INTRO

256 Words
Tak ada bintang yang tampak di langit malam ini. Kerlap lampu dari pemukiman warga di bawah sana terlihat jelas dari tempat kami berdiri. Ditemani suara jangkrik yang bernyanyi tanpa perlu apresiasi, laki-laki itu menggenggam sebelah tanganku yang sedingin es. “Apa kamu mau buka hati buat aku, Bi?” Aku tak berani menoleh ke arahnya. Sekuat tenaga aku berusaha menemukan hal di bawah sana yang menarik pandangan. Tanganku terasa makin dingin. Namun, aku tahu rasa beku ini bukan dari udara pegunungan. Semua ini pasti karena laki-laki yang masih menawan tanganku dalam genggamannya. “Aku enggak pernah seserius ini, Bi. Apa semua yang aku lakukan enggak cukup meyakinkan kamu?” Badanku menggigil. Lidahku kelu. Aku tak dapat bergerak sedikit pun. Ketakutan dan kegairahan bercampur aduk dalam hatiku. Dingin karena gugup dan hangat karena perlakuannya membuatku bimbang. Sepertinya Ben memahami gemetar tubuhku. Karena tak lama, tangannya melepas genggaman, tetapi jaketnya yang hangat dan penuh dengan aroma tubuhnya diselimutkan ke atas bahuku. Menyusul kemudian lengannya yang merengkuhku begitu erat. “Aku akan tunggu, Bi. Tapi, jangan lama-lama…” Kalimatnya berakhir menggantung, membuatku tak kuasa untuk bergeming. Dan ketika aku menoleh, bibirnya menyapu bibirku dalam kecupan sekejap. Ada kilatan rasa terkejut di matanya. Namun, segera digantikan dengan senyumnya yang menawan. “Karena aku enggak bisa menahan diri untuk melakukan ini. Sorry, but I’m not sorry. Aku cuma ingin mencium pipimu, tapi sepertinya semesta menakdirkan lebih untuk kita.” Sekejap pipiku terasa hangat dan badanku sudah direngkuh sepenuhnya ke dalam pelukan Ben yang begitu hangat. Bagaimana mungkin aku tidak luluh?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD