“Aku akan berikan kamu dua puluh lima persen saham perusahaan, asal kamu mau berpura-pura kalau kita masih pacaran di depan media!”
Alana menatap ke arah Arkan seakan tidak percaya. “Dan kamu masih akan menjalin hubungan dengan Keisha?”
“Tentu. Di kontraknya sudah dijelaskan, kalau kamu nggak bisa ikut campur sama masalah pribadiku,” kata Arkan.
Alana langsung mencari point yang Arkan sampaikan. Namun, perhatiannya malah tertuju pada point di bawahnya, yang membuat ia tersenyum miring. “Kamu bakal lanjutin hubungan kamu sama Keisha, sedangkan di waktu bersamaan kamu juga membatasi interaksiku sama orang lain?”
“Itu demi kebaikan perusahaan, Alana. Kamu belum tentu bisa menyembunyikan kedekatanmu sama cowok lain di depan media. Dan itu bisa bikin perusahaan kita dalam masalah,” terang Arkan.
Alana membulak-balik file kontrak yang telah Arkan siapkan. Namun, sekilas saja, ia bisa menilai jika Arkan hanya mau menangnya sendiri. Arkan memberi banyak batasan pada Alana. Sedangkan Alana dilarang untuk ikut campur dalam kehidupan pria itu.
“Hanya untuk dua puluh lima persen saham? Apa ini bakalan worth it?”
“Buruan tanda tangan! Kamu mau dapat saham di perusahaan, kan?” desak Arkan.
Alana mengepalkan tangannya erat. Biar bagaimana pun ia sangat menginginkan haknya. Namun, jika dengan cara seperti ini, jelas pada akhirnya ia akan tetap merasa dirugikan.
“Aku tidak mau,” putus Alana. “Aku akan tanda tangan jika kamu mau mengubah beberapa poin, dan beri aku saham yang lebih banyak!” lanjutnya.
Arkan menatap Alana jengah, “Nggak tahu bersyukur banget. Aku mau kasih kamu seperempat saham perusahaan, apa itu masih kurang?”
“Tentu aja. Modal Double A semuanya berasal dari keluargaku. Lalu, aku juga yang selama ini banyak bergerilya membangun Double A dari balik layar. Bagaimana bisa kamu tiba-tiba mau mengusirku?”
“Kamu memang punya hak atas Double A. Tapi apa kamu nggak bisa baca? Sekarang Double A sudah tidak ada. Aku sudah rebranding Double A menjadi Miniluv dan mengklaim penuh kepemilikannya,” kata Arkan dengan nada sombong.
Alana tentu tidak terima. Ia menuding Arkan dengan napas menggebu,” kamu-”
“Sudahlah, Alana. Sekarang kamu tinggal pilih. Mau mengambil tawaranku atau tidak. Jika tidak, kamu bisa pergi dari sini sekarang juga. Tapi ingat, kamu pasti akan menyesal di kemudian hari!” potong Arkan.
Arkan menyerahkan sebuah pena ke hadapan Alana. “Aku bebasin kamu mau tanda tangan atau tidak. Jika tidak pun, kamu juga yang akan rugi.”
Alana menggigit bibir bagian dalamnya. Ia butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Ada banyak hal yang harus ia pertimbangkan. Namun, Arkan seolah terus menekannya untuk segera menyelesaikan urusan ini segera.
“Kamu nggak perlu khawatir aku akan curang. Lagi pula di sana jelas tertulis bahwa selain saham, kamu juga akan mendapat posisi yang cukup penting di kantor. Jadi, kamu bisa memantau sendiri bagaimana kinerjaku nantinya,” imbuh Arkan.
Alana sempat membaca jika dirinya akan ditempatkan di salah satu bagian paling penting di perusahaan. Seorang wakil manajer. Itu tidak buruk, bagi Alana yang tidak punya banyak pengalaman di dunia bisnis.
“So?”
“Oke. Hanya enam bulan, kan? Dan setelah itu, kamu bakal mengakhiri ini semua, dan mengumumkan berakhirnya hubungan kita?” tanya Alana mengkonfirmasi.
Arkan mengangguk sebagai jawaban.
Alana pun meraih pena yang tadi Arkan berikan. Setelah itu, ia membubuhkan tanda tangannya di tempat yang sudah disediakan.
“Good job! Kamu bisa mulai bekerja besok. Jangan telat, ya!” kata Arkan dengan senyum kemenangan di bibirnya.
Alana yakin, pria itu pasti memiliki niat terselubung dengan membawanya masuk ke perusahaan. Namun, Alana benar-benar tidak punya pilihan lain. Ia tidak ingin Double A atau yang sekarang berubah nama menjadi Miniluv akan benar-benar lepas darinya.
Alana langsung bangkit, berniat untuk pulang. Lagi pula, ia merasa urusannya dengan Arkan sudah selesai. Sejak awal, ia memang hanya mengikuti pria itu untuk membahas soal saham, kan?
“Eits, mau ke mana?” tanya Arkan, membuat Alana menghentikan langkahnya.
“Semua sudah selesai, kan? Aku akan berangkat tepat waktu besok. Sekarang aku aku akan pergi,” ketus Alana.
Arkan tersenyum miring. “Coba baca lagi isi kontraknya dengan teliti!”
Alana mengernyit. Ia pun segera memeriksa kontrak itu dan membacanya sekali lagi.
[Pihak pertama bersedia menjalankan tugas seorang kekasih pada umumnya saat bersama dengan pihak kedua untuk mengurangi risiko mereka akan ketahuan karena kamera paparazi.]
Alana mengernyit. “Tapi kan urusan kita buat hari ini udah selesai. Aku-”
“Aku yang menentukan, Alana, kamu sama sekali nggak punya hak suara,” potong Arkan. “Dan sekarang, aku mau kamu siapkan makanan buatku!”
Alana mendengus sebal. “Nggak sudi!” tolaknya.
Alana pun segera pergi. Melihat hal itu, Arkan merasa sangat kesal. Namun, ia malas menyusul Alana dan berakhir membiarkan gadis itu pergi begitu saja dari apartemennya.
Di sepanjang jalan, Alana tampak resah. Ia sampai beberapa kali hampir bertabrakan dengan orang yang berlalu lalang.
“Maaf, siang. Dengan Mbak Alana, ya?” Taksi yang dipesan Alana akhirnya sampai.
“Iya, Pak, betul,” jawab Alana. Ia pun segera masuk ke kursi belakang.
Awalnya, Alana ingin langsung pulang dan beristirahat. Namun, saat menyadari jika Langit belum lagi menghubunginya meski pria itu tahu Alana akan pergi dengan Arkan, Alana merasa ada yang tidak beres dengan pacar pura-puranya itu.
Lagi pula, di dalam kontrak kerjanya bersama Arkan, bukankah seharusnya Alana mulai memutuskan hubungan palsunya itu dengan Langit?
“Pak, ke Rumah Sakit Insani, ya!” pinta Alana.
“Loh, rutenya diubah, Mbak?”
“Iya, nanti ongkosnya saya lebihin, tenang saja!” balas Alana.
Sopir itu mengangguk. Lagi pula, jarak tempat ia menjemput Alana justru lebih dekat daripada jarak tempuh asli yang diinginkan gadis itu.
“Baik, Mbak,” balas sopir taksi itu.
***
Alana menunggu di bangku pojok belakang polik klinik. Dari tempatnya yang sekarang, sepertinya orang-orang tidak sadar jika dia adalah pasien tetap selama belasan tahun di rumah sakit ini. Lagi pula, Suster Novi yang selama ini dekat dengannya juga tampaaknya sudah pulang karena pergantian shift
Saat melihat Langit keluar dari ruangannya, dengan ganggang kaca mata menempel di daun telinganya, Alana pun bangkit. Ia menghampiri Langit dengan langkah terburu. Sementara Langit justru mengernyit bingung.
“Maaf banget tadi siang aku bikin keadaan jadi sedikit kacau. Aku-”
“Nggak perlu kamu jelasin,” potong Langit.
Alana memandangi Langit dengan saksama. Dari sorot matanya, tampaknya Langit sedang dalam kondisi hati yang baik-baik saja.
“Lagi pula, kayaknya kamu masih nyaman kan sama dia? Mungkin itu akan termasuk dalam urusan pribadi kamu yang tidak bisa aku campuri,” imbuh Langit.
Alana menatap heran ke aah Langit. “Apa? Nggak, aku cuma sedang berusaha menyelamatkan sesuatu yang harus aku selamatkan,” bantah Alana, membuat Langit tersenyum sekilas.
Alana tahu tujuan utamanya datang adalah menjelaskan pada Langit tentang apa yang terjadi hari ini dengannya dan Arkan. Namun, lidah Alana terasa kelu. Ia seperti tidak mampu untuk mengatakannya.
Alana menatap wajah rupawan di hadapannya. Semakin ia pikirkan, semakin ia merasa berat untuk melepaskan dewa penyelamat baik hati seperti Langit. Alana khawatir, jika ia memberi tahu Langit sekarang, pria itu akan langsung mengakhiri kembali hubungan mereka, dan menghentikan kerja sama yang baru saja mereka sepakati.
“Kalau kamu pikir drama ini udah nggak perlu, kenapa tidak diakhiri saja?”
Alana menggeleng kuat. Jika Langit pergi, maka siapa lagi yang bisa ia percaya dan menjaganya?
“Enggak. Aku nggak mau. Aku tetap butuh kamu,” kata Alana.
“Sudah sore, Alana. Lebih baik kamu pulang!”
“Kakak nggak mau nganterin aku?” tanya Alana. Langit diam tak menjawab, “Kak, apa mungkin Kakak marah? Aku-”
Senyum getir Langit membuat Alana menghentikan ucapannya. “Kenapa harus marah? Itu kan urusan kamu. Semua keputusan ada di kamu. Kamu kamu bertemu lagi sama dia, bicara sama dia, kenapa juga aku harus peduli?”
Setelah mengatakan itu, Langit pergi begitu saja meninggalkan Alana. Alana merasa aneh dalam dirinya. Ia merasa ada sesuatu yang tidak lazim mendapati sikap dingin Langit seperti ini.
“Kenapa rasanya sakit sekali saat diabaikan olehnya?”