Bukan Simpanannya

1080 Words
Lizy menyeringai dan berkata dengan santai. “Menurutmu? Apakah aku percaya padamu? Kamu salah tapi sayangnya aku ingin melihat trik apa yang akan kamu lakukan selanjutnya padaku, hahaha…” Clara mengepalkan tinjunya karena marah. Dia melototi Lizy sebelum berkata dengan nada mendominasi. “Lizy, oh Lizy… Berhenti berdebat! Kamu telah membuat Tuan Markus marah. Sekarang aku akan mengikatmu dan mengirimmu sebagai permintaan maaf. Pengawal, masuklah!” “Baik Nyonya.” 6 pengawal yang berseragam hitam segera menyerbu masuk. Clara mencibir. “Lihatlah mereka. Apakah kamu pikir bisa mengalahkan mereka, haah!” Lizy sudah menduga bahwa Clara akan memberinya masalah. Jadi, dia tidak takut sama sekali. “Pergi! Tangkap dia!” Clara memerintah pengawal itu. Para pengawal segera mendekati Lizy dan mengulurkan tangan mereka untuk menangkap gadis itu. Namun, tiba-tiba sebuah tangan besar muncul dan mematahkan pergelangan pengawal itu. Dengan suara retakan yang terdengar, lengan bawahnya pun patah. Kemudian pengawal itu didorong dengan kekuatan yang sangat kuat sehingga membuat mereka tersungkur keras di lantai. Bahkan wajah mereka memar. Lizy mendongkak untuk melihat sosok yang muncul untuk menolongnya. Wendel Davis ada di sini. “Mengapa kamu ada di sini? Lizy menatapnya dengan bingung. Pria itu berkata dengan suara yang berat tapi tajam. “Sepertinya aku melewatkan sebuah pertunjukan yang bagus.” Clara tidak menyangka seseorang akan masuk tanpa izin ke rumah keluarga Oliver. Dia memandang pria yang berdiri di samping Lizy. Pria yang berstelan jas terlihat sangat menawan meski terlihat sangat dingin. Dia belum pernah melihat laki-laki ini sebelumnya. Celine telah memberitahunya bahwa Lizy memiliki simpanan. Mungkinkah itu dia? “Lizy, apakah ini pacar gelapmu?” Pacar gelap? Wendel mengerutkan keningnya saat mendengar istilah itu. Dia menujukan rasa kecewa di matanya. Pandangannya beralih ke Lizy. “Pacar gelap, itu yang kamu katakan padanya?” Lizy berdiri tegak dan melambaikan tangannya. “Tentu saja tidak. Bahkan aku tidak mengatakan apa-apa.” Clara menertakan giginya karena kehilangan kesabarannya. Dia menginsruksikan para pengawalnya. “Kalian, mengapa berdiri di sana? Cepat habisi mereka!” Beberapa pengawal yang hendak melangkah maju, tiba-tiba mundur karena melihat tatapan Wendel yang sangat dingin dan tajam. Seolah-olah mereka melihat hantu yang akan membunuh mereka. Sangkin takutnya, pengawal itu nyaris buang air. Mereka bergetar karena ketakutan. Aura dingin Wendel mempengaruhi keberanian mereka untuk menghabisinya. “Kenapa, diam? Kalian mau melawanku? Aku akan mematahkan leher kalian!” Melihat para pengawal yang mundur dan pergi, Clara mengupat mereka dengan marah. “Dasar tidak berguna! Percuma bayar mahal tapi urusan ini saja tidak becus!” Wendel menatap Lizy dan berkata dengan lembut. “Ayo kita pergi dari sini.” Dia mengamit tanganya setelah Lizy mengangguk. Saat dia melewati Clara, dia berkata dengan atapan yang mengejek. “Lain kali, jangan biarkan aku menertawakan recanamu yang gagal ya. Aku akan menunggumu haha.” Keduanya pergi meninggalkan rumah keluarga Oliver. Ekpresi Clara menjadi sangat marah dan mengutuk Lizy. “Dasar gadis nakal! Beraninya kamu menertawakanku. Tunggu saja pembalasanku. Kamu tidak akan lepas begitu saja!” Di dalam mobil, Lizy memandangi Wendel yang sedang mengembudi. Dia tidak menyangka jika pria ini datang untuk menyelamatkannya. Sementara Wendel meliriknya sambil berkata dengan sedikit lesu. “Bagaimana jika aku tidak datang? Apa yang akan terjadi padamu?” Lizy tersenyum dan berkata, “Tentu saja, aku akan bertarung dengannya. Aku bisa berkelahi juga.” Wendel mengingat informasi tentang gadis ini. Dia berpikir karena diperlakukan dengan tidak adil membuat Lizy belajar untuk tegas dan tangguh. Dia sudah melihat cara Lizy menangani pria yang di kereta tempo lalu. Selain itu, dia memiliki kemampuan di bidang pengobatan. “Seorang gadis seharusnya tidak berkelahi. Itu pekerjaan pria.” “Huum… Aku tidak ingin menyusahkan orang lain. Tetapi terima kasih atas apa yang kamu lakukan tadi.” Wendel menyeringai nakal. “Jadi begini caramu berterima kasih padaku?” Dang! Lizy tercengang. Dia bertanya setelah melipat bibirnya ke bawah. “Apa lagi yang kamu mau?” Pandangan Wendel berpindah dari mata ke bibir yang merahnya. "Apakah kamu tidak tahu cara berterima kasih pada seorang pria?” Apa maksudnya? Tatapan Wendel tertuju pada bibir merahnya dengan berani mengisyaratkan sesuatu. Cara terbaik seorang wanita untuk berterima kasih pada suaminya, tentu saja dengan memberinya ciuman. Lizy merasakan degupan jantung yang kuat dan telinganya memerah. “Tidak, aku tidak tahu.” Setelah itu, dia berbalik menghadap jendela sebagai tanda akhir percakapan mereka. Setelah melihat sikap Lizy yang cemas, Wendel tersenyum. Dia tahu bahwa wanita yang berada di sampingnya saat ini adalah sosok yang cerdas dan enggan berbuat perbuatan seperti itu. Dia merasakan senang di hatinya, sehingga dia tidak perlu khawatir lagi jika ada yang menggodanya tentu saja dia akan menolak, seperti yang dia lakukan saat ini. Lizy terus memandangi toko roti saat mobil berhenti di lampu merah. Melihat tingkah Lizy yang menempel di kaca jendela, membuat Wendel mengerutkan bibirnya dan bertanya, “Apakah kamu ingin makan roti?” suara berat Wendel terdengar. Mata Lizy yang cerah tiba-tiba meredup saat dia menjawab pertanyaan dari Wendel. “Ibuku dulu pelanggan tetap di toko itu, kami selalu membeli roti bersama.” “Kalau begitu, ayo kita beli jika kamu ingin memakannya,” Wendel menepi dan memarkirkan mobilnya di parkiran. Toko roti itu adalah toko terkenal di Rotterdam. Dia sering mengunjungi toko itu bersama ibunya. Mengingat kenangan itu, mata Lizy berair dan merah. Dia tidak ingin pria di sampingnya menyadarinya. Oleh karena itu, saat mereka hendak turun, Lizy pamit ke kamar mandi. Sementara, Wendel melangkah ke dalam toko roti itu. Namun siapa yang sangka, jika Celine mengunjungi toko roti yang sama. Di sana dia datang bersama sahabatnya, Maria. Sambil mengamit lengan Celine, Maria bertanya dengan rasa ingin tahu. “Celine, kamu bilang si Lizy memiliki simpanan. Apakah itu benar?” Celine mengangguk dan berkata dengan rasa malas. “Tentu saja itu benar. Aku melihatnya sendiri. Si pacar gelapnya yang mengantarnya pulang. Tetapi pria itu terlihat berkelas. Kurasa dia om-om yang merindukan kasih sayang, hahaha.” “Hahaha. Dia pasti sudah mendapatkan banyak uang untuk bersama om-om itu.” Maria menimpali Celine sambil tertawa. Keduanya sibuk bergosip untuk Lizy. Tiba-tiba terdengar suara yang lembut di belakangnya. “Tuan, aku ingin roti.” Kedua gadis itu berbalik secara serentak untuk melihatnya. Matanya terbelalak saat menemukan sosok pria yang gagah dan penampilannya yang rapi serta wajahnya yang tampan. Tentu saja, dia terlihat sempurna. Setiap pengunjung wanita yang melihatnya langsung terpesona. Celine kehilangan kata-katanya sesaat sebelum dia kembali tersadar. Dia merasakan jantungnya berdegung kencang. Matanya tidak berhenti untuk melihat pria yang sedang berdiri di dekat konter itu. Maria mengulang pertanyaannya. “Apakah seperti laki-laki ini simpanan Lizy?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD