Selesai berdansa, Angel dan Kriss tidak bisa berlama-lama di restoran karena Angel tiba-tiba merasa pusing. Tapi setibanya di parkiran, langkah Kriss juga ikut goyah, hingga Angel yang awalnya dipapah oleh pria itu harus bersandar ke mobil agar keduanya tidak jatuh.
“Ada apa?”
“Pusing.” Kriss menggelengkan kepala beberapa kali untuk menjernihkan pandangannya yang mulai mengabur, tapi yang dia dapatkan adalah rasa pusing yang semakin menjadi-jadi.
Angel mengerutkan kening, berupaya menahan tubuh Kriss yang hampir sepenuhnya menindihnya ke mobil. “Aneh, padahal kita tidak minum banyak ... Hey, tahan sebentar, jangan berbaring di sini, aku tidak bisa mengangkatmu ke mobil.”
“Aku tidak bisa melihat dengan jelas,” tanpa sadar, suara Kriss sedikit mengandung rengekan, dengan kedua lengan melingkar erat di tubuh Angel. “Pijakannku rasanya bergelombang.”
“s**t! aku juga pusing!” Selagi menahan tubuh Kriss, Angel berusaha untuk meraih ponselnya, tapi nahas, tas tempat dia menyimpan ponsel saat ini sedang terjepit oleh tubuh Kriss, yang sama sekali tidak bisa dia geser. “Ah! pinggangku bisa patah kalau terus seperti ini. Hey! Kriss, di mana kau meletakkan ponselmu?”
“Huh?” Sepertinya, Kriss sudah sepenuhnya mabuk, seluruh wajahnya juga sudah merona. padahal yang pertama kali merasa pusing adalah Angel. Tapi dibandinga gadis itu, Kriss memang minum lebih banyak wine tadi.
Angel menghela napas. “Di mana kau meletakkan ponselmu?”
“Ponsel?” Kriss mengangkat wajahnya yang bersandar di bahu Angel, menyebabkan jarak diantara wajah mereka menipis. “Di saku,” jawabnya lemah.
Angel mengabaikan tatapan intens pria itu dan mulai berupaya meraih ke dalam saku celananya.
“Oh? kau akhirnya di sini? kembali padaku?” Kriss berbisik pelan, mengulurkan tangan dan membelai pipi Angel. “Tahukah kamu, aku sangat merindukanmu.”
Angel membeku, rasa mual dan pusing di kepalanya semakin menjadi. “Jangan bicara sembarangan, atau aku akan membuangmu di tempat ini dan pulang sendirian.”
Mungkin saja karena beberapa indranya tidak begitu tajam saat ini, meski mendengarkan kata-kata yang cukup emosional di telinganya, reaksi yang Angel dapatkan hanya mual dan tidak ada rasa panik.
Yang panik justru si pria mabuk Kriss. “Tidak, jangan tinggalkan aku.”
“Tutup mulutmu, aku bukan Rachel.” Angel akhirnya berhasil meraih ponsel di saku Kriss dan menariknya keluar.
“Rachel?” Kriss tersenyum tipis, menunduk dan mulai menciumi wajah Angel, awalnya di pelipis, lalu pipi, kemudian ujung bibir, selanjutnya ke bibir, tapi kali ini Angel dengan sigap menghindar, sehingga kecupan Kriss berlanjut ke garis rahang.
“Ugh, tunggu saja. Saat bangun, aku akan menghajarmu habis-habisan.” Angel menggunakan ibu jari pria itu untuk membuka kunci dan mulai mencari kontak milik keluarga Dancel, dan yang pertama dia temukan adalah nomor Sharon di panggilan teratas, jadi Angel memanggil nomor itu.
Butuh beberapa saat hingga panggilan itu tersambung, sedangkan gerakan Kriss semakin liar dan mulai meraba ke mana-mana.
“Halo?”
“H-halo? bibi?” Angel menggigit bibir untuk menahan desahannya yang hampir keluar saat Kriss menyesap kuat kulit di perpotongan lehernya, tanpa melihatpun Angel yakin besok bekasnya akan terlihat jelas. “Kriss sedang mabuk berat, bisakah bibi menyuruh seseorang menjemput kami? aku ... juga agak mabuk, jadi tidak, bisa menyetir.”
Di seberang telepon, Angel mendengar suara Sharon yang sepertinya menahan tawa, dan Angel bersumpah mendengar suara ibunya juga.
Hal ini dengan jelas mengkonfirmasi bahwa yang dia dan Kriss alami adalah rencana dari dua wanita paruh baya itu.
Angel benar-benar merasa dikhianati oleh ibunya sendiri.
“Bibi? bisakan?” Angel mendorong tangan Kriss yang mulai menjalar untuk mengangkat gaunnya.
“Tentu saja sayang, aku akan mengirim supir pengganti secepatnya.”
Dengan bunyi bip pelan, sambungan telepon akhirnya terputus.
Angel menghela napas pelan dan meletakkan ponsel itu kembali ke saku Kriss, kemudian mulai menahan kedua tangan nakal pria itu agar tidak menciptakan momen memalukan saat si supir datang.
Tapi, tertindih di mobil oleh seorang pria yang tidak berhenti mencumbui wajah, leher dan bahunya saja sebenarnya sesuatu yang cukup memalukan, terlebih karena Angel sendiri mulai terpengaruh oleh alkohol dan ciuman Kriss hingga wajahnya memerah.
Untungnya, dia masih cukup sadar tempat dan tidak ikut terbawa suasana.
Jadi, saat supir yang Sharon kirim datang dan melihat pemandangan yang cukup panas itu, mau tak mau pria muda itu terdiam mematung dengan wajah memerah.
“Apa yang kau tunggu?” Angel menahan getaran napasnya. “Cepat bawa dia menyingkir dariku, dan masukkan ke dalam mobil.”
“Ah, uh ... B-baik!”
Begitu dilepaskan, Angel tertatih-tatih dan masuk ke dalam mobil. saat itulah dia menyadari bahwa mobil itu adalah mobil modifikasi yang memiliki sekat pembatas yang mengisolasi kabin belakang sepenuhnya dari kursi pengemudi.
Jadi, apapun yang terjadi di kursi belakang, supirnya tidak akan tahu.
Angel tidak tahu, apakah harus tertawa atau menangis dengan hal ini, mengingat ibunya juga berpartisipasi.
Dan sebenarnya, apa yang mereka rencanakan? Membuatnya tidur dengan Kriss? Lalu apa?
Menikah?
Tapi, Angel tidak bisa berpikir lebih jauh, karena pikirannya yang terkontaminasi oleh alkohol, juga karena Kriss sudah masuk ke dalam mobil dan langsung menarik lengannya, mendekatkan wajah hendak meraup bibir Angel.
Tapi Angel menahan d**a pria itu, namun tanpa upaya untuk menjauhkan wajahnya. “Kriss, sekarang aku tanya, siapa aku?”
“Huh?”
“Apakah aku Rachel?” Angel bertanya kembali dengan mata menyipit.
“Rachel?” Kriss meneliti wajah Angel seksama dengan mata merah tak fokusnya. “Bukan.”
“Lalu siapa?”
“Si kutu buku.” Kriss tersenyum lebar. “Angel yang sangat menyebalkan.”
Angel mendengus keras dan mendorong Kriss dengan keras hingga terdorong ke belakang, hampir menabrak jendela. “Bagus, setidaknya aku bisa memaafkanmu karena menciumku.”
Kriss berupaya duduk stabil kembali, memegangi kepalanya dan merangkak mendekati Angel lagi. “Rasanya sangat sesak di bawah sini.” Dia memeluk pinggang Angel kembali dan menelusupkan wajah ke tengkuk si gadis. “Bisakah kau membantuku? Angel?”
“Tidak.” Angel menolak tanpa mengubah raut wajahnya, tapi juga tidak mendorong Kriss menjauh lagi.
“Kenapa?”
“Karena jika kita melakukan sesuatu sekarang, ibumu dan ibuku jadi punya alasan untuk langsung menikahkan kita.”
Kriss mengerutkan kening. “Kau tidak mau?”
Sepertinya, karena terlalu mabuk, pendengaran Kriss juga mulai terganggu, sedangkan Angel secara perlahan mulai mengantuk.
Angel bahkan lupa, bahwa sebelum naik ke dalam mobil, dia belum memberitahu si supir di mana alamat apartemennya dan ke mana mereka harus diantar.
Hal terakhir yang Angel ingat malam itu hanya sentuhan dan ciuman Kriss ke sisi wajahnya yang masih berlanjut, tapi pria itu sepertinya masih cukup sadar untuk tidak melanjutkan aksinya lebih jauh karena Angel sudah menolak dan juga jatuh tertidur tak lama kemudian, dalam keadaan masih melingkupi tubuh Angel dengan pelukannya.
Sedangkan keesokan hari yang kacau sedang menunggu dengan tak sabar.