Bab 14 Berbagi Ciuman

1185 Words
Kriss tahu semenjak mereka masih sekolah, Angel sangat suka es krim, tapi baru tahu kalau dia akan tergila-gila sampai seperti ini. Melihat camilan dingin nan manis itu menumpuk semakin tinggi di dalam troli, Kriss seolah bisa merasakan rasa manisnya yang lengket di tenggorokan. "Kau yakin bisa menghabiskan semua es krim itu?" "Tentu saja bisa," jawab Angel, masih dengan mata dan tangan yang menjelajahi tumpukan es krimnya, memastikan segala jenis es krim sudah ada di dalam troli. "Apa gigimu tidak sakit? Kau tahu makan sesuatu secara berlebihan tidak baik untuk kesehatan kan?" "Tahu, tapi mau bagaimana lagi, aku sangat suka." Kriss menghela napas pelan, berniat mengatakan sesuatu lagi tapi saat itu ponselnya bergetar. 'Aku lupa menyetok es krim di kulkas untuk Angel, jadi kalau kalian pergi membelinya, pastikan untuk membatasi jumlah yang bisa dia beli, kalau tidak, dia akan kalap dan membeli semua jenis yang ada di toko.' itu adalah isi pesan Emilie. Dan benar saja, saat Kriss mengalihkan tatapannya dari ponsel ke Angel lagi, tumpukan es krimnya semakin tinggi. Bahkan di rumah Dancel yang memiliki banyak personil, tidak pernah membeli es krim sebanyak itu, padahal Sharon dan Christy juga suka. 'Tidak apa-apa, meskipun Angel terlihat tidak suka hidupnya diatur, tapi sebenarnya dia anak yang sangat penurut. Dia akan mendengarkanmu.' pesan kedua dari Emilie datang lagi. Kriss memasukkan ponselnya ke saku dan mendekat ke arah Angel. Dia ragu kalau Angel bisa menurut padanya, mengingat gadis itu terkadang berbicara cukup sarkastik, tapi tidak ada salahnya mencoba. "Cukup, jangan ambil lagi." Kriss menangkap tangan Angel, menurunkan kembali es krim yang gadis itu pegang dan menariknya menjauhi ice box. "Kita bisa pergi beli lagi kalau kau sudah menghabiskannya, jangan beli terlalu banyak." Setelah itu, Kriss juga menurunkan lebih dari setengah es krim yang sudah Angel masukkan ke troli. Kriss berpikir, Angel setidaknya akan menunjukkan raut tak puas, tapi mengejutkannya, gadis itu benar-benar hanya diam menatapnya, menunggu hingga dia selesai mengembalikan es krim ke ice box sebelum mendekati troli lagi. "Baiklah, ayo ke kasir." Kriss diam menatap punggung Angel sejenak sebelum menyusul. "Kau, tidak keberatan?" "Tidak, ibuku pasti mengirim pesan kan?" Angel berhenti di belakang antrian. "Ya." "Aku memang seperti itu, jika menggemari sesuatu aku bisa kalap dan lupa diri, jadi terkadang aku perlu seseorang untuk mengingatkan." Dia tertawa pelan. "Karena itulah, hingga kini yang selalu menyetok es krim untukku adalah ibuku." "Oh, itu terdengar lebih masuk akal dari pada berpikir kalau kau adalah orang yang penurut." Antrian bergerak dan Angel ikut bergerak. "Apakah itu kata ibuku?" "Ya, tapi aku tidak percaya." "Kenapa tidak?" Saat itu, seseorang dari antrian selesai membayar dan keluar dari barisan sambil menenteng belanjaan. Seorang pria tinggi dengan tubuh yang cukup tegak dan berbahu lebar. Angel memperhatikannya terus menerus. "Aku sebenarnya cukup penurut pada orang tertentu." "Orang tertentu?" Kriss menyadari tatapan intens Angel dan mengikuti arah pandangnya. "Seperti?" "Orang yang ber-, kau menghalangi pandanganku." Angel menatap datar pada wajah Kriss yang tiba-tiba mendekat beberapa sentimeter. "Aku sedang berdiri di sini, menemanimu belanja dan kau berani menatap pria lain dengan tatapan seperti itu?" "Apa salahnya, dia tampan dan tinggi." "Aku lebih tinggi dan tampan darinya." Angel mengulum senyum dan mendorong wajah Kriss dari hadapannya. "Narsis." Kemudian mendoron troli ke hadapan kasir, menaikkan semua es krim ke meja dan menunggu lagi, hingga semua prosesnya selesai. "Lihat, aku bahkan membayarkan semua es krim itu untukmu." Setibanya di mobil, Kriss masih lanjut mengeluh. "Kau yang memaksa membayarnya." "Cih, tidak tahu terima kasih." Angel tersenyum, melepas kembali sabuk pengaman yang baru saja terpasang dan mencondongkan tubuh ke arah Kriss. Cup. Gerakan Kriss yang baru saja hendak menyalakan mesin mobil terhenti, saat menoleh wajah Angel masih berada sangat dekat dengannya, sedangkan rasa kenyal dan lembut dari bibir yang baru saja mengecup pipinya masih tersisa. "Terima kasih sudah membelikan es krim untukku," ujar Angel, dengan senyum yang sangat manis. Kriss menelan ludah. "Apa kita anak-anak?" "Apa?" "Apa kau pikir ciuman di pipi bisa membayarku?" Angel melepaskan tawa, kemudian memajukan wajahnya lagi, mengecup berkali-kali ke bibir Kriss. "Bagaimana?" "Harga semua es krim itu sekitar 15 doll ... Angel tidak menunggu pria itu menyelesaikan ucapannya dan kembali memberikan ciuman singkat beberapa kali, tapi seolah tak puas, Kriss menahan belakang kepala Angel dan mulai memperdalam ciuman. Saat di altar, ciuman mereka yang dimulai oleh Kriss sama sekali tidak mendapatkan respon baik dari Angel, tapi sekarang gadis itu bahkan aktif membuka mulutnya, mengalungkan tangan ke leher pria itu dan membuat suasana jadi sedikit ambigu dengan suara kecapan. "Ehem ... Angel dan Kriss menghentikan ciuman, saling memandang sejenak sebelum menoleh ke arah suara yang mengganggu mereka. Ternyata, yang berdiri di sisi pintu tempat Angel duduk adalah pria tinggi yang sebelumnya gadis itu tatap dengan intens. Wajah Kriss langsung mengerut. "Ada yang bisa kami bantu?" Tapi pria itu mengabaikan pertanyaan Kriss dan hanya menatap Angel. "Apa aku salah paham? Saat di dalam minimarket tadi, kau sepertinya menatapku dengan tatapan yang tertarik," katanya. Angel menyeka bibirnya yang basah dan mengangguk. "Karena aku berpikir kau punya tubuh yang bagus." Kriss yang mendengar itu langsung membuang muka, bersedekap dan menatap jalanan seolah ingin membuat lubang di sana. Pria yang mendapat pujian merasa berada di atas angin dan tersenyum bangga. "Lalu, bagaimana kalau kita ... "Tidak." Angel mengangkat telapak tangan. "Sudah terlambat, I'am taken." Selagi mengatakan itu, dia membalik telapak tangannya dan memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Pria itu mematung, mengalihkan tatapannya dan menemukan cincin yang sama juga melingkar di jari Kriss yang dengan sengaja memegang stir mobil. Raut ramahnya dengan cepat hilang. "Cih, kalau sudah punya suami, lalu kenapa menatap pria lain dengan tatapan menggoda, dasar jalang." "Kau!" Angel dengan cepat memegang lengan Kriss dan kembali menatap pria itu dengan senyum yang masih tidak berubah. "Aku rasa kau salah, aku menatapmu bukan untuk menggoda, tapi untuk memastikan kau ke arah mana setelah keluar dari minimarket." "Apa?" "Apa kau masih memiliki empat rokok yang kau curi?" Kriss dan pria itu membelalakkan mata. "Jika aku jadi kamu, aku pasti akan melarikan diri." Angel menopang dagu dan berkedip. "Tadi aku sedikit keceplosan dan memberitahukan nona kasirnya apa yang aku lihat." Saat itu, tiba-tiba ada sedikit keributan dari arah minimarket, yang ternyata adalah petugas kasir yang menunjuk ke arah pria di sisi mobil Angel dan Kriss sambil berbicara kepada beberapa polisi. "s**t!" Pria bertubuh tinggi itu dengan cepat berlari meninggalkan mobil dan menyeberangi jalan, diikuti oleh polisi di belakangnya. "Wah, kapan kau menyadarinya dan kapan kau memberitahu kasirnya?" Kriss selalu bersama Angel, jadi kebingungan karena tidak menyadari apa-apa. "Saat kau sibuk bicara dan membayar tagihan " jawab Angel. "Jadi kau benar-benar menatapnya terus menerus karena dia mencuri?" "Tidak, aku menyadari dia mencuri karena aku sedang mengagumi tubuhnya." Waja Kriss yang baru aja mengembangkan senyuman, gelap kembali. Dengan gerutuan pelan, dia menyalakan mesin dan meninggalkan tempat itu dengan kecepatan tinggi. "Pelan-pelan, aku ingin menikmati pemandangan." Setelah beberapa saat berjalan dan mencapai jalanan yang diapit ladang bunga, Angel melepaskan sabuk pengamannya dan berdiri. "Hey, berbahaya!" Kriss spontan meraih tangan Angel dan menariknya pelan. "Ayo turun." "Tidak apa-apa." Angel balas memegang tangan Kriss dan menyandarkan satu tangan ke kaca depan mobil. "Kau memegangku kan?" Demi keamanan, Kriss menurunkan kecepatan dan mau tak mau mulai menikmati pemandangan juga. Hari ini diawali dengan kekacauan dan pernikahan tiba-tiba. Rasanya aneh membayangkan kalau dia terikat dengan orang lain selain Rachel, dan Kriss berpikir bahwa kehidupannya mungkin akan semakin kacau setelahnya. Tapi ... Kriss mengalihkan tatapannya dari jalan dan mencuri pandang sejenak pada sisi wajah Angel yang penuh senyum. ... Keadaan ini sepertinya tidak terlalu buruk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD