Sembuh?

1967 Words
Peter melangkah cepat. Beberapa kali dia harus mendengus kasar karna merasa kesal pada pihak Rumah sakit yang menghubunginya di saat yang tidak tepat. Jika saja, misi nya untuk memeriksa kondisi Jasmine tidak tertunda, mungkin saja saat ini dia sudah memberi Jasmine hukuman karna sudah menyembunyikan kebenaran tentang Puteranya yang mungkin saja sudah ada. "Apa yang terjadi?" tanyanya begitu sampai di depan ruangan luke. Dokter itu tak menjawab, dia hanya membuka pintu dan mempersilahkan Peter lewat anggukannya. Peter melangkah ke dalam ruangan dan mengedarkan pandangannya. "Luke?" sapanya begitu melihat seseorang yang berdiri membelakanginya sambil menatap keluar jendela. Luke berbalik begitu mendengar suara yang tidak asing baginya. Saat dunia mengucilkannya, menertawakan kehancurannya dan tak seorang pun mau untuk sekedar menjenguknya di penjara, suara itu yang selalu menyapa pendengarannya. Menemani kesepiannya. "Peter," jawabnya. Yah Peter. Pria yang sangat ingin dia lenyapkan, justru yang balik menghancurkan nya dan mengirimnya ke penjara hingga dia depresi dan nyaris gila. Saat harapan hidup tak lagi ada, Peter datang kembali menjadi malaikat penolongnya hingga saat ini, dia kembali. Dirinya sembuh. Dia merasa hidup sepenuhnya. “Peter, aku sembuh. Aku kembali .... “ "Luke, kau sembuh? Kau sembuh saudaraku?" ucap Peter girang sambil membawanya dalam sebuah pelukan hangat. Luke mengingat namanya, itu artinya kondisi ingatannya sebagai pria normal sudah kembali seperti sedia kala. Luke menepuk bahu Peter beberapa kali. Mengingat betapa banyak kejahatan yang sudah dia lakukan pada pria yang tak lain adalah sepupunya itu. Jika saja Peter yang berada di posisinya saat itu, mungkin dengan senang hati dia akan membuat Peter gila dan menyiksanya hingga tiada. Tapi takdir berkata lain, takdir menyadarkannya tentang kebaikan dan arti persaudaraan walaupun lewat jalan yang berbeda, dengan membuatnya mendapatkan ganjaran dengan tersiksa di sel pengap dan kekosongan logika. Luke menarik diri, menatap Peter dengan pandangan kagum dan rasa terimakasih yang tak akan pernah bisa dia balas. "Semuanya berkat dirimu. Jika tidak, aku akan tetap menjadi pria gila seumur hidupku," ucapnya. Peter tersenyum tipis. Akhirnya, Luke kembali dan itu artinya janjinya pada mendiang Bibinya sudah dia penuhi. Saat ini, tinggal Queen yang harus dia awasi perkembangan kondisi mentalnya. "Jangan katakan itu. Semua ini berkat kerja kerasmu untuk sembuh. Aku hanya sekedar membantu, bukankah itu sudah kewajibanku sebagai saudaramu?" Luke meringis. Kenapa sifatnya dan Peter harus berbanding terbalik. Mungkinkan, karna faktor didikan atau kah genetika? "Setelah keluar dari sini. Aku akan pergi jauh,” ucap Luke. "Suatu saat nanti, aku akan kembali jika kehidupanku sudah membaik," lanjutnya sambil melihat tangannya yang kembali berfungsi dengan baik, berkat sarung tangan hitam pemberian Peter yang membuatnya merasa memiliki jari. Peter berkilah. Menatap Luke dengan pandangan terluka. Dia merasa bersalah, karna Luke harus kehilangan jari-jarinya. Hukuman ringannya ternyata berdampak besar. Berakibat fatal hingga Luke kehilangan jari-jarinya. "Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Tempatmu disini, kau juga putra ayahku dan sudah sepatutnya kau mengabdikan diri padanya, di hari tuanya." "Dia membenciku Peter," lirihnya pelan. Dia menyesal. Sangat menyesal dengan kebiadaban nya pada Alexander yang ternyata hanya Ayah angkatnya. "Seharusnya aku tidak rakus akan kekuasaan sehingga mencoba menghancurkannya yang sudah jelas-jelas merawatku sejak aku kecil," lanjutnya. "Aku malu. Dia sangat menyayangi ku, sedangkan aku mencoba menghancurkan Ay... Bahkan untuk memanggil dan menyebut namanya saja, aku tidak pantas!" Luke menunduk dalam. Melangkah mundur, lalu duduk di sudut ranjang. Jari-jemari nya saling mengait satu sama lain. Menyadari jika jari-jarinya yang hilang adalah karma karna kerakusannya. Peter mendekat. Duduk di depan luke, setelah menarik sebuah kursi kayu dengan cat warna putih yang berada di sana. "Lupakan masa lalu. Kau sudah berubah. Kau bukan lagi Luxander yang haus akan kekuasaan sehingga menjadi pria licik, jahat dan tak berperasaan. Kau saudaraku. Luxander baru yang cerdik, baik dan pekerja keras. Kau harus minta maaf pada Daddy dan mengakui semua kesalahanmu." "Apa dia akan menerimaku Peter? Tidak mungkin! Aku sudah membuatnya membenciku!" ucap Luke frustasi. Membayangkan Alexander akan memukulinya saja sudah membuatnya bergidik. Peter menatap Luke yang seolah kehilangan semangatnya. Dia tau, Luke pasti membayangkan saat-saat di mana Ayahnya akan menolaknya bahkan memukulinya. "Dia akan menerimamu, aku yakin itu. Tampa kau tau, dia tetap menyayangimu walaupun tidak dia katakan. Bahkan dia menangis saat ku katakan kau kehilangan jari-jarimu. Dan perlu kau tau, dia memantau kondisi mu lewat orang suruhannya di sini." "Bagaimana kau tau Peter?" tanya Luke terperangah. Peter tertawa tipis. "Kau hanya belum tau siapa aku Brother," ucapnya. "Sekarang, aku ingin kau tinggal di mansion dan kembali ke perusahaan untuk mengendalikan semuanya." Luke tertawa malas "Bagaimana dengan dirimu? Sekarang kau ingin menjadi pria pemalas huh!? Aku sibuk bekerja, sementara kau enak-enakan bersantai Dude? Yang benar saja?" protesnya. "Hahaha ... " Peter terbahak. Luke memang belum tau seperti apa kesibukannya. Dan untuk saat ini, biarlah Luke menganggapnya suka bermalas-malasan. Jika sampai Luke tau, apa stempel jabatannya sekarang. Luke pasti akan shock, dan itu tidak baik untuk kesehatannya mengingat dia baru pulih dari ke tidak warasannya. "Lalu di mana kau tinggal?" tanya Luke kemudian. Peter menyugar rambutnya dengan sebelah tangan. "Di rumah kekasihku." "Jasmine?" Peter mengangguk. "Ya. Siapa lagi? Aku bukan pria yang akan suka bergonta-ganti pasangan sepertimu!" "Sialan! Kau mencuri start bung!?" "Ku pastikan, akan benar-benar menggantungmu terbalik di pusat kota jika kau sampai mengusiknya lagi!" "Hahaha ... Jangan lagi. Yang dulu saja, masih viral sampai saat ini," ucapnya. "Bolehkah kita pulang sekarang? Tempat ini sangat membosankan," . "Tentu saja. Aku yakin, kau masih ingat jalan pulang, aku tidak perlu menjadi sopirmu. Lagi pula, masih ada urusan penting yang mesti aku selesaikan!" ucap Peter sambil memberikan kunci mobilnya. Ke dua pria itu melangkah keluar dengan senyuman tipis yang menghiasi wajah tampannya. Beberapa perawat sampai heboh mengambil beberapa gambar layaknya kedatangan artis terkenal. Mereka tak menyangka, pria gila yang menjadi salah satu penghuni Rumah sakit elite itu, berwajah tampan bak dewa. Jika melihat penampilannya saat ini, siapa yang akan mengira jika pria itu, baru saja melepas stempelnya sebagai salah satu kandidat orang gila. Benar-benar Makhluk Tuhan yang sempurna... "Wow, kau mencurinya dari siapa?" pekik Luke kaget, begitu melihat mobil mewah dan langka yang hanya di miliki 5 orang saja di dunia sedang menunggunya untuk di jamah. Peter memukul pelan bahu Luke. "Sialan kau! Tentu saja mobilku Luke! Kurangi tingkat kekagetanmu itu, sebelum kau pingsan saat melihat pulau tempat senjata dan jet pribadiku!” ujar sambil berlalu dari sana. "Peter kau serius!? Pe-ter!" panggilnya penasaran. Peter hanya tertawa, lalu masuk ke sebuah Taxi yang sudah menunggunya. "ya! Kau bebas memilih, asalkan kau tidak banyak bicara!" "b******k!" teriak Luke saat Peter sudah pergi dari sana. Luke masuk ke mobil seharga triliun dolar itu. Tak menyangka dirinya akan merasakan kenyamanannya dan itu bahkan milik Peter. "Mulai detik ini. Aku akan memberikan hidupku untukmu, saudaraku. Tak akan ku biarkan siapa pun melukaimu. Aku tameng mu dan siapa pun yang berniat mengusikmu, aku akan menjadi senjata terdepan untuk menghancurkannya!" tekadnya lalu menyalakan mobil dan pergi dari sana. Mulai detik itu pula hidupnya berubah. Peter memberinya identitas baru. Dia bukan lagi Luxander si penjahat. Dia adalah Luxander si Pemilik ketenangan yang akan menghanyutkan ketika murka. **** Peter berhenti di sebuah Apotek. Dia akan mengunjungi Nenek Jessy dan membelikannya vitamin juga s**u penguat tulang. Di usianya yang sudah renta, wanita itu masih aktif bergerak dan Peter ingin terus melihat kelincahannya. Jejak kakinya berhenti di samping wanita yang memegang Alat kecil mencurigakan seperti yang ditemukannya di saku Jasmine tempo hari yang lalu. "Maaf Nyonya, jika boleh tau, alat apa yang sedang Anda pegang itu?" tanyanya tampa rasa malu. Kenapa harus malu, dia kan hanya bertanya bukan merampok atau mengganggu. Wanita itu mendongak, menatapnya dengan pandangan aneh. "Tuan ingin membelinya?" tanyanya dan Peter mengangguk. "Ini namanya Test pack. Alat untuk mengetahui kehamilan. Anda mem... " "Terimakasih!" belum sampai wanita itu bertanya lagi, Peter sudah memotongnya dan segera pergi dari sana. Peter gusar. Dia merasa kesal juga marah karna Jasmine benar-benar menyembunyikan hal besar itu darinya. Sialan kau Jasmine! Aku tidak akan mengampunimu. Taxi yang di tumpanginya tadi dia kemudikan sendiri. Sampai-sampai si sopir memilih meringkuk di kolong jok belakang mobil. Ngeri melihat si pengemudi mobilnya, melaju bagai kesetanan. Sempat dia berpikir, dia akan dibawa mati dengan alasan pria itu bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya. Ckitt ...! Bunyi ban mobil berdecit nyaring. Dan kembali si sopir harus terantuk belakang kursi karna ke gilaan si pengemudi. "Ambil ini. Jangan membantah!" Si sopir memilih diam dan mengangguk. Ini namanya ketiban durian runtuh. Sampai-sampai dia merasa pusing melihat banyaknya lembaran uang yang diberikan si pengemudi gilanya tadi. Dia rela, walaupun harus meringkuk di kolong jok belakang atau pun di bagasi bahkan sampai jidatnya benjol sebesar kelapa karna banyaknya terantuk jika mendapat uang sebanyak ini. Bolos bekerja selama 3 bulan pun, uang itu masih akan bersisa. Ya Tuhan ... Semoga pria tadi, akan kembali menggunakan Taxi ku... Okay. Sekarang tinggalkan si sopir Taxi dan kehebohannya. Kita Beralih ke Peter yang tergesa masuk ke rumah sampai-sampai pintu rumah Jasmine ringsek karna kuatnya dorongannya. "Jasmine!" panggilnya dengan gusar. Peter melangkah ke dapur, tapi di sana kosong. Tak ada Jasmine yang biasanya jam segini sudah menikmati es krim-es krim yang memenuhi lemari pendinginnya. Dia pun berbalik arah, menuju kamar yang di yakininya tempat Jasmine berada. "Jasmine!" panggilnya tapi ternyata ruang kamar juga kosong. Peter meremas rambutnya kasar. Jasmine tidak ada, sedangkan dia sangat haus akan penjelasan. Mungkin Jasmine berada di rumah grandma, pikirnya. Mengingat Jasmine yang sempat mengatakan ingin mengunjungi Nenek Jessy. Dan ini adalah kesempatannya untuk mencari bukti itu. Peter bergegas. Memorak-porandakan seisi kamar untuk mencari benda yang diyakininya sama dengan milik wanita tadi, bahkan isi lemari pun dia turunkan semua. Tidak ada tanda-tanda Jasmine pergi. Karna semua pakaiannya masih tersimpan rapi di dalam lemari. Peter kalang kabut mencarinya, sampai pada sebuah jaket tebal yang sedikit menggembung di sakunya menarik perhatiannya. Peter merogoh dan mengambilnya. Dia pun di buat kaget saat bukan hanya benda kecil itu yang di temukannya. Tapi selembar foto hasil USG yang bahkan nampak rupa, kelamin dan warna kulit seorang bayi. Inikah putraku? ***** Jasmine sudah duduk di kursi pesawat yang akan membawanya pergi. Sebentar lagi, pesawat yang di tumpanginya akan lepas landas dan putuslah hubungan Cintanya dengan Peter. Dia membuat perubahan rencana. Dia tidak akan ke London, karna jika ke sana, Peter akan lebih mudah menemukannya. Dia akan menuju Rusia dan menata hidupnya yang baru disana. Tampa Peter dan tampa Anna yang akan selalu mengganggu ketenteramannya. Jejak tangis belum bisa dia hentikan. Membayangkan bagaimana nasib putranya yang tumbuh tampa seorang Ayah, menjadi penyebab kesedihan terbesarnya. Untuk perasaannya, dia bisa menguburnya dalam-dalam. Melupakan Peter dan menjadikannya sebagai kenangan yang tidak perlu dia ingat, cukup dikenang saja. "Hiks ... Hiks. Maafkan Ibu ya, Nak. Ibu sudah merenggut kasih sayang seorang Ayah yang seharusnya kau dapatkan. Jangan bersedih. Bukankah sudah Ibu katakan. Ibu tidak akan pernah membuatmu merasa kurang akan kasih sayang. Ibu akan menjadi orang tua genap untukmu. Menjadi Ibu sekaligus Ayah yang akan selalu menyayangimu, hiks.. Hiks ...." Jasmine terisak. Beruntung kursi di sampingnya masih kosong. Entah siapa penumpang yang tidak tau waktu itu. Bahkan 5 menit lagi pesawat akan mengudara. Huh! Menyebalkan bukan?! Jasmine merogoh koper yang di bawanya. Mencari sesuatu yang nyatanya tidak ada. Test pack dan foto pertama putranya. "Astaga. Apa test pack dan hasil USG itu ketinggalan?" lirihnya sambil memukul pelan keningnya. "bagaimana jika Peter menemukannya? Tamatlah riwayatku ..." lirihnya putus asa. "Tak mengapa. Biarlah foto itu menjadi kenangan terakhir untuk Peter ingat, jika aku pernah mengandung putranya." Jasmine menyandarkan tubuhnya. Memejamkan mata sembari mengusap lembut perut buncitnya. Dia lelah, lelah dengan semua drama dalam hidupnya. Anna yang semula menyayanginya, berubah membencinya. Begitupun dengan ibu Anna yang jelas-jelas ingin menyingkirkannya. Tuhan, kenapa hidupku harus serumit ini? Tak terasa, Jasmine terlelap begitu cepat. Mungkin karna lamanya dia menangis hingga membuatnya sangat kelelahan. Tampa tau, seorang pria yang menjadi teman duduknya datang dan menyeringai tipis saat melihatnya terlelap. Pikiran licik memenuhi otak pria itu. Dia akan memanfaatkan kesempatan emas itu dengan mengambil banyak keuntungan melihat wanita cantik di sampingnya terlelap. Cantik, selamat menikmati hidupmu yang baru ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD