Pertemuan Kedua

2282 Words
Ponsel Elvern berdering. Tyrion bisa jadi dua kali lipat menyebalkan untuk waktu-waktu yang tidak tepat. Baru saja Elvern bermaksud mampir ke suatu tempat untuk membeli sesuatu,pesan masuk dari adik bungsunya telah memenuhi ponselnya sejak tadi. Padahal dia baru saja berdiri di sebuah rak buku dan belum berlangsung selama sepuluh menit. Elvern benar-benar muak bila adiknya itu sudah menterornya seperti ini hanya karena perihal jam pemotretan. Ketika Elvern mencek ponselnya sendiri dia menemukan serangkaian pesan yang berisi banyak ultimatum untuk segera angkat kaki. Apalagi ketika dia bilang bahwa sudah memarkirkan mobilnya di ujung jalan. Elvern mengantongi ponselnya, mengabaikan serangkaian pesan yang memuakan disana. Setidaknya buku tipis ditangannya lebih menggoda untuk dipandangi. Pria itu terlihat menimbang-nimbang buku tipis yang telah berada didalam genggaman tangannya. “Maaf Tuan, toko kami tidak memiliki kebijakan untuk membaca ditempat. Bila anda ingin memilikinya silahkan beli dan baca ditempat lain,” kontan pria itu menutup kedua matanya. “Apa kau sedang meremehkanku?” sahut Elvern.Dia melirik kearah seorang gadis dengan rambut pendek, nyaris seperti seorang pria bila Elvern tidak jeli. Tidak mengira bahwa seseorang berani menegurnya begini. Salivanya belum kering ketika mata mereka berdua bertemu. Elvern tidak mengira bahwa dunia teramat sempit. Cepat-cepat dia membawa buku yang ada ditangannya pergi. Mengabaikan tatapan aneh dari si gadis yang menegurnya sebab Elvern justru malah menolak untuk berbicara lebih banyak lagi. Dia pikir bisa melarikan diri dari gadis itu, tapi ternyata pikirannya salah sebab gadis itu mendekat ke meja kasir dan melayaninya. Seolah tidak ada yang terjadi gadis itu langsung mengambil buku yang ada dimeja kasir dan menghitungnya. Elvern tidak lagi berkata-kata dia memberikan kartu kreditnya sebagai alat p********n dan kemudian diam-diam meneliti gadis itu lebih lama lagi. Gadis dengan name tag bernama Haleth itu tidak bereaksi sama sekali ketika Elvern mencoba membalik cover majalah yang diambilnya. berupaya menarik perhatian barangkali gadis itu akan bereaksi sebab dirinya adalah sosok yang berada dicover majalah tersebut. “Tolong tanda tangan disini,” ujarnya mengulurkan sebuah pulpen untuk dia raih. “Dimana aku harus tanda tangan? Di tanganmu?” gadis itu mengernyitkan dahinya sendiri. Ia menunjuk kearah struk bukti p********n dari mesin gesek sebagai akhir dari transaksi yang terjadi. “Disini,” ujarnya lugas. Elvern diam sesaat. Dirinya merasa baru saja ditampar oleh sifat narsis yang tiba-tiba ingin dia perlihatkan. Dia merasa perlu untuk nampak superior meskipun gadis didepannya terlihat tidak begitu peduli. Padahal kepalanya saat ini sedang dipenuhi oleh seluruh rangkaian kronologis dari malam panas yang terakhir kali mereka buat di tahun tahun lalu. Melihat perempuan itu bersikap seperti dirinya orang asing membuat dirinya sedikit terluka. Bukankah biasanya selepas one night stand pihak wanita yang akan mencari-cari pria yang menjadi pasangannya ? tapi mengapa dalam hal ini justru Elvern merasa bahwa dirinya lah yang terlalu berusaha. Pikirannya kalut. Mendadak hening. “Halo Tuan?” ujar si gadis yang merasa terlalu lama mendapatkan respon untuk sesuatu yang sederhana. Elvern mendecakan lidahnya. Dia sudah salah mengira bahwa gadis itu meminta tanda tangannya sebagai permintaan personal. “Hei, kau tidak sadar siapa yang ada di cover majalah ini?” gadis itu terlihat tidak mengerti, namun kemudian dia menundukan kepalanya untuk meneliti tagline yang ada pada kertas didepan dirinya lebih lama. “Ah, apa anda adalah orang yang sama dengan yang ada dimajalah ini?” tanyanya. Dari nada suaranya dia terlihat agak terkejut. Meski tidak terlalu berlebihan. Meskipun minim tapi Elvern merasa hal itu sudah cukup untuknya. Ada sebuah kebanggaan yang tiba-tiba saja memenuhi dirinya secara utuh. “Jadi mau minta tanda tanganku?” Perempuan itu sekali lagi mengerutkan keningnya. Wajahnya terlihat kembali tidak berekspresi sama sekali. Lalu tiba-tiba saja dia mengubah raut wajahnya menjadi jenis wajah manis yang terlihat begitu ramah. ‘manis sekali’ “Tidak usah Tuan, saya hanya memerlukan tanda tangan anda distruk saja.” senyuman gadis itu masih berkembang. Ketika kata itu diperdengarkan, kebanggan yang telah dibangun olehnya mendadak hancur lebur. Gadis itu terlalu arogan. “Apa?” “Tolong tanda tangani struknya tuan.” “Hah… aku tidak percaya dengan apa yang terjadi didepan mataku ini,” Elvern bersungut lalu membubuhkan tanda tangannya diatas struk yang gadis itu minta. Ia membanting pulpen yang ada ditangannya dan langsung pergi keluar dari tokonya dengan wajah kesal dan mukanya merah padam. *** Aku melirik kearah majalah yang tadi pemuda itu ambil, aku paham bahwa dia sedang berusaha untuk menggodaku. Dan aku tahu bahwa orang yang ada di cover majalah tersebut adalah dirinya. Tapi aku bukanlah tipikal perempuan yang akan langsung tergoda dengan hal-hal seperti itu. mungkin dalam pandangannya dia sudah superior. Tapi dimataku sama saja. tidak ada yang berbeda. Aku adalah penganut asas dimana setiap manusia memiliki jalan hidup yang berbeda. Meskipun jalan hidupku sedikit lebih lambat dalam hal financial. Buktinya setelah lulus kuliah aku belum dapat pekerjaan yang bagus dan malah bekerja sambilan di toko buku seperti ini. ya, hidup memang seberat itu. “Dia sudah bayar tapi kenapa ditinggal disini? merepotkan oranglain saja.” aku memandangi lagi majalah yang ada di meja kasir setengah malas. “Ada apa Haleth?” Lusi teman kerjaku mendekat kearah  meja kasir. Aku melirik jam yang ada diatas dinding. Ah.. pukul empat sore. Waktunya pergantian shift. “Ada orang aneh,” “Orang aneh?” Lusi melepaskan jaket yang dia kenakan untuk kemudian memperlihatkan seragam toko yang dia kenakan dibalik jaketnya. “Ya, orang narsis gila,” ujarku lalu menenteng majalah yang berada di meja kasir lalu keluar dari area kasir. “Mau kemana ?” Lusi masih memandangiku dengan tatapan aneh. Aku rasa dia terlalu terkejut atas kepedulian tingkat tinggi seperti ini. Memang jarang sekali aku tertarik pada hidup oranglain. “Ini akan aku berikan. Kurasa dia belum jauh.” *** Mood Elvern memburuk. Dia pikir kondisinya sekarang yang adalah seorang model terkenal juga tampan akan membuat perempuan yang menjaga toko buku tadi paling tidak ingat dengan apa yang pernah mereka lakukan di beberapa tahun lalu. Tapi seperti dugaannya perempuan itu masih persis sama, tidak terlihat tertarik sama sekali padahal pria yang dia tiduri sudah sesukses sekarang. Apa perempuan itu berhati batu? Dia sempat menyesal tidak memberitahukan namanya saat pillow talk berlangsung. Pria itu mengacak rambutnya. Bukannya aneh dia bersikap seperti itu? perempuan itu pasti mengira bahwa dirinya adalah seorang narsistik akut. Sejauh ini dia tidak pernah memuji seorang gadis pun dengan sebutan manis. Tidak ada yang benar-benar membuatnya tertarik didunia fana yang telah dia tinggali entah berapa ratus tahun ini. terlebih jalan hidup yang dia jalani kali ini paling berbeda. Lebih tepatnya beberapa tahun lalu ketika diri diseret seorang gadis dan membawanya untuk digagahi semalaman tanpa ampun. Wajah gadis itu mengingatkannya pada sosok gadis yang pernah dia temui beberapa ratus tahun silam. Seorang pengembala yang mati dengan cara menyakitkan karena dituduh sebagai seorang penyihir. Hah.. luka lama yang terbuka memang sulit untuk disembuhkan. Dan setelah pencariannya, dia secara tidak sengaja kembali dipertemukan lagi. Siapa tadi namanya? Ah.. Haleth kalau tidak salah. Dan sialnya Haleth adalah orang yang Elvern percayai sebagai reinkarnasi dari gadis pengembala yang dia temui dimasa silam. Dia pikir dia kehilangan gadis itu selamanya, tapi hanya beberapa tahun setelah kejadian itu dia dipertemukan kembali. Takdir yang luar biasa. Tapi pertemuan kali ini tidak sefantastis pertemuan pertama sebab Elvern merasa dipermalukan secara tidak langsung. Elvern membenahi letak kacamata hitam miliknya yang semula dia kaitkan pada bagian round neck kaos oblong santainya untuk dia putuskan untuk dipakai ditempat yang seharusnya. Sesekali Elvern merasakan bahwa beberapa pejalan kaki yang ada disekitarnya menoleh paling sedikit dua kali padanya. Atensi macam ini sudah bukan dari hal yang aneh untuknya. Lampu penyebrangan jalan masih berwarna merah ketika Elvern melirik keatas sana. Dia kembali mengutuk mengapa segala hal jadi terasa lambat untuk beberapa alasan yang tidak masuk akal. Kendaraan yang melintas juga nampak lebih padat daripada hari-hari biasa. Elvern melirik kearah ponselnya yang sekali lagi bergetar. sebuah notifikasi dengan nama Tyrion jelas nampak di screennya. Elvern melirik dan mendapati mobil sport hitam adiknya sudah terparkir didepan sana. Dia mendapati adik bungsunya itu berdiri di salah satu kedai minuman untuk mengantri. Suara lampu penyebarangan berbunyi, itulah saat yang tepat bagi Elvern untuk menyebrangi jalan sebelum lampunya kembali berwarna hijau untuk para pengguna jalan yang menggunakan kendaraan. Elvern melenggang santai ketika telinganya samar-samar mendengar sesuatu. Seperti seseorang yang memanggil namanya berulang-ulang. Elvern sempat hampir menghentikan langkahnya tapi dia sadar sepertinya hal seperti itu tidak perlu dilakukan terlebih setelah kejadian memalukan yang terjadi di toko buku beberapa saat yang lalu. Persona ditubuhnya mengatakan bahwa mungkin orang yang sedang memanggil namanya hanyalah salah satu dari banyaknya fans yang menyukai dirinya. “Tuan Elvern,” Tapi kenapa semakin dihindari suaranya makin jelas? Elvern menghentikan langkahnya karena tangannya ditarik paksa. Pemuda itu menoleh kebelakang dan mendapati bahwa si gadis kasir Haleth mengejarnya. Tunggu? Apa mungkin dia sadar bahwa Elvern adalah orang yang dia tiduri beberapa tahun silam? “Apa anda tidak bisa mendengar suara saya?” ujarnya setelah memastikan kami kembali di sisi trotoar yang telah Elvern tinggalkan beberapa menit yang lalu. “A-ada apa ?” Elvern sadar bahwa bukan saatnya bagi dirinya untuk merasa gugup. Tapi jantungnya yang berdebar tidak bisa dia bohongi. Sensasi yang dia dapatkan dari gadis ini terlalu membuat kepalanya selalu pusing untuk diterka. “Belanjaan anda tertinggal. Buku ini sudah masuk dalam daftar yang anda bayar tadi,” sorot matanya nampak tidak berekspresi lebih. Dan sekali lagi angan-angan Elvern mengenai segala macam hal yang dia pikirkan dihancurkan hingga berkeping-keping oleh Haleth. Pemuda itu menatap kearah si gadis yang menyodorkan majalah yang dia tinggalkan di meja kasir dengan tatapan tak percaya. Gadis ini mengejarnya sejauh ini hanya untuk menyerahkan majalah ini? “Ini milik anda Tuan,” sekali lagi Haleth mendorong majalah itu kedepan muka sang pemuda yang belum bisa menguasai dirinya sendiri. “Aku sudah melihatnya di tokomu, kau tidak perlu repot-repot melakukan hal tidak berguna seperti ini,” ujar Elvern sebagai gantinya. Dia tahu nada bicaranya sangat ketus dan hal itu mengundang ekspresi baru pada wajah Haleth. “Apa maksud anda?” “Lupakan saja, aku tidak butuh buku ini. Oh.. apa sekarang kau sedang berusaha untuk mencari perhatianku dengan melakukan hal remeh ini?” “Apa anda baru saja merendahkan saya?” “Memang kenapa? Apa kau merasa terhina ? padahal kau sendiri mempermalukan costumer mu beberapa saat yang lalu?” “Kapan saya mempermalukan anda? Bukannya anda sendiri yang mengambil kesimpulan lalu bersikap narsistik didepan saya kenapa anda menyalahkan saya untuk sifat anda sendiri?” “HAH? kenapa kau malah sewot dan menyalahkan aku ?” “Karena anda pantas dibalas dengan cara seperti itu! saya sudah berusaha untuk bersikap ramah pada anda. Tapi anda selalu menyalahartikan sikap saya. Anda pikir anda bisa bersikap dan berbuat apa saja hanya karena anda punya banyak uang di dompet anda?” “Hei!” Elvern memberenggut, dia tidak mengira bahwa perempuan itu akan membalasnya dengan cara seperti itu. “Kenapa bawa-bawa soal uang yang ada didompetku?” “Anda membuat segala hal yang terjadi semakin tidak karuan tuan bawa saja buku dan selesai!” “Segitu tidak inginnya buku ini menumpuk di tokomu ya?” dengus Elvern enteng. Entah mengapa dia merasa sangat kesal kali ini. “Saking tidak lakunya kau sampai rela mengejar-ngejar orang asing untuk membawanya. Benar-benar lucu, buang sajalah,” Elvern mendecak sebal. Namun siapa sangka bahwa ujarannya kali ini dibalas dengan cara yang cukup ekstrem. Sebuah pukulan dia terima dari buku yang sebelumnya diserahkan Haleth kepada dirinya. Dia lalu mendorong buku yang telah dia gunakan untuk memukul dan memaksa tangan Elvern untuk memegang buku itu. “Silahkan buang majalah ini dengan tangan anda sendiri Tuan, saya lelah berdebat dengan orang yang bebal!” Haleth membuat sebuah pergerakan, dia mundur dan membuat jarak dan menyebrangi jalan raya dengan suasana hati yang tidak kalah buruk. “Pergi saja kalau kau—” mata Elvern membelalak lebar tatkala lampu penyebrangan sudah berwarna hijau untuk kendaraan. Sebuah mobil van besar berdecit keras disertai suara klakson yang melengking.. Mobil itu siap untuk menyambar tubuh Haleth dari samping. Segala hal yang berada dalam pandangan Elvern berubah total hanya dalam sejenak. Terlalu lambat. Hingga dengan mudah Elvern berhasil meraih tangan kecil itu dalam genggaman dan menyelamatkan. Menarik tubuh gadis itu untuk kembali ke trotoar. Sampai debu dan udara tipis yang menggoyangkan helai rambut gadis itu nampak jelas. Suasana kembali bising lagi ketika moment kritis itu berhasil dihindari. Lalu godaan itu muncul. Dia amat tertarik pada gadis itu, lalu membubuhkan sebuah kecupan pada bibir si gadis. Semua kembali normal. Ah.. tanpa sadar dia sekali lagi melakukan sesuatu yang tidak perlu rupanya. “Tuan Elvern?” Mata Haleth melebar dengan begitu sempurna tepat ketika dia sadar tubuhnya berada pada tempat yang tidak seharusnya. Dia berada dalam pelukan pemuda itu dengan bibir mereka yang sempat beradu. Bukankah mereka baru saja berciuman? Tapi bagaimana bisa itu terjadi? Haleth mendorong bahu Elvern terkejut, dia juga memegangi bibirnya. Tepukan di bahu Elvern membuat pemuda itu mendongak. Ada Tyrion yang sudah ada dibelakangnya. Ekspresi wajah sang adik nampak terganggu untuk beberapa saat. Tapi Elvern tidak sedang baik-baik saja. canggung. Mata gadis itu melotot lalu membetulkan dirinya sendiri. Menatap Elvern dengan pandangan nyaris membunuh. Aneh sekali, rasanya berbeda. Gadis itu jadi berbeda. Dia lebih… menggoda? “Ada yang salah?” tanya Tyrion. “Kau tahu kan bila kita sudah berhenti untuk itu. kita semestinya sudah tidak tertarik dengan darah manusia,” Tyrion tersenyum. “Kurasa kakak sedang lapar. Kita bisa cari model yang lebih cantik untuk dicicipi nanti.” “Ya, tapi tidak akan sama,” “Maksudnya?” “Rasa gadis itu… enak,” “Hah?” “Alasan mengapa aku tidak bisa melupakannya karena rasanya memang seenak itu,” Elvern berseringai. Sedetik iris matanya kembali pada warna yang semestinya. Merah darah. Sebelum mata itu kembali pada warna kelabu. “Aku akan menemukannya lagi. Merasakan dirinya lagi,”    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD