Sebuah Keluarga

1637 Words
Peter menelan saliva nya susah payah. Kenapa ancaman Jasmine membuatnya ngeri saja. Bukan karna apa? Dia sangat tau, hukuman apa dari ke dua ayah nya yang akan membuatnya kesal dan tak bisa melakukan apa-apa. "Bisakah kita membuat kesepakatan, sayang?" "Tidak! Aku akan tetap mengadukan mu. Sandiwara tak bermutu mu itu, nyaris membuatku dan putramu dalam bahaya, tau. Sekarang cerita kan semuanya dan jangan lupa tentang persekongkolan kalian itu!" "Tapi ... " "Kau mau membuat ibu hamil ini, marah-marah lagi hm!?" "Baiklah. Aku menyerah." Peter menghembuskan nafas panjang. Dia tidak mau ibu hamil itu terpancing lagi emosinya dan berakibat mengganggu kesehatan diri nya dan bayi nya. Biarlah dirinya mengalah dan mendapatkan hukuman nya. "Aku hilang kendali saat kau tidak ada di rumah begitu aku pulang. Akhirnya, aku meminta bantuan Luke untuk menemukan mu dan Luke mengatakan jika kau sedang berada di pesawat dengan tujuan Rusia." Bohong. Peter terpaksa berbohong, agar Jasmine tidak merasa ketakutan saat dia mengatakan jika dia mengetahui tentang kedatangan Ibu Anna dan semua kelicikan nya sehingga membuat Jasmine pergi. Dan tentang identitas nya, biarlah tetap menjadi rahasia nya. Peter merasa, belum saat nya Jasmine mengetahui semuanya. "Lalu, sejak kapan Luke keluar dari Rumah sakit? Bukan nya dia gila ya?" ucap Jasmine yang kini menyandarkan tubuh nya pada d**a bidang Peter dan menuntun tangan Peter untuk mengusap perut buncitnya. "Ke esokan paginya, saat aku gagal memeriksa mu setelah mendapat panggilan dari pihak Rumah sakit tempat Luke di rawat. Dan perlu kau tau Jasmine. Luke sudah sembuh. Dia tidak gila. Bahkan dia memukulku karna sudah membuat mu membawa kabur keponakan nya," tegas Peter, mengingat pukulan Luke yang berhasil menyadarkan nya. "Jadi Luke sudah berubah? Dia tidak akan menyakiti kita lagi?" "Ya. Dia sudah berubah. Dia menyayangi kita Jasmine." "Syukurlah," ucap Jasmine sambil tersenyum tipis. Inilah keluarga. Keluarga yang akan sama-sama menyayangi dan melindungi satu sama lain. Keluarganya akan lengkap setelah Queen juga menjemput kesembuhan nya. "Sekarang, lanjutkan ceritamu." "Kukira, kau sudah melupakan nya?" "Jangan harap! Kesehatan ingatan ku masih sangat baik. Kau berharap aku pikun ya? Hiks! " Astaga, aku salah bicara lagi ya? "Cup! Cup! Cup! Tidak Jasmine sayang. Aku tidak berharap seperti itu, sungguh," ucap Peter lembut sambil mengecupi Puncak kepala Jasmine. Ibu hamil di pangkuan nya benar-benar .... Ya Tuhan.... Kenapa kau membuat ibu mu sangat sensitif mungil? Lihat. Belum apa-apa Buddy sudah kalang kabut di buatnya. "Sekarang cerita. Aku sampai kelaparan menunggu ceritamu," sungut Jasmine sambil mengusap sisa air matanya. "Setelah beberapa jam di pesawat. Sekitar pukul 3 malam, akhirnya kita sampai di sini ... " ucap Peter memulai ceritanya. # flash back on Sedetik pun Peter tak bisa memejamkan matanya. Pandangan matanya tak teralihkan dari perut buncit Jasmine yang tertutupi oleh dress dan jaket kebesaran nya. Hampir saja, dia kehilangan hidupnya. Jika saja, Luke tak datang tepat pada waktunya, mungkin saat ini ibu Anna sudah dia singkirkan. Beberapa menit yang lalu, Peter membawa Jasmine dan Luke pindah ke pesawat yang hanya akan membawa mereka bertiga ke Rusia sesuai dengan keinginan Jasmine. Dia tidak tega, jika Jasmine harus duduk berjam-jam dengan kondisinya saat ini. "Bagaimana kau bisa melakukan kejahatan sebesar ini Jasmine? Kau sama sekali tak memikirkan perasaanku sebagai seorang Ayah," lirihnya sambil mengusap lembut wajah dan perut Jasmine bergantian. "Setelah ini, kau harus mendapat hukuman. Kau sudah berani berniat memisahkan ku dari putraku. Aku akan membuatmu sadar, jika hanya aku yang berkuasa atas mu dan satu-satunya tempat berlindungmu." Beberapa jam kemudian... Mereka sudah sampai di salah satu apartemen mewah milik Peter di Rusia. Peter sudah mengantarkan Jasmine ke kamar yang akan menjadi tempat dia menghukum wanita pembangkangnya. Dan kini, dia membutuhkan bantuan Luke untuk memperlancar proses hukuman untuk Jasmine besok paginya. "Luke, aku butuh bantuanmu," ucapnya saat mendatangi kamar Luke dan melihat saudaranya itu sedang berbaring di ranjang sambil memejamkan matanya. "Katakan Peter," jawab Luke tampa membuka mata. Peter melangkah menatap keluar jendela apartemen yang letaknya memang berada di atas ketinggian sekitar 50 meter. Suasana damai yang dia pilih sebagai lokasi tempat apartemen nya, memberikan kesan ketenangan lewat kemilau lampu tempat tinggal penduduk yang tak jauh dari apartemennya. "Aku akan menghukum Jasmine. Tapi untuk itu, kau harus turut andil di dalamnya." "Maksudmu?" "Sandiwara Luke. Bersandiwara lah seolah Jasmine terjebak bersamamu. Buat dia ketakutan sehingga menyesal sudah berani pergi dariku. Dan desak dia, agar mau mengakui kehamilannya, tidak menyembunyikan putraku untuk dirinya sendiri." Luke sontak bangkit dan duduk di tengah ranjang dengan pandangan tak suka akan keputusan Peter. "Kau sudah gila huh!? Ingat. Dia sedang mengandung. Bagaimana jika terjadi pada sesuatu padanya, lebih-lebih membahayakan nyawa keponakanku?" tanyanya dengan kesal. Kecewa dengan jalan pikiran Peter. "Tidak! Aku tidak mau!" tegasnya. Peter berbalik menghadapnya. Tangan nya terangkat kemudian bersedekap di depan dadanya. "Wanita keras kepala itu, perlu di beri peringatan Luke. Jasmine harus sedikit di gertak agar tak mudah mengambil keputusan dengan pergi atau lari dari ku. Jika aku tetap diam saja. Suatu saat bahkan Jasmine akan lebih nekat dari ini," tuturnya. Marah sekaligus kesal. Peter sangat menyayangkan jalan pikiran Jasmine. Terbuat dari apa wanita itu sehingga selalu memikirkan kebahagiaan orang lain dari pada dirinya sendiri? "Tidak masalah jika kau tak mau membantuku. Aku akan menyewa seseorang untuk menjalankan keinginanku." Final. Keputusan Peter tak bisa di ganggu gugat. Dia akan tetap menghukum Jasmine walaupun tampa bantuan maupun persetujuan dari Luke. "Sialan! Kau juga menggertak ku huh!?" geram Luke semakin tak suka dengan keputusan Peter. Peter mengangkat ke dua bahunya kemudian mulai melangkah ke arah pintu. "Tidak. Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku." Luke mengusap wajahnya kasar. Dia menyerah. Kali ini, dia tidak bisa mendebat pria yang kembali dingin sekaligus menyebalkan di depan nya. Dari pada Peter menyewa orang lain yang bisa saja membahayakan Jasmine dan keponakan nya, lebih baik dia saja yang turun tangan. "Baiklah. Aku akan melakukannya," jawabnya dengan menggerutu kesal. "Tapi ingat. Jika sampai terjadi sesuatu pada keponakan ku nantinya, aku akan menghabisimu!" tegasnya lalu menelungkup kan tubuhnya ke kasur. Tak mau lagi menatap wajah menyebalkan Peter yang tersenyum puas atas kemenangannya. "1 jam lagi, temui aku di ruang makan. Kita akan membahas semuanya di sana," ucap Peter sebelum melangkah keluar. "Terserah!" gerutu Luke kesal. Kenapa Peter sangat keras kepala? Dia juga kesal, karna sekarang, Peter juga berhasil mengendalikannya. Bukan karna apa? Dia hanya tidak mau Jasmine berada dalam bahaya. "Sialan kau Peter. Jika saja, kau bukan adikku. Sudah ku racuni kau dengan SIANIDA!" teriaknya walaupun Peter tak memperdulikan nya. Luke mengambil kaos yang sudah tersedia banyak di dalam lemari. Dia mengenakan ala sekadar nya lalu melangkah menuju ruang makan yang ternyata berjarak agak jauh dari kamarnya. Entah berapa luas Apartemen yang di tempatinya saat ini, yang dia tau, apartemen mewah dengan d******i warna putih dan silver itu sangat luas dan tinggi. Srreekkkk! Luke menarik kursi di seberang meja yang berhadapan langsung dengan Peter. Terlihat, Peter sedang mengotak-atik laptop di atas meja. "Katakan, apa rencana mu!" ucapnya setelah meminum jus jeruk yang sudah tersedia di meja. Peter mendongak. Memutar laptop di depan nya sampai menghadap Luke. "Kau akan menjadi penjahat di kamar ini. Semua CCTV sudah terhubung ke laptopku. Dan pakai ini. Aku akan memberi arahan pada mu, sesuai keinginan ku," ucap nya sambil memberikan sebuah earphone transparan. "Kau yakin, masih ingin terus melanjutkan nya?" tanya Luke kesal. "Peter, kondisi wanita hamil itu sangat rentan. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jasmine?" "Tidak akan. Ibu putraku itu kuat Luke. Jangan lupakan, dia Jasmine si keras kepala." Luke bangkit dari duduk nya, kembali menyerah untuk membuat Peter sadar dan kembali mendapat kekalahan untuk yang ke dua kali nya. "Baiklah. Aku turuti semua keinginanmu. Tapi jika terjadi sesuatu, kau satu-satunya orang yang bersalah atasnya!" tegasnya lalu pergi dari sana. Peter tersenyum samar melihat kepergian Luke dan keinginan nya yang akan segera terpenuhi. "Pelayan!" panggil nya dan seorang pelayan wanita tergopoh-gopoh menghampiri nya. "Ya Tuan?" "Antarkan makanan sehat untuk Ibu hamil yang berada di kamar ku." Pelayan itu mengangguk sembari membungkuk kan sedikit tubuh nya. "Baik Tuan," jawab nya. Peter bangkit. Dia masih ingin menemui Jasmine sebelum Jasmine sadar dan menjalani hukuman nya. "Siapkan dirimu, untuk hukuman mu sayang ...." **** Jasmine menarik dirinya. Dia kesal setengah mati begitu tau semua kebenarannya. Dia mengakui jika dirinya salah, sudah berniat memisahkan Peter dari putranya. Tapi, tidak seharusnya Peter menghukum nya seperti ini mengingat dia sedang mengandung. "Keluar!" "Apa maksudmu, sayang?" tanya Peter di landa kebingungan. Tadi Jasmine masih baik-baik saja, kenapa sekarang sifat pemarahnya muncul. "Jangan memanggilku sayang. Aku marah padamu. Sekarang, keluar!" kesalnya sambil menunjuk pintu keluar dengan mata berkilat marah. Peter menangkup pipi Jasmine dengan ke dua telapak tangan nya. "Maafkan aku sayang. Aku tidak bermaksud melakukan nya. Aku hanya ingin memberimu pelajaran agar kau menyesal dan tak pernah lagi, mencoba untuk pergi dariku," lirihnya dengan menyesal. Jasmine menggeleng kuat. Melepaskan wajah nya dari tangkupan tangan besar Peter. "Ya, aku memaafkan mu tetapi, untuk saat ini, aku masih sangat kesal dan marah padamu. Lebih baik kau keluar dari kamar ini atau aku yang pergi!?" tegas nya. Peter menghela nafasnya kasar. Kali ini, dia tidak bisa mendebat si ibu hamil keras kepala itu. "Baiklah. Istirahatlah, sayang," ucap nya kemudian melangkah ke pintu keluar. "Katakan, apa sandi untuk membuka pintu sialan itu!" Langkah Peter terhenti saat mendengar perkataan Jasmine. "Jangan mengumpat sayang. Itu tidak baik. Ingat, putra kita bisa mendengar suaramu," jawabnya sembari melangkah kembali mendekati Jasmine. Berharap mood Jasmine berubah dan sudah mau di dekatinya. "Berhenti disana! Sudah, katakan saja apa kata sandinya!" Bak mendapat keberuntungan lalu mendapatkan musibah besar. Peter terpaksa, kembali berbalik untuk melangkah keluar. "katakan My Jasmine, sayang," ucapnya lalu melangkah keluar. Jasmine mengerucutkan bibirnya. Semakin merasa kesal karna Peter tak berusaha keras untuk meluluhkan hatinya. Seharusnya Peter merayunya dengan segala cara, tentu dia akan luluh dan dengan senang hati berdekatan dengan ayah sang putra. "Dasar Mr. Belagu menyebalkan! Awas saja kau. Akan ku buat kau sama kesalnya seperti ku!" teriaknya lalu mengambil ponsel Peter yang kebetulan berada di dekatnya.  *** Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD