dia persiapkan agar pagi-pagi besok tak repot lagi menggiling bumbu. "Mau ke mana, Mas? Bukannya malam tadi sudah lembur?" tanyanya sembari memandangku sekilas. Malam tadi aku memang mengaku lembur supaya bisa tidur di kontrakan Intan. Sayang, siang hari tadi lost kontak dengan wanita itu. "Suntuk di rumah, Nir. Pengen jalan ke rumah Andy, nggak papa kan?" sahutku lagi. Nira diam saja, tapi kemudian menganggukkan kepalanya. "Pergi aja, Mas. Bawa aja kunci serep kalau mau pulang. Kalau nggak, ya nggak papa. Aku capek sekali seharian tadi. Jadi, tolong jangan ganggu tidurku nanti ya." Aku mengangguk setuju. Meraih kunci serep yang tergantung di atas dinding lalu segera keluar rumah, menuju kontrakan Intan. *** Kontrakan berukuran enam kali enam meter yang merupakan bangunan satu-satunya di ujung sebuah gang itu tampak gelap saat aku tiba. Bergegas aku berlari ke arah teras begitu motor sudah terparkir. Rasa khawatir yang melanda hati sedari tadi makin berlipat-lipat saat mendapati rumah Intan tampak tak berpenghuni. Ah, kemana perginya wanita itu sebenarnya? Hati kembali dipenuhi tanda tanya. "Intan ...! Intan ...! Buka pintu ...!" ucapku sembari menggedor daun pintu dengan keras tetapi tak terdengar sahutan sama sekali apalagi bukaan pintu dan pelukan mesra gadis itu seperti biasanya. Intan benar-benar hilang tanpa ada jejaknya. Tak putus asa, aku mencoba menuju bagian samping rumah dan kembali menggedor jendela. Namun, hasilnya sama. Tak ada respon dari Intan sama sekali. Tiba-tiba saat aku tengah dilanda kebingungan dan berpikir apa sebaiknya yang harus kulakukan untuk menemukan Intan, sebuah suara keras terdengar dari arah belakang rumah. Gubrak! Bruk! Bruk! Sebuah suara diikuti kelebat bayangan hitam dan besar tampak melompat dari beranda kecil di belakang kontrakan. Sepertinya orang yang hendak berniat tidak baik melihat kontrakan Intan ini kosong. Usai melompat, tanpa menunggu lama, bayangan hitam itu pun langsung berlari ke arah belakang rumah yang dipenuhi rerumputan liar. Refleks aku mengejar sembari meneriakinya tetapi sosok hitam itu telah menghilang di tengah rimbunan kebun kosong tanpa aku sempat mencegahnya. Aku menghembuskan nafas gundah. Hati makin dipenuhi prasangka tak enak mendapati semua kejadian tak mengenakkan ini. Ke mana sebenarnya Intan pergi dan sosok siapa yang barusan hendak mencongkel paksa jendela rumah ini? Apa sebenarnya yang telah terjadi? Arrgah! Pusing kepala ini memikirkannya. *** Malam ini akhirnya kuputuskan untuk kembali ke rumah. Tak mungkin tidur di kontrakan Intan tanpa gadis itu menemani, apalagi aku juga tak punya kunci cadangan, meski ingin sekali masuk ke kontrakan untuk mencari petunjuk. Jendela rumah ternyata sudah dibuka paksa. Beruntung dilapisi terali hingga walaupun berhasil dibuka, tetap juga sulit untuk bisa masuk ke dalam rumah. Teringat pesan Nira supaya tidak mengganggu tidurnya, dengan kunci serep yang tadi kubawa, aku pun masuk rumah dengan hati-hati, tak ingin mengganggu tidur istriku yang kelihatannya sudah capek bekerja seharian itu. Tapi saat aku masuk kamar, sosok Nira justru tidak kutemukan. Penasaran, aku pun berusaha mencarinya ke sekeliling rumah, tapi nihil. Hanya saja aku menemukan pintu belakang ternyata dalam keadaan terbuka. Ah, siapa yang telah membukanya? Nira? Tapi untuk apa? Dalam keremangan cahaya lampu teras belakang rumah, aku berusaha memindai keberadaan istriku itu dan menemukan di kebun belakang, tak jauh dari rumpun tanaman laos, kulihat Nira tengah sibuk menggali sesuatu di tanah. Bug! Bug! Bug! Benda tajam di tangannya tampak diayun dengan keras hingga menimbulkan suara yang khas saat beradu ke tanah. Sebuah cangkul besar yang tampak ringan di tangannya. Kupicingkan mata dengan penuh tanda tanya. Ah, apa sebenarnya yang sedang dilakukan istriku itu malam-malam begini di kebun belakang dengan cangkul besar di tangannya itu? Tak urung, tanda tanya berseliweran di benakku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD