Dilarang Masuk Rumah

1113 Words
Arrayan Savian Alteza, seorang pria yang sukses membangun karir di usia yang muda. Berasal dari keluarga yang kaya raya, Rayan mampu mengikuti jejak Papa dan saudara lelakinya. Keluarga Alteza memiliki darah bisnis yang luar biasa. Sang kakek memiliki perusahaan raksasa di bidang jasa IT yang bergelut di bidang software development, sekarang perusahaan tersebut di kelola oleh kakak laki-laki Rayan yang usianya dua tahu di atas Rayan. Rayan sendiri membangun bisnis yang sama di bidang IT yaitu Rayan's Studio, sebuah pengembang konten digital dalam pembuatan game dan aplikasi untuk tujuan pemasaran. Rayan's studio berkembang dengan pesat sejalan dengan kebutuhan masyarakat akan dunia digital yang semakin meningkat. Rayan studio yang awalnya hanya memiliki beberapa orang karyawan dalam dua tahun mampu berkembang memiliki ratusan karyawan. Hari itu, Rayan's studio bekerja sama dengan salah satu Bank di kota nya. Waktu itulah Rayan dan Mela bertemu, Rayan's Studio memakai jasa Bank tempat Mela bekerja untuk menyalurkan gaji karyawannya. “Mas.” Rayan terlonjak, ia menjatuhkan ponsel yang ia pegang ke karpet bulu yang berada di bawah kakinya. “Mas... Mas melamun?” tanya Mela heran. “Ti-tidak!” jawab Rayan gagap sembari mengambil ponselnya. “Aku sudah memanggil Mas beberapa kali, Mas memikirkan apa?” “Tidak ada!” jawab Rayan singkat. Mela menarik nafas kemudian melepasnya. Mela tidak tau apa yang ada di dalam pikiran Rayan saat ini, yang jelas suaminya itu sedang memikirkan sesuatu hingga berulangkali Mela memanggil Rayan tidak menyahut. Menurut Mela, Rayan memikirkan keluarganya. Ia pergi dari rumah hanya untuk menikahinya. Rayan lebih memilih dirinya daripada keluarganya. Karena itu, sekarang Mela ingin menyatukan kembali mereka. “Sudah siap?” tanya Rayan. “Sudah dari sepuluh menit yang lalu,” jawab Mela. “Tunggu di sini sebentar,” pinta Rayan. Pria itu masuk ke kamar dan tidak lama kemudian keluar lagi dengan jaket dan kunci mobil di tangan. “Bapak di mana?” Rayan menanyakan keberadaan Rusdi, Ayah Mela. “Ayah sudah berangkat kerja. Aku sudah bilang sama Ayah kalau hari ini kita mau ke rumah Mama,” jawab Mela sambil mengernyitkan kening. Bagaimana tidak, tadi sewaktu sarapan Rayan sudah menanyakan Rusdi dan Mela sudah menjawabnya. Sekarang ... Rayan menanyakan pertanyaan yang sama lagi. “Mas ... Mas sakit?” tanya Mela khawatir. “Tidak! Aku baik-baik saja!” Rayan membuka kunci pintu mobil dengan remote yang ada di tangannya, mobil yang ada di depan mereka berbunyi dan mengedipkan semua lampu. Lalu Rayan memberi kode pada Mela dengan tangannya untuk segera masuk ke dalam mobil. Perasaan Mela menjadi tidak enak. Rayan berbeda pagi ini, ia tampak sangat pendiam dan sedikit pucat. Apa ini ada pengaruhya dengan aktivitas malam pertama yang mereka lakukan tadi malam? Mela bertanya di dalam hati. Jika memang ada pengaruhnya, bukankah Mela yang seharusnya lebih merasakan capek? Mela memang merasakan tubuhnya yang terasa sakit di berbagai sendi, tapi karena ia sangat ingin menemui Maya, Mela tidak memedulikannya. Berkali-kali Mela mencuri pandang pada Rayan yang sedang fokus mengemudi, berkali-kali juga Mela memikirkan apa yang tengah ada dalam pikiran Rayan yang membuat Rayan menjadi sangat pendiam. Mobil yang di kendarai Rayan telah memasuki kawasan perumahan elite yang di huni oleh Maya. Kemaren Rayan juga tinggal di sini bersama ibu dan kakak lelakinya. Tidak lama kemudian, mobil Rayan berhenti di sebuah bangunan lantai tiga ber cat putih. Tiiiinn .... tiiiinn .... tiiinn .... Rayan membunyikan klakson mobilnya berkali-kali, biasanya security akan datang dan membukakan pintu pagar untuk Rayan. “Kemana mereka, Mas?” tanya Mela heran, karena sudah berkali-kali klakson mobil berbunyi tidak ada satupun security yang datang. “Kurang tau! Mas akan keluar, tunggu saja di sini,” Perintah Rayan. Rayan keluar dari mobil dan berdiri di depan pagar besi tinggi yang juga di cat dengan warna putih. Ia melongokkan kepalanya ke sebuah bangunan kecil tempat security biasanya duduk dan berjaga. “Pak Yudi.” Rayan memanggil Seorang security yang sedang duduk di dalam sana. Lelaki yang Rayan panggil Pak Yudi tersebut sedang menonton layar datar yang isinya tampilan CCTV sembari ditemani dengan segelas kopi hitam. Yudi menoleh pada Rayan, kemudian dengan ragu ia menghampiri Rayan yang berdiri di luar pagar. “Den Rayan ... maaf!” ujar Yudi sopan. “Tidak apa-apa, Pak Yudi bukakan pintu pagarnya. Aku mau masuk!” Rayan berbalik hendak masuk kembali ke dalam mobilnya. “Tapi Den ....” Yudi menggantung ucapannya, Rayan berbalik dan menatap Yudi yang tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. “Ada apa?” tanya Rayan. “Maaf Den, Ibu melarang membukakan pagar untuk Den Rayan.” Kedua alis Rayan menyatu mendengar perkataan Yudi. Ia kemudian merogoh ponsel yang ada di dalam saku celana nya, lalu menghubungi nomor Maya. Beberapa kali Rayan melakukan panggilan pada nomor Maya, namun nomor tersebut tidak dapat Rayan hubungi. “Apa Pak Yudi tidak mau membukakan pintu pagar untuk kami? Kami mau bertemu Mama,” ucap Rayan sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. “Maaf Den, Ibu telah berpesan. Saya tidak berani melanggarnya,” jawab Yudi dengan tubuh yang sedikit membungkuk. “Tidak apa-apa, aku mengerti!” jawab Rayan. “Oh ya! Bang Reyno ada di rumah?” tanya Rayan lagi, Reyno adalah harapan Rayan untuk bisa masuk ke dalam rumah tersebut. Meskipun Maya adalah pemegang kekuasaan tertinggi di rumah tersebut namun Reyno lah yang mengendalikan semuanya. Maya selalu patuh pada apa yang di perintahkan Reyno karena Reyno yang mengendalikan semua aset perusahaan yang di tinggal papa mereka. “Sudah dua hari tidak ke sini, mungkin ia menginap di apartemen nya,” jawab Yudi. Rayan menatap kembali bangunan lantai tiga yang ada di depan matanya dari balik pagar besi nan tinggi itu. Ia kemudian menyugar rambut dengan tangan kanannya lalu tangan tersebut mengusap wajahnya dengan kasar. “Maaf , Den!” ujar Yudi lagi. Rayan menatap Yudi lalu ia tersenyum kecil, “Tidak apa-apa, aku permisi dulu. Nanti Pak Yudi bilang ke Mama kalau aku dan Mela mau bertemu. Kami sudah menikah kemaren!” Kemudian Rayan masuk kembali ke dalam mobilnya, ia membuang nafas ketika dirinya sudah duduk di belakang kemudi. “Kenapa, Mas?” tanya Mela hati-hati karena terlihat perubahan di wajah Rayan. “Mama tidak mau bertemu dengan kita,” jawab Rayan lesu. “Mama melarang Pak Yudi membukakan pintu pagar untuk kita,” lanjut Rayan memberi tahu Mela. Mela mengenggam erat tangan kiri Rayan yang sedang memegang stir mobil. “Tidak apa-apa ... besok kita ke sini lagi. Jika besok Mama tidak mau bertemu kita, lusa kita ke sini. Jika masih tidak mau bertemu, kita akan tetap ke sini sampai Mama mau membukakan pintu rumah untuk kita,” ujar Mela menguatkan Rayan. Rayan melepaskan genggaman tangan Mela, tangan itu kemudian terangkat untuk mengusap kepala gadis itu. “Terima kasih,” ucap Rayan sambil tersenyum kecil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD