Hukuman Untuk Jasmine

2237 Words
Luke terdiam sejenak. Nampak menimbang-nimbang apa yang akan dia lakukan selanjutnya. "Tapi, kau selalu menjadi wanita keras kepala dan pembangkang Jasmine. Pria berengsek itu tak seharusnya membiarkan wanita sepertimu lolos dari pengawasannya. Dan lihat sekarang, kau terjebak bersamaku. Dan ku dengar, bercinta dengan wanita hamil itu lebih nikmat. Hahaha ...." Luke kembali tertawa keras. Tawa yang menjadi tanda awal kehancuran hidup Jasmine. Tampa ada yang bisa menolong ataupun mencegahnya. "Jangan Luke! Hiks.. Hiks ... Ku mohon, jangan lakukan ini. Hiks.. Hiks ... " isaknya di detik terakhir Luke memberinya kesempatan untuk menangisi hidupnya. Luke mendekat, menatap Jasmine di jarak yang tak begitu dekat sehingga bisa menikmati raut wajah ketakutan wanita hamil keras kepala di bawahnya. "Sayang sekali. Kau sudah terjebak, dan nikmati hukumanmu sayang." Lirihan terakhir Luke, bersamaan dengan kegelapan yang merenggut kesadaran juga dunia Jasmine sepenuhnya. --- "Astaga! Jasmine? Jasmine? Ada apa denganmu? Jasmine!" Luke kaget, begitu melihat Jasmine tak sadarkan diri di depannya. Tangannya menepuk-nepuk pelan pipi Jasmine, berusaha untuk menyadarkannya. Semua ini, memang sudah di rencanakan. Ini hukuman untuk Jasmine karna sudah berani kabur membawa serta keponakannya. Tapi, tak dia sangka, gertakan kecilnya tadi akan membuat wanita se tangguh dan se keras kepala Jasmine akan ketakutan sampai tak sadarkan diri. "Sialan kau Peter! Cepat kemari atau ku pukul kau!" teriak nya dengan kuat. Karna sejak tadi, Peter memang mengawasi semua sandiwara yang di lakukannya sesuai rencana yang sudah mereka buat. Di setiap sudut ruangan kamar itu, sudah terpasang CCTV bahkan earphone transparan terpasang rapi di telinganya sebagai sarana bisikan gaib Peter di seberang sana. Tak lama, pintu terbuka. Peter dengan langkah lebarnya dan raut wajah khawatirnya masuk beserta seorang dokter yang sudah mereka persiapkan untuk memeriksa Jasmine nantinya setelah masa hukuman selesai. Tapi, kondisi ini tak pernah mereka bayangkan akan terjadi, mengingat betapa kuatnya ibu hamil itu. "Jasmine! Hey, bangun sayang. Bangunlah. Maafkan aku," lirih Peter sembari melakukan hal yang sama seperti Luke. Menepuk pelan pipi Jasmine dan sesekali menggosok telapak tangan dingin Jasmine dengan telapak tangan hangatnya. "Maaf Tuan. Biarkan saya memeriksanya," ucap Dokter wanita yang berdiri di sampingnya. Peter menggeser sedikit tubuhnya. Mengizinkan Dokter itu untuk memeriksa kondisi Jasmine yang bisa saja berbahaya untuk kondisi bayinya. "Bukankah, aku sudah akan berhenti saat Jasmine mengakui kehamilan nya Peter?" Lirih Luke sambil melangkah menjauh. Duduk di sofa yang sebelumnya menjadi reka adegan sandiwara kejahatan nya. Tangannya saling bertautan. Menunduk menatap lantai dengan rasa bersalah yang teramat besar. "Tapi, kau tetap saja memaksaku untuk mendesak nya. Dan sekarang lihat akibatnya. Jasmine tak sadarkan diri, dan jika terjadi sesuatu pada keponakan ku, AKU AKAN MEMUKULIMU SAMPAI KAU PINGSAN!" ancamnya dengan menggertak sampai-sampai Dokter yang memeriksa Jasmine tersentak kaget. Dokter itu melepas stetoskop nya. Lalu mengeluarkan sebuah alat yang di gunakan untuk memeriksa detak jantung bayi dalam kandungan Jasmine. "Detak jantungnya normal Tuan. Tenang saja, bayi Anda kuat. Hanya saja, si Ibu, pingsan karna rasa takut berlebihan. Saya tidak bisa memprediksikan kapan Ibu akan sadar. Tapi tidak masalah, semuanya dalam kondisi baik-baik saja. Sementara saya akan meng infusnya sebagai asupan tenaga." Dokter itu pun melakukan tugasnya, meng infus Jasmine kemudian pamit undur dari sana. Peter tak bisa mengalihkan pandangannya. Rasa bahagia membuncah di dadanya membuatnya ingin memeluk dan mengecupi wanita tangguh yang sudah mengandung penerusnya. Tangannya terangkat dan mengusap lembut perut buncit Jasmine yang sialnya masih belum membuatnya yakin, jika makhluk mungil yang mengubah Jasmine menjadi si Jago makan telah tumbuh dan sering usil dengan permintaan anehnya. "Maafkan Buddy mu ini ya sayang. Buddy keterlaluan menghukum Mommy mu sampai pingsan," lirihnya kemudian beranjak dan mengecup perut itu kilas. Kini, masih ada seseorang yang harus di bujuk untuk memaafkan nya sebelum Jasmine nantinya. "Luke?" "Jangan berbicara denganku. Sebelum Ibu keponakanku sadar!" "Maafkan aku. Tapi, Aku tidak menyangka jika Jasmine akan seperti ini, sungguh." "Seharusnya kau tidak keterlaluan. Bukankah kau tau, jika Ibu hamil itu sangat perasa. Dan lihat akibat keegoisanmu sekarang!" "Ya aku mengaku salah. Tapi dia sudah berani pergi dariku Luke. Aku hanya ingin menekankan padanya, bahwa hanya aku yang bisa melindunginya." Peter mendekat. Duduk di samping Luke yang merajuk padanya. Saudaranya itu benar-benar berubah dan dia senang melihatnya. "Dia harus tau, jika aku tidak akan pernah melepaskan nya sampai kapan pun itu," lanjutnya. Luke melirik dengan tatapan kesalnya. "Bukan pada Jasmine. Tapi, buktikan pada orang di luaran sana, jika kau tidak akan membiarkan satu orang pun menyakitinya atau membuatnya pergi darimu!" ucapnya dengan tajam. "Ada yang lebih pantas di hukum untuk semua kejadian ini, Peter," lanjutnya lalu pergi dari sana dengan kekesalan yang masih meletup-letup karna ulah saudara yang membuat ibu keponakan yang di nantikan nya, kini menjadi orang paling utama yang akan di lindunginya. Peter menatap punggung Luke yang menghilang di balik pintu. Jika bukan karna Luke, mungkin saat ini keluarga Anna sudah dia porak-porandakan tampa pikir panjang. Kemarahannya malam itu, nyaris merubah nya menjadi sosok yang sudah lama tak mengambil alih dirinya dan beruntung Luke datang tepat pada waktunya. Malam sebelumnya.... Peter mengacak-acak kamar Jasmine, hingga selembar kertas foto hasil USG membuatnya terdampar menjadi pria yang tiba-tiba lemah dengan emosi dan ke tidak berdayaanya karna tak peka dan sekarang ibu putranya menghilang begitu saja. "Inikah putraku?" lirihnya dengan mata berkaca-kaca. Kebahagiaan yang tiba-tiba memenuhi rongga dadanya, membuatnya tak bisa berdiri tegak hingga akhirnya dia terduduk lemah bersandarkan lemari yang sudah dia keluarkan semua isinya. "Kenapa aku masih meragukanmu, Nak? Sedangkan kau sudah sebesar ini, bahkan Takdir hidupmu sudah di tentukan." Peter memukul kan kepala belakangnya beberapa kali ke pintu lemari sembari mengusap wajahnya yang sudah banjir oleh Air mata. Merasa kecewa pada dirinya sendiri, karna beberapa bulan terakhir menjadi orang jahat yang sering membentak bahkan sering membuat Jasmine menangis. "Aku bodoh! Bodoh! Bodoh! Seharusnya aku merasakan kehadiranmu," ucapnya sambil menatap foto pertama putranya. "Maafkan Daddy. Daddy tidak merasakan kehadiranmu. Ibu mu yang keras kepala itu tega menjauhkan mu dariku." Tiba-tiba Peter bangkit. Pikiran aneh muncul di benaknya. Kenapa Jasmine menyembunyikan kehamilannya? Apa yang membuat Jasmine melakukannya? Bukankah Jasmine tau, dia sangat menginginkan seorang putra? Lalu, di mana wanita keras kepala itu sekarang? Apa Jasmine pergi? Peter beranjak. Melangkah tergesa menuju ponsel canggihnya yang terletak di atas ranjang. Pikiran-pikiran negative itu membuatnya gusar, kalang kabut merasa tak tenang. Sudah malam, semestinya di jam-jam seperti ini Jasmine sudah bergelung di dalam selimutnya, tapi sekarang justru tidak ada tanda-tanda Jasmine masih berada di dekatnya. Jarinya terampil mengotak-atik ponselnya. Mencari letak file rekaman CCTV yang sengaja dia letakkan di setiap sudut rumah Jasmine tampa Jasmine ketahui. Sehingga sebuah rekaman CCTV di ruang tamu berhasil membuat darahnya serasa mendidih dan otaknya ingin lepas dari tempat nya. "Bibik berpikir ... dunia tidaklah adil. Apa yang tidak di berikan Anna padamu dulu, saat kau hanya gadis miskin dengan orang tua tunggal? Dia selalu me nomor satukan dirimu di bandingkan dirinya sendiri. Dia selalu ada disaat suka dukamu dan kami selalu memberimu bantuan saat kau mengalami kesusahan. Sedangkan dirimu, untuk memberikannya kebahagiaan dengan merelakan seorang pria yang kau cintai untuknya saja, kau tidak bisa Jasmine." Pandangan Jasmine buram oleh butir air mata yang memenuhi bola matanya. Semua perkataan ibu Anna benar adanya. Anna satu-satunya orang yang peduli padanya saat dia susah, dia memang merasa berhutang budi bahkan sangat banyak. Tapi, apakah dia harus membalasnya dengan mengorbankan perasaannya? Mengorbankan masa depan putranya? Tidak. Cukup dirinya yang hidup dengan orang tua tunggal dan tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah sejak dia kecil. "Aku tidak berdaya bik," ucap Jasmine merendah. Sungguh meninggalkan Peter adalah sesuatu yang mustahil baginya. Merry tertawa rendah, niatnya untuk memaksa Jasmine merelakan Peter untuk Anna sia-sia belaka "Tidak apa-apa Jasmine. Maafkan Bibik. Bibik membuatmu terluka. Bibik kira, kau akan memikirkan perasaan gadis lumpuh seperti Anna yang kehilangan masa depannya. Tapi ternyata, Bibik datang pada orang yang salah," isak Merry sambil mengusap air matanya yang tak tertahankan. "Bibik pamit. Maaf sudah mengganggumu." lanjutnya lalu bangkit dan mulai melangkah keluar. "Bibik tunggu!" ucap Jasmine menahan kepergiannya sambil memegang tangan Merry yang terasa panas di telapak tangannya. Benar! Anna lumpuh dan entah kapan sahabat malangnya itu bisa sembuh. Anna kehilangan semangatnya, cita-citanya bahkan masa depannya. Lalu kenapa hanya untuk menjaga perasaan Anna dengan memberikannya kebahagiaan dia tidak bisa? Anna sudah berkorban banyak dan dirinya egois jika tidak melakukan hal yang sama. "Baiklah. Aku akan pergi. Aku akan merelakan Cinta ku untuk Anna," lirih Jasmine, mencoba menelan pahitnya nasib kehidupannya dan Anaknya kelak. "Bibik tidak perlu khawatir. Aku akan pergi, Hiks.. Hiks ..." isaknya tak tahankan. Merry berbalik dan merengkuh Jasmine dalam pelukannya. "Terimakasih Jasmine. Terimakasih banyak. Bibik tidak akan pernah melupakan kebaikanmu," ucapnya dengan suara bergetar. Sialan! Jasmine sudah pergi dan itu karna, kelicikan ibu Anna. Prang...! "Berengsek! Sialan! k*****t!" Peter mengumpat kasar sembari melempar vas di dekatnya mengenai pintu hingga pecah. Amarahnya meledak. Mengacaukan perangainya yang biasanya tenang menghadapi semua masalah yang menimpa hidupnya. Bagaimana dia bisa tenang. Jasmine pergi. Pergi membawa putranya dengan hati yang di buat hancur oleh perempuan jahat yang ber identitas ibu Anna, si mantan jalang Ayahnya. Sialan! Dia tidak akan pernah mengampuninya. Sudah cukup, ibu nya yang di buat menderita. Tapi tidak ibu putranya. Peter menyabet kunci mobil nya di antara pecahan vas yang berserakan sampai telapak tangannya berdarah karna tak menyadari pecahan vas itu ikut dalam genggamannya. Mungkin kunci mobil nya ikut terlempar saat menjadikan vas itu bahan pelampiasan kemarahannya. Langkah terburunya terhenti ketika mobil nya yang tadi sore dia berikan pada Luke berhenti di depannya. Luke turun dari mobil nya sembari memegang sebuah Paper bag yang entah apa isi nya. "Apa yang terjadi?" tanyanya khawatir begitu melihat betapa berantakan nya Peter dengan raut wajah murka dan tangan yang meneteskan darah segar. "Jangan halangi jalanku, Luke!" Suara lemah, bernada ancaman yang sarat akan luka dan ketakutan membuat Luke tertantang untuk menahan Peter dengan berdiri angkuh menghalangi jalan nya. "Katakan ada apa Peter!?" tegasnya. Sekarang Peter adalah prioritas nya dan dia harus tau apa-apa yang terjadi dalam hidup Peter ke depan nya. "Jangan memancingku Luke! Aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni mu!" jawab Peter sembari melangkah menghindari Luke. Dia tidak punya banyak waktu. Dia harus menghukum seseorang yang sudah berani menyakiti orang yang di cintai nya. Tak perduli orang itu lebih tua dan pernah membantunya. Luke memegang lengan Peter yang hendak masuk ke mobilnya. Dia harus menahan Peter sebelum Peter dan kemarahannya membutakan kinerja otaknya dan Peter menempatkan dirinya dalam bahaya. "Kau tidak bisa pergi dengan kondisi seperti ini Peter. Kau bisa membahayakan keselamatan mu sendiri." Brugh! Nasehat Luke malah di balas Peter dengan mendorong tubuh Luke hingga Luke terjungkal ke belakang. "Jangan ikut campur Luke. Apa kau tau? Jasmine pergi membawa putraku!" Perkataan lantang suara hati tersakiti Peter membuat Luke balik menatapnya tajam. Tak percaya dengan apa yang di katakan Peter. Niat hati dia ingin makan malam bersama saudara-saudara nya itu, kini hanya tersisa harapan belaka. "Kenapa bisa pergi? Apa kau melakukan sesuatu, sehingga wanita keras kepala itu membawa keponakanku huh!?" teriak Luke. Meneriakkan tuduhannya yang mungkin belum sepenuhnya benar. Peter mengusap wajahnya kasar, tak bisa berpikir jernih. Pikiran nya hanya di isi oleh amarah rasa takut dan khawatir yang berlebihan. Tidak seperti dirinya yang bahkan di juluki THE KING OF THE WORLD karna ketenangan dan kegeniusannya dalam berbagai masalah sehingga menjadi pemegang thrones tertinggi di dunia. "Jasmine pergi. Karna ulah wanita jahat itu dan aku tidak akan mengampuninya. Aku akan menghancurkan nya detik ini juga!" Brugh! Luke menarik dan mengimpit tubuh bergetar Peter pada badan mobil. Luke Mencengkeram kuat kerah kemeja kusut Peter, dan menatapnya tajam dalam jarak yang dekat. "Jangan bertindak gegabah Peter! Tenanglah. Kita akan mengatasi semua ini bersama-sama!" teriak Luke sambil mengguncang tubuh Peter beberapa kali. Berharap Peter masih berpikiran logis. Tidak kalah oleh kemarahan nya. Karena jika sampai itu terjadi, maka tamatlah riwayat keluarga Anna. "Bagaimana aku akan tenang Luke? Ibu Anna dengan segala kelicikan nya menyakiti Jasmine hingga Jasmine memilih pergi dan aku tidak tau di mana keberadaannya saat ini!" jawab Peter tak kalah nyaring dari teriakan Luke tadi. "Aku tidak perduli lagi siapa wanita itu! Jika dia berani menyakiti milik ku, aku pastikan akan menghancurkannya! Sekarang menyingkirlah! Jangan halangi jalanku!" "Bodoh!" Bug! Luke tak tahan dengan kemarahan Peter yang membuat Peter menjadi berpikiran ceroboh. Akhirnya, tangannya terangkat dan memukul kuat perut Peter hingga Peter terlihat menahan sakit dengan menarik nafasnya kuat. "Jangan karna amarah dan ketakutan mu yang besar membuatmu bertindak bodoh Peter! Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menghukum wanita licik itu! Pikirkan Jasmine dan bayinya. Di mana keberadaan mereka sekarang! Kau harus menemukan mereka terlebih dulu sebelum menghukum jalang itu Peter!" teriak Luke sambil menangkup wajah Peter. "Ayolah. Kau bukan Peter yang ku kenal. Di mana Peter dengan segala kuasa dan kecerdikan nya?" Peter terengah. Menghirup rakus udara dingin yang terasa mencekiknya. Kobaran api di dadanya mendadak hilang tergantikan oleh rasa sakit yang kembali menciptakan butiran bening yang perlahan mengalir di sudut matanya sampai jatuh di atas bibirnya. "Aku lemah Luke. Dalam kondisi ini, aku bukan Peter si penguasa. Aku hanyalah seorang Ayah yang tak berdaya karna kehilangan putra nya ... " "Tidak!" Luke menggeleng pelan. Menyanggah ucapan Peter yang tak seharusnya Peter ucapkan. "Kau bukan Ayah yang lemah. Kau tidak akan kehilangan mereka asalkan kau bangkit dan mengalahkan ketakutanmu!" Peter diam sejenak. Menelaah satu-persatu perkataan Luke dan mendapatkan sesuatu yang menyadarkannya. "Yah. Seharusnya aku tidak membuang waktu dengan bertindak ceroboh begini. Aku harus menemukan mereka. Ya. Mereka adalah milik ku. Aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun menjauhkan mereka dari ku." "Tentu saja Dude. Sekarang mari kita balas wanita itu dan temukan keponakan ku," ucap Luke sambil menepuk pipi Peter pelan dan melepaskan cengkeramannya tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD