When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Sinta POV. Urusan Noni dengan segala hal yang berhubungan dengan Nino, akhirnya kami anggap selesai dengan kembalinya Kendi, Omen dan Roland dari Bandung. Aku dan Karin yang mencecar mereka bertiga untuk cerita apa Noni bisa mengerti gimana kondisi Nino di Amrik sana. “Kayanya ngerti sih, dan akan anteng gara gara piano. Hidup Noni itu selain Nino, kita ya piano sama nyanyi” jawab Kendi di angguki Omen. “Tetap gak ada Nino” keluhku. “Ngapa elo yang tetap baper, Noni aja mulai tenang. Sebenarnya elo anggap pujangga pacar elo bukan sih?, segitu kita gak pernah perduli kalo elo berduaan di kamar” omel Roland. Rengga yang tertawa sementara aku cemberut. “Bukan baper, cuma khawatir Curut. Elo kaya gak tau perawan jendral aja. Jangankan Noni yang dia kenal akrab, pengemis di jalanan sampai