2

1406 Words
Alisa P.O.V "Selamat datang di Nature Hotel. Saya, Zayyan Zia Rabbani dan ketiga adik saya menyambut Pak Tobbyas William Gerald selaku pemilik Matius Real Estate. Perkenalkan sebelumnya, pak. Ini ketiga adik saya. Yang ini bernama Umar, yang ini bernama Rafka, dan yang ini adik saya yang paling akhir bernama Alisa." Kata Ka Zayyan memperkenalkan kami. Pemilik Real Estate ini bersalaman dengan Ka Umar dan Bang Rafka. Astaga senyumnya!!! Bikin meleleh dong!! Saat dia mengajak ku bersalaman, aku hanya tersenyum dan menangkupkan kedua tangan ku dan menunduk. "Saya, Gerald." Katanya seraya tersenyum. "Saya Alisa. Silakan masuk!" Kata ku seraya menundukan kepala ku. Kami semua masuk ke dalam. Aku berjalan diantara Ka Umar dan Bang Rafka. Sedangkan Ka Zayyan terlihat sedang mengobrol dengan Pa Gerald. "Baik, sekarang kita ke meeting room. Umar dan Rafka jika kalian mau ikut ayo segera. Alisa, kamu langsung duduk disebelah kakak." Kata Ka Zayyan yang ku jawab anggukan. Aku langsung masuk ke dalam tanpa menunggu Ka Zayyan dan Pa Gerald dan memilih duduk di kursi sebelah General Manager. Setelah semua nya masuk, kami semua mulai fokus dalam membahas pembangunannya dan rute nya. "Baik, ada pertanyaan atau barangkali ada yang ingin menyampaikan pendapat?" Tanya Ka Zayyan. Aku mengangkat tangan ku dan berdiri. "Dari yang saya lihat, disini akan diadakan penggabungan rute jooging and sporty track. Tapi satu hal yang harus diingat kalau hotel ini akan berisikan orang-orang asing. Sebaiknya bagi para warga di real estate diberikan kartu atau kunci khusus untuk memasuki area jooging and sporty track hotel. Sementara itu, akan ada pembatasan seperti pagar untuk menjaga keamanan. Itu saja pendapat saya. Terima kasih." Kata ku seraya kembali duduk. Aku melihat Pa Gerald tersenyum menatap ku dan dia berdiri lalu menghampiri Ka Zayyan. "Begini saja, saya setuju dengan pendapat dari Nona Alisa. Kalau begitu kita akan membangun pagar di dua sisi. Sisi kanan dan sisi kiri." Kata Pa Gerald seraya menandai denah di papan menggunakan spidol. "Baik kalau begitu kita akan mulai membahas budget pembangunan ini. Dan investasi yang akan saya berikan ke hotel ini." Kata Pa Gerald. "Pa Zayyan, boleh saya berbicara dengan Nona Alisa sebentar?" Tanya Pa Gerald seraya menatap ku. Aku langsung menundukan kepala ku dan mulai berpikir. Ngapain nih orang? "Silahkan pak. Tapi jika tidak keberatan, saya akan menyuruh salah satu kakaknya mengikuti kalian." Kata Ka Zayyan. "Oh iya gapapa kok. Kami hanya mengobrol di area rooftop saja." Kata Pa Gerald. Ka Zayyan menatap ku seperti meminta izin dan ku jawab anggukan. "Baik kalau begitu silakan. Saya izin kembali bekerja. Rafka, kamu temani adik kamu!" Kata Ka Zayyan. Setelah Ka Zayyan pergi, Pa Gerald tersenyum menatap ku. "Baik, bisa kita segera menuju rooftop?" Tanya nya yang ku jawab anggukan. Kami menuju rooftop dan duduk dikursi yang memang ada disebelah kolam renang. "Saya penasaran, apa kamu itu bekerja dibidang arsitektur? Sejak tadi selama rapat, kamu cukup pintar dalam memilih desain yang kami ajukan." Katanya. "Maaf jika adik saya membuat bapak tersinggung. Adik saya masih kuliah. Dia mengambil jurusan sejarah islam." Kata Bang Rafka. "Whoa! Saya ga nyangka lho. Saya kira kamu sudah kerja di bidang arsitektur! Cukup kagum saya dengan pemilihan kamu. Oh iya boleh kita berkenalan dari ulang? Tadi kalian berkenalan saya sebagai pemilik. Tapi kali ini saya mau kita berkenalan sebagai teman." Kata Pa Gerald. "Baik, pak." Kata ku. "Jangan panggil saya pak memangnya saya sudah tua apa. Saya Gerald dan usia saya masih dua puluh lima tahun. Jadi saya masih muda." Kata nya. "Eeuumm, iya." Jawab ku canggung. "Kamu bisa panggil saya Bang atau Kakak pun gapapa atau mau panggil nama saya juga gapapa kok." Katanya yang ku jawab anggukan. "Eeuumm iya, bang." Kata ku. "Kalau kamu? Siapa nama kamu?" Tanya Bang Gerald ke Bang Rafka. "Nama saya Muhammad Rafka. Saya kakak ketiga Alisa. Saya lebih tua setahun dari kamu." Kata Bang Rafka. "Waduh, lebih tua ya. Maaf, kak. Saya ga tau." Kata Bang Gerald. "Alah gapapa kok. Panggil Rafka aja elah." Kata Bang Rafka. Bang Gerald menatap ku dan aku menatap Bang Rafka. "Dia Khalisa Aiza Az-Zahra panggil aja Alisa. Dia masih sembilan belas tahun." Kata Bang Rafka memperkenalkan ku. "Jujur aja ya saya kagum dengan pola berpikir kamu. Mungkin suatu saat kita bisa bekerja sama dalam membangun sesuatu?" Tanya Bang Gerald. "Tentu bisa. Adik saya yang satu ini memang menyukai seni arsitektur sejak kecil. Tapi dia memilih masuk sejarah karna dia menyukai pelajaran sejarah itu sendiri." Kata Bang Rafka. "Baiklah kalau begitu, semoga kerja sama ini bisa saling menguntungkan satu sama lain ya." Kata Bang Gerald. "Maaf sebelumnya tapi saya harus ke kantor duluan ya." Kata Bang Rafka. "Oh iya, Raf. Makasih ya. Saya disini dulu aja ngobrol sama adik kamu kalau boleh itu juga." Kata Bang Gerald. "Tentu boleh. Kalau kamu sudah mau pulang, biar adik saya antar. Dek, abang mau ke kantor lagi. Kamu antar Gerald sampai lobby." Kata Bang Rafka yang ku jawab anggukan. Bang Rafka langsung berjalan meninggalkan aku dengan Bang Gerald. Aku memilih menatap sekitar dan menikmati semilir angin yang berhembus dengan kencang. "Ekhem. Apa ga akan ada yang marah kalau saya mengobrol dengan kamu?" Tanya nya yang ku jawab gelengan kepala ku. "Bagus lah. Oh iya kamu kan katanya suka seni arsitektur ya. Kamu suka arsitektur yang kayak gimana sih kalau boleh saya tau?" Kata Bang Gerald. "Saya lebih suka arsitektur arab. Seperti bangunan yang ada di arab dan timur tengah. Itu bagi saya sangat bagus. Kalau Bang Gerald sendiri? Apa suka seni arsitektur?" Tanya ku. "Iya saya suka. Kalau saya suka arsitektur tropis. Kayak misalkan rumah yang berada di pinggir pantai. Itu tuh bagus banget bagi saya. Kayak beda gitu loh. Saya juga suka arsitektur yang modern." Kata nya yang ku jawab anggukan. "Kalau kamu selain yang arab itu suka yang gimana lagi?" Tanya nya. "Saya suka yang bertemakan tradisional. Menurut saya bagus aja gitu kayak semua unsur kebudayaan bisa terasa di arsitektur ini." Kata ku seraya tersenyum. "Saya mau mengenal kamu lebih dalam. Apa boleh?" Tanya Bang Gerald yang membuatku kaget. "Tapi kan kita baru kenal beberapa jam yang lalu. Abang jangan bercanda." Kata ku seraya tertawa. "Saya ga bercanda. Makanya saya bertanya apa boleh saya mengenal kamu lebih dalam." Kata nya. "Kalau yang abang maksud berteman maka saya terima." Kata ku. "Kalau maksud saya, saya mau kamu jadi pacar saya gimana? Apa kamu tetap terima atau menolak?" Tanya nya. "Saya tolak." Kata ku. "Kenapa?" Tanyanya. "Wa lā taqrabuz-zinā innahụ kāna fāḥisyah, wa sā'a sabīlā." Kata ku membacakan surat di Al Qur'an yang melarang mendekati Zina. "Artinya?" Tanya Bang Gerald seraya mengerenyitkan dahi nya. "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." Kata ku. "Abang ga ngajak kamu Zina, Lisa. We won't have a s*x. Abang cuman ngajak kamu untuk berpacaran." Katanya. "Bang, di agama aku dilarang untuk berpacaran. Bahkan abang pasti ngerasa dari tadi aku nunduk ga mau menatap abang. Ya karna agama aku pun menyuruh untuk menjaga pandangan semua umat nya, bang." Kata ku. Aku mengatakan ini karna aku melihat ada kalung salib di leher Bang Gerald. "Baik kalau begitu abang ga masalah. Tapi apa boleh abang mengenal Lisa lebih dalam?" Tanya nya yang ku jawab anggukan. "Abang mau kenalin kamu ke keluarga abang. Gimana? Lisa mau?" Tanya Bang Gerald. "Lisa belum bisa jawab sekarang ya bang. Lisa juga masih banyak kelas." Kata ku. "Yasudah kalau begitu. Nanti abang hubungi kamu ya. Boleh minta nomor kamu?" Tanyanya yang ku jawab anggukan. Setelah aku memberikan nomorku, Bang Gerald tersenyum dan ingin mebgelus kepala ku namun aku langsung menghindar. "Bukan muhrim. Ga boleh sentuhan bang." Kata ku. "Iya, maaf ya abang kurang tau mengenai agama kamu." Katanya. Aku menganggukan kepala ku dan menatap kesekitar. Aku menikmati semilir angin yang masih terasa sejuk. "Lisa, kalau begitu abang mau kembali ke kantor ya. Lisa masih mau disini atau ikut turun?" Tanya Bang Gerald. "Lisa disuruh Bang Rafka buat nemenin abang sampai lobby. Ayo!" Kata ku seraya berjalan terlebih dahulu. Kami menaiki Lift untuk turun ke Lobby, dan setelah itu Bang Gerald pun kembali ke kantornya. Sedangkan aku, kembali ke kamar Ka Zayyan. "Dek, tadi Gerald ngomong apa aja ke kamu?" Tanya Ka Zayyan. "Dia ngajak Lisa pacaran. Lisa tolak. Terus dia izin buat kenal Lisa lebih dalam." Kata ku. "Terus kamu izinin?" Tanya Ka Zayyan yang ku jawab anggukan. "Kakak ga akan masalah kalau kamu kenal dan berteman sama dia. Tapi abi dan umi pasti ga akan setuju apalagi kalau tau agama Gerald." Kata Ka Zayyan yang ku jawab anggukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD