Sinta POV.
“Sin!!” tegur Rengga saat aku beranjak keluar kelas di jam istirahat tiba.
“Kenapa?” tanyaku.
“Mau ke kantinkan?, bareng gue” ajaknya.
Aku mengangguk.
“Sosot Reng!!” ejek Roland meledek sambil berlalu duluan keluar kelas.
Aku tertawa berdua Rengga.
“Cari Karin dulu sama Queen” kataku celingukan di koridor kelas lalu bersorak menemukan dua teman baruku mendekat.
“Hei Sin!!” sapa Queen ramah merangkul lengan Karin.
“Hai Girls” jawabku.
Aku jadi bergabung dengan dua temanku dan Rengga mengekor.
“Kita mau ngomongin soal seragam cheers barukan ya?” tanya Karin si anak pejabat minyak.
Aku mengangguk karena mereka berdua merangkul lenganku kanan kiri.
“Masa pakai seragam angkatan kemarin, bosen Kar” jawab Queen.
Aku mengangguk. Sampai kantin kami bergabung dengan Clara si ketua cheers dan Putri ketua paduan suara merangkap ketua seksi kesenian OSIS sekolah. Jadi ekskul cheers, paduan suara dan teater itu di bawah nauangan seksi kesenian. Putri tentu kewalahan, karena itu menawari Queen jadi ketua paduan suara. Habis suara Queen keren banget, dan dia itu pengalaman jadi kedua paduan suara di SD dan SMPnya dulu, begitu laporan Karin.
“Hm..warnanya kali kak, harus eyes catching kalo buat tampil sih, biar kelihatan meriah” saranku pada Clara yang memang orang tuanya punya usaha konfeksi besar.
“Mau warna apa?” tanyanya.
Aku diam.
“Gimana kalo kuning pisang dan ungu terong” celetuk Queen.
Karin tertawa.
“Cocok itu, pisang sama terong” ejek Karin.
Yang lain jadi ikutan ngakak, cuma Queen yang terlihat mengerutkan dahi.
“Ya elah bule, pikirin amat, udah lanjut” kata Karin.
Si bule cemberut.
“Bagus sih, matching juga” desisku dan mereka kompak menatapku.
“Wait!!” jedaku lalu mengeluarkan handphoneku untuk mencari foto foto baju seragam cheers ala ala sekolah Amrik sampai ketemu seragam dengan warna yang Queen maksud.
“Nah tuh, lihat!!, baguskan?” komen Queen girang.
Yang lain tertawa.
“BUNGKUS!!!” seru Clara.
Lalu kami bersorak.
Aku gak ngerti kenapa anak anggota cheers yang lain tidak bergabung, mungkin seperti Queen yang segan pada kakak kelas. Kalo Karin tipe yang berani, beda dengan Queen yang pemalu. Aku ya jadi gabung karena Rengga tetanggaan dengan Andi yang jadi pacar Putri. Khusus Queen memang dia penakut. Dia cenderung penurut, apalagi pada Karin. Padahal dia itu pintar sekali. Kadang membantu Putri dan Clara dalam soal pelajaran. Kalo kami sibuk makan atau ngobrol di kantin, dia lebih tertarik mengerjakan soal pelajaran milik Clara dan Putri dengan mode serius. Aku kadang kasihan.
“Biar aja, dia jiper sama Clara sama Putri, senyamannya dia aja Sin, emang otaknya demen belajar. Kalo gue lepas, kasihan di kelas terus” kata Karin kalo aku protes.
Yakan keenakan Putri apa Clara, jadi ngebudakin Queen banget. Tapi kalo Karin sudah ngomong seperti itu ya bisa apa. Karinnya santai ngobrol dengan Clara soal tempat tempat gaul anak Jakarta. Karin tau banyak soal ini.
“Bokap nyokap gue, jarang di rumah, kerja trus, jadi gue sering ikut abang gue nongkrong. Kadang di Kemang, Parkit, Mahakam, Sarinah Thamrin atau di Club” kata Karin menjelaskan.
Kami hanya manggut manggut.
“Queen juga ikutan?” tanya Putri.
Baru si bule meringis.
“Gak boleh sama mamaku kak. Aku gampang sakit kalo begadang gitu” jawabnya.
Baru aku melihat Karin menghela nafas.
“Elo sakit apa Queen?” tanya Clara sambil merangkul bahunya.
Padahal bukan sok akrab, memang kami sudah akrab, tetap aja Queen jengah dengan menatap Karin.
“Bukan sakit parah, cuma fisik dia emang lemah” kata Karin.
Yang lain mengangguk lagi. Aku jadi menatap si bule. Benar orang bilang, kadang fisik bule lebih ringkih dari orang Asia kebanyakan. Walaupun Queen bule keturunan Rusia. Itu yang membuat Karin mengajak Queen bareng terus naik mobilku. Aku sih mengiyakan, lumayan tidak sendirian nyetir.
Karin juga menolak di antar gerombolan laki teman teman Roland yang selalu menjegat kami kalo kebetulan bertemu di parkiran, atau malah menunggu Queen dan Karin pulang ya?, habis ketemu terus. Rengga juga kenal mereka, tapi Rengga tipe yang diam, dan hanya mengawasi.
“Ayo Non, gue antar elo pulang aja” ajak Nino, cowok keceh mendekati bule seperti Queen.
Cowok yang jadi inceran cewek cewek di sekolah, karena memang ganteng banget. Ya aku kalo jadi Nino pasti lebih tertarik mepet Queen yang memang keceh banget juga. Sayang aja, Queen oon dengan laki. Dia mah bisanya merengek minta tolong pada Karin atau pada Omen, lelaki teman sekelasnya juga. Lelaki yang jago taekwondo dan pendiam seperti Rengga.
“Men..Ino tuh, ganggu trus” rengeknya buru buru sembunyi di balik tubuh jangkung Omen.
Nino tetap aja mengejarnya. Karin tidak membantu karena di ganggu juga oleh cowok lain yang jadi teman sekelasnya. Tinggal aku, Rengga dan Roland melihat mereka berdebat.
“Non yaelah…kangen Non, elo main sama anak cheers trus” keluh Nino.
Queen menggeleng.
“Men…” rengeknya lagi jadi memeluk Omen dari belakang dan Omennya terlihat menghela nafas risih.
“KAMPRET!!, berhenti gak!!” bentaknya pada Nino sambil melepaskan diri dari pelukan Queen.
Aku tertawa bersama Roland dan Rengga.
“Centeng risih, di peluk bule” desis Roland.
Aku dan Rengga tertawa.
“Men!!, tuh urusin gesrek!! yang mepet anak juragan minyak. Gue gak nyabulin Noni” sanggah Nino.
Queen merona dan Karin yang bereaksi dengan gantian mendekat pada Omen dan merangkul lengannya.
“MEN!!. Karungin tuh gesrek!!, biar gampang gue bakar” gantian Karin merengek.
Aku tertawa mengikuti cowok yang Karin panggil gesrek.
“Tayang…babang muslim, masa di bakar kaya orang Hindu kalo mati” katanya masih berusaha mendekat.
Karin melotot.
“Muslim sih elo dekat dekat perawan!!, HARAM!! Bukan muhrim!!” bentak Karin dan si cowok terbahak.
“TOBY!!, berenti gak elo berdua!!, gue hajar ya ganggu anak orang trus!!, bawa pulang Sin!!” katanya padaku.
Aku tertawa walaupun Nino dan si Toby nama cowok itu protes.
“Ayo girls kita pulang!!’ ajakku menarik tangan dua temanku yang tertawa mengejek pada Nino dan Toby.
Emang laki, kalo belum dapat, tetap aja ngejar. Gantian dua laki itu menghalangi langkahku dan dua temanku.
“MINGGIR!!” bentakku.
“Ya elah perawan jendral, galak amat” keluh Nino.
“Tau!!, jangan halangin babang dapatin masa depan babang dong” kata Toby.
Aku ngakak berdua Queen dan Karin sudah memperagakan orang muntah.
“Minggir, sebelum gue hajar, panas nih, bule bisa meleleh” kataku lagi.
“Non…tapi pulang ya, jangan ngayap, nanti keceh elo ilang” kata Nino geblek.
Queen sudah merona parah dan aku tertawa.
“Minggir!!!” usir Karin kali ini mendorong tubuh jangkung kedua cowok itu.
Baru mereka berdua setengah berlari ke arah mobilku. Aku tertawa melihat kelakuan kedua temanku yang kerepotan menghadapi dua bujang keceh yang sakit jiwa. Setelah itu aku buru buru menyusul.
“Elo kenapa sih, keceh keceh juga, kenapa pada ogah di antar pulang?” tanyaku setelah menyusul masuk mobilku.
Kalo Karin bergidik, Queen cemberut. Dan aku tertawa sambil membawa mobilku keluar area sekolah, tentu saja dengan Rengga yang seperti biasa mengekor mobilku.
“Enak banget si gesrek dapat pelukan gue, kalo antar gue pulang naik motor” kata Karin jutek.
“Gue juga ogah, tar Nino kepedean, cewek dia banyak” kata Queen.
Aku jadi ngakak. Di saat cewek cewek di sekolah, berharap dapat perhatian tuh genk cowok cowok keceh yang santer aku dengar berhasil mengalahkan genk kakak kelas yang mengajak mereka tarung. Mereka semakin terkenal di sekolah. Terutama Omen yang memang mantan tinggal kelas dan jago tarung taekwondo. Andi dan Rengga juga keceh. Hanya Andi sudah punya pacar Putri, dan Rengga bukan tipe seperti 4 cowok tadi yang suka kumpul bergerombol. Sisanya tidak buat aku tertarik.
“Eh Sin, nih uang untuk beli bensin, sama parkir” kata Queen tiba tiba menyodorkan uang dan Karin mengangguk.
Aku hanya meliriknya sekilas karena sedang nyetir.
“Kita mesti patungan, bensin mahal, walaupun bokap gue udah berjuang banget biar murah” kata Karin.
“Gak usah!!” tolakku.
“Jangan gitu Sin, ini uang dari mama gue, dan Karin juga patungan. Kita temanan tapi harus saling menghargai dan menghormati. Jangan yang lain enak tapi yang lain kebobolan” kata Queen lagi dan Karin mengangguk.
Aku diam lalu aku menepikan mobilku.
“Hei!!, cukup jadi teman gue. Gue bukan nolak kemauan kalian, tapi memang gue gak keberatan kok kalian nebeng. Gue jadi punya teman di banding gue sendirian di mobil. Serius deh, gue gak akan dumel di belakang soal ini” kataku sambil menatap mereka berdua.
Karin menatap Queen yang menghela nafas.
“Kalo kita gantian traktir elo di kantin boleh ya?” tanya Queen.
Aku tersenyum.
“Boleh…walaupun gue lebih senang elo nyanyi” kataku.
Queen tertawa.
“Kalo gue?” tanya Karin.
“Gue suka mulut elo Kar, ceplas ceplos, gue kayanya butuh mulut elo buat ngomel kalo ada orang bangke banget. Bagian hajar gue dah kalo orangnya nyolot” kataku.
Karin ngakak.
“Ada gunanya juga gue cong” kata Karin dan Queen gantian tertawa.
“Udah beres ya urusan ini, gue gak mau ngomongin soal bensin atau saudaranya. Nebeng nebeng aja, sepanjang gue bisa, gue antar elo berdua” kataku sambil menjalankan mobilku lagi.
Mereka berdua bersorak. Memang seru mereka berdua tuh. Dan benaran traktir aku kalo minum atau jajan di kantin, kadang aku nolak, dan gantian. Queen juga jadi sering merengek nyanyi pada Andi yang suka juga dengan suaranya. Di suruh nyanyi apa pun dia tau, musikalitasnya keren kalo Rengga bilang.
“Main gitar Reng!!” kataku.
Kangen dengar Rengga bernyanyi.
“Andi aja, dia jago, lagian selera gue lagu jadul” tolak Rengga.
Queen menatapku yang lesu.
“Ada lagu Anna Muray, yang di nyanyiin Boyzone. You needed Me. Gue bisa nyanyi itu” kata Queen.
Kali ini Rengga tidak menolak dan menerima gitar Kendi. Aku sudah focus menatap Rengga yang memetik gitar, walaupun Karin menatapku.
“I cried a tear, you wiped it dry. I was confused, you cleared my mind. I sold my soul, you bought it back for me. And held me up and gave me dignity. Somehow you needed me…..” Queen mulai bernyanyi saat Rengga mengangguk ke arahnya.
Aku semakin terbius dengan suara Queen yang pelan, lembut tapi deep banget. Aku sampai bersandar pada bahu Karin karena terlampau terhanyut pada suasana yang mendadak hening karena semua yang di kantin mendengarkan Queen bernyanyi. Baru aku duduk tegak lagi saat bagian refrain lagu di nyanyikan Rengga sambil menatapku.
“And I can't believe it's you. I can't believe it's true. I needed you and you were there. And I'll never leave, why should I leave?. I'd be a fool 'cause I finally found someone who really cares “ khas suara Rengga yang berat dan kulenyes sekali.
Dan aku tidak percaya itu kamu. aku tidak percaya itu benar. Aku membutuhkanmu dan kamu ada di sana. Dan aku tidak akan pernah pergi, mengapa aku harus pergi?. Aku akan menjadi bodoh karena akhirnya aku menemukan seseorang yang benar-benar peduli.
Itu arti lirik yang coba aku terjemahkan dalam hatiku. Sampai kemudian Rengga memutuskan tatapannya lalu mengangguk pada Queen lagi untuk melanjutkan nyanyian. Astaga…aku baper.
“Keren!!” cetus Andi memuji setelah Queen selesai bernyanyi.
Rengga tertawa.
“Judulnya salah sih” katanya sambil menyerahkan gitar pada Andi.
“Kok bisa?” tanya Karin dan Queen senyam senyum.
“Kenapa dah?” tanyaku pada Queen yang tiba tiba senyam senyum juga melirikku dan Rengga.
“Harusnya judulnya, I need you, kalo lagu itu buat Sinta sih” jawab Queen.
Aku langsung merona dan suara terbahak terdengar dari yang lain.
“Harusnya lagu when I need you, Rod Stewart, lebih pas lagi” celetuk Andi.
Kalo yang lain tertawa lagi, Rengga yang menatapku.
“Benar gitu Sin?” tanyanya padaku.
Aku terbelalak lalu bangkit.
“Balik kelas ah!!, udah mau bel!!’ jawabku dan mereka tertawa lagi melihatku beranjak.
Bikin malu aku aja sama bujang. Gak tau apa dari kemarin buat aku meleleh trus?.
“Kalo jadi elo, gue gak nolak di baperin Rengga” kata Karin tau tau sudah merangkul lenganku.
“Gue juga, manis ya Rengga” kata Queen juga merangkul lenganku di sisi lain.
Aku tertawa.
“Ada yang baperin gue, malah laki gesrek gak ada akhlak” keluh Karin.
“Sama gue juga. Malah di baperin laki playboy, yang ceweknya ratusan” keluh Queen.
Aku semakin terbahak waktu menemukan cowok cowok yang dua temanku maksud menjegat dua temanku yang buru buru merangkul lenganku
“Eh Tayang….udah makan?” tanya Toby apa Obi ya Karin suka panggil itu juga.
Karin melotot.
“Noni…gak kangen jadiin gue b***k kompeni?” keluh Nino.
Aku jadi ngakak berdua Karin dan Queen merona.
“Ino…minggir…” rengek Queen menarik tanganku menjauh dari dua lelaki itu.
“AWAS MEPET GUE TRUS!!!” ancam Karin waktu si Obi mencoba meraih tangannya.
Aku ngakak lagi saat menoleh dan menemukan Rengga menahan mereka berdua.
“Laki ribet, usaha trus gak ada matinya” omel Karin.
Aku ngakak berdua Queen sampai kami berpisah masuk kelas masing masing. Di pikir pikir, gimana cara hindari tuh dua laki, kalo mereka sekelas. Trus aku juga mikir, kalo Queen dan Karin suka dengan cara Rengga buat aku baper, kenapa aku malah bete ya?.
“Reng!!, kenapa gak suka buat status lagi sih?” tanyaku saat jam bubar sekolah.
Dia tertawa pelan sambil memasukkan bukunya ke tas.
“Gue masih mau punya kepala, nanti elo tembak gue, kalo bikin status lagi” jawabnya.
Aku cengar cengir.
“Buat lagi ya!!, suka kok gue” kataku dan mengabaikan Roland yang pamit pulang lebih dulu.
Dia mengangguk dan aku bersorak.
“Tuh teman teman elo!!, mereka bareng pulangkan?” jeda Rengga.
Aku menoleh dan menemukan Queen dan Karin yang menungguku.
“SIN!!, buruan mumpung laki gila masih pada di kantin!!” ajak Karin setengah menjerit.
Aku tertawa lalu mendekat berdua Rengga.
“Ayo!!” ajakku.
Mereka bersorak lalu sibuk ngomel soal kelakuan bujang yang selalu membuat mereka kesal. Rengga hanya tertawa.
“Bawa santai, laki punya cara sendiri buat kasih perhatian dan rasa perduli” komen Rengga menjeda omelan Queen dan Karin.
“Kenapa gak semanis elo?” tanya Queen yang berjalan di sebelah Rengga.
Dia tertawa.
“Gue penakut!!, apalagi yang gue minat kasih perhatian, perawan jendral. Gokil!!, elo berdua cuma ngomel kalo kesel, lah gue, mesti siap di tembak, kalo perawan jendral ngamuk” kata Rengga dan membuat aku merona.
Teman temanku yang ngakak.
“Cie…cie…sista…” ledek Karin.
Aku jadi ikutan terbahak. Sialan banget Rengga sih. Tapi…dia tetap diam, tidak memenuhi permintaanku soal buat status yang berpotensi membuatku baper lagi. Sampai kemudian Clara mengajak genk borjuis dugem. Itu nama genk kami setelah kami sering nongkrong bareng. Hm…sok ekslusif sekali. Tapi aku biarkan yang penting bisa tetap berteman dengan Queen dan Karin, juga Rengga. Kalo Andi pastinya sibuk dengan Putri pacarnya dan Clara yang memang teman karib Putri.
Rengga yang diam soal rencana dugem walaupun Karin bilang aman, sejauh kami datang hanya untuk menikmati suasana. Queen juga tidak ikutan, selain takut mama papanya tidak kasih izin keluar malam, juga Karin setuju dia gak ikut.
“Mau lo ajak bule, nanti malah sibuk urus bule yang teot karena gak bisa begadang sama ketemu banyak orang?. Dia sih bawaannya panik kalo di dekatin laki yang gak dia kenal” kata Karin waktu aku protes setelah mendrop Queen di rumahnya.
“Lah elo gak takut?” tanyaku.
“Eh, sepanjang kita gak senggol orang di dalam, ya aman Sin” katanya.
Hm…
“Kalo ada yang nyenggol kita?” tanyaku.
“Ya hantemlah, urusan belakangan. Harga diri sista, masa murah amat, kalo kita ada yang injek injek masa diam aja” jawabnya selalu berani.
Aku tertawa.
“Bagian gue kalo itu, bagian elo ngomel aja, okey gak!!” kataku.
Karin bersorak lalu kami berhigh five setelah sampai rumahnya yang besar. Rumah raja minyak.
Rengga yang sepertinya keberatan walaupun Karin bilang, Queen tidak ikut. Aku jadi tidak mau memaksanya.
“Kalo elo gak mau ikut gak masalah Reng, santai aja” kataku tak enak waktu sehari sebelum kami berangkat dugem sesuai rencana Karin yang bilang pergi hari jumat malam, hari di mana papi dan mamiku tidak ada di rumah.
Rengga menghela nafas.
“Elo siapa yang kawal, kalo Andi kawal Putri sama Clara. Obi sih malah nolak ikut, takut Karin marah. Bisanya titip pesan doang jagain Karin. Lah gue jadi beban janji sama Obi” keluh Rengga.
Aku tertawa.
“Manis juga gebetan Karin. Nino geblek?” tanyaku.
Rengga tertawa.
“Gue cerita Queen gak ikutan, ya dia mau kawal siapa?, Clara?, selera dia bule, mana minat” jawab Rengga.
Aku tertawa lagi.
“Ya udah sih kalo elo gak minat pergi atau gak nyaman ketemu orang banyak. Lupa lo gue jago tarung?” ejekku.
Dia tertawa dan hanya berlalu meninggalkanku keluar kelas. Aku sudah tidak berharap banyak Rengga ikutan. Aku hanya janji jemput Karin. Sampai aku baca status WA Rengga saat aku bersiap untuk pergi dugem.
Aku sudah minta sang Dewi menggenggam tanganku
Untuk melihat warna lain dunia.
Aku sampai berjanji untuk trus menggenggam tangannya.
Mana mungkin aku ingkari.
Aku tersenyum membacanya lalu beralih pada statusnya berikutnya.
Lagipula mana mungkin aku biarkan
Sang Dewi berkeliaran sendiri di area penuh dosa dunia.
Aku harus menjaganya, supaya tetap bersih tanpa noda.
Cukup aku yang berlumur dosa..
Karena aku yakin, dia bisa menyucikan aku lagi seperti sediakala.
Aku mau ngakak membacanya, tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaanku yang menghangat.
Tunggu aku datang, sabar ya…
Aku harus bersiap dulu,
Untuk menjemput Sang Dewi dari khahyangan..
Agar aku tidak merasa rendah diri karena aura agung SANG DEWI.
Astaga….nih bujang….rasanya mau banget aku tembak trus aku siram air keras, supaya bisa aku cium tanpa dia tau. Dan tanpa perlu aku balas atau komentar pada statusnya. Saat aku selesai bersiap, pembantuku bilang ada tamu yang datang dan bilang untuk menjemputku. Sudah aku tebak kalo lelaki yang merasa rendah diri itu, justru yang berhasil membuatku rendah diri, saat dengan senyumannya yang teduh menyambutku yang mendekat.
“Siap bertugas Sang Dewi?” tegurnya.
Aku tertawa.
“Siap dong, yuk kita lihat warna lain dunia di luar sana, yang mungkin berlumur dosa, tapi akan memberikan warna warni lain selain hitam, putih, dan abu abu di hidup elo” jawabku sambil merangkul lengan Rengga.
Dia tertawa. Cukup sih dia tertawa, kalo dia malah diam, aku yang gemes untuk kasih dia ciuman. Hadeh, mana ada bidadari model aku yang justru pecicilan sama bujang, yang ada aku di lempar dari khayangan karena buat malu. Tahan Sin, tetap tenang. Kalo masih berharap jadi Sang Dewi harapan nih bujang.