DUA PULUH LIMA

1521 Words

Phoebe *** Tanganku mengusap nisan yang sudah lama tidak kutengok. Makam Mama terlihat terawat karena memang aku membayar biaya perawatannya. Walau hidup sulit, ini hal terakhir yang bisa kuberikan kepada Mama. “Mama sudah senang di sana ya? Mama kangen Pipi nggak?” Jari-jariku bergerak mengikuti ukiran nama Mama yang ada di nisan. Rasanya juga sudah lama aku tidak menyebut diriku dengan panggilan khusus dari Mama. Dulu, kata Mama, ketika aku kecil, setiap kali mengenalkan diri, aku akan menyebut diriku “Pipi”. Mungkin karena Vi-bi tak mudah terucap oleh lidah kecilku. Sejak itu, Mama menggunakannya sebagai panggilan khusus untukku. Beranjak dewasa, Mama sudah jarang memanggilku “Pipi”, mungkin karena aku juga yang merasa tak lagi nyaman dengan panggilan khas anak kecil. Entah mengapa

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD