Tepat jam tujuh malam, mereka sampai di pusat kota Jambi. Wahyu kembali melajukan mobilnya menuju ke suatu tempat.Tidak lama kemudian mereka sampai.
Wahyu memarkirkan mobilnya di depan sebuah rumah mewah berlantai tiga, di salah satu perumahan elit yang sangat terkenal di kota tersebut.
Melihat Yara yang baru saja tertidur lelap, membuat Zakki tidak tega untuk membangunkannya. Pria itu memilih untuk menggendong istrinya masuk ke dalam rumah dan langsung menuju lantai dua di mana kamar mereka berada.
Dengan lembut, pria itu membaringkan tubuh Yara di atas tempat tidur king size miliknya, lalu menyelimuti tubuh wanita tersebut hingga batas d**a.
"Tidurlah, sayang. Mas pergi dulu sebentar, Mas akan pulang secepatnya," bisik Zakki dengan lembut. Pria itu kemudian mengecup kening istrinya dengan penuh sayang, sebelum akhirnya melangkah keluar, meninggalkan Yara yang sedang tertidur lelap.
"Kita berangkat sekarang, Pak?" tanya Rangga begitu melihat Zakki munuruni tangga.
Zakki mengangguk cepat, "Anindya sudah menyiapkan semuanya, bukan?" tanya Zakki balas bertanya.
"Bapak jangan kuatir, semua keperluan Nyonya Zakki sudah dipersiapkan oleh Anindya, mulai dari perlengkapan mandi sampai perlengkapan bertempur di atas ran—"
Pletak!
"Aduh!"
Rangga meringis kesakitan, saat sebuah jitakan keras mendarat di kepalanya, sebelum ia dapat menyelesaikan ucapannya.
"Mau bilang apa tadi?" tanya Zakki dengan mata melotot.
"Hehehe, enggak jadi, Pak," ucap Rangga sambil cengengesan.
"Ayo berangkat," ajak Zakki sembari melangkah keluar.
***
Dua orang paruh baya itu terus menangis, sambil memeluk tubuh Zakki dengan erat. Tangis haru dan bahagia mewarnai pertemuan mereka.
Selama hampir satu bulan penuh mereka mencari keberadaan Zakki, dan mereka hampir putus asa karena tidak kunjung menemukan jejak keberadaannya.
Dan kini, tiba-tiba saja putra semata wayang mereka pulang ke rumah, tanpa kurang suatu apa pun.
"Alhamdulillah ya Allah ... Alhamdulillah." Bunda Hanum tak henti mengucap syukur, atas kepulangan putra yang sangat disayanginya itu.
"Ayah, Bunda, Maafkan Zakki. Karena suatu keadaan Zakki tidak bisa memberikan kabar kepada Ayah dan Bunda, jika Zakki masih hidup dan selamat dari kecelakaan itu," ucap Zakki dengan wajah sedih.
"Tidak, Nak. Kau tidak perlu meminta maaf. Melihatmu kembali ke rumah dalam keadaan sehat tidak kurang dari suatu apa pun, sudah membuat Ayah dan Bunda merasa sangat bersyukur dan bahagia," ucap Ayah Rasyid, serayak membelai kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Ayah, cepat hubungi Ustadz Hasan, sampaikan kabar gembira ini," pinta Bunda Hanum dengan wajah bahagia.
"Iya,Bun. Ayah akan segera menghubungi mereka. Kebetulan sekali mereka sekeluarga sedang ada di jambi saat ini, mereka pasti akan langsung datang jika mengetahui putra kita sudah kembali" ujar Ayah Rasyid bersemangat.
"Tunggu, Ayah! Jangan telfon mereka dulu." cegah Zakki dengan cepat. Hal itu tentu saja membuat kedua orang tuanya merasa heran.
Mereka tidak tahu jika Zakki berniat menceritakan tentang sosok Nayyara kepada mereka, dan hubungannya dengan wanita itu saat ini.
Zakki bermaksud membawa Nayyara ke rumah orang tuanya, setelah ia menceritakan semua peristiwa yang di alaminya, sampai ia menikah dengan wanita itu.
"Ada apa, Nak? Mengapa tidak boleh mengabari mereka?" tanya sang Bunda penuh tanda tanya.
Zakki terlihat gugup, entah mengapa suaranya tiba-tiba saja seperti tercekat di kerongkongan.
"Zakki, ada apa, Nak?" Giliran sang Ayah yang bertanya.
"Ee ... Zakki masih lelah, Yah, Bun. Dan Zakki ingin berbagi cerita dengan Ayah dan Bunda terlebih dahulu, tanpa kehadiran orang lain," jawab Zakki bersusah payah.
"Zakki mohon, jangan hubungi Ustadz Hasan sekarang, Yah," imbuh pria tampan itu dengan penuh harap.
Kedua orang tua itu terlihat bernafas lega. Nyaris saja mereka berfikir yang tidak-tidak.
"Baiklah, Nak. Ayah akan menghubungi mereka besok pagi saja," ujar Ayah Rasyid serayak mengusap bahu anaknya.
Sekarang, giliran Zakki terlihat bernafas lega, akhirnya ia bisa menyampaikan segala sesuatunya malam ini juga.
"Sebaiknya sekarang kamu mandi dulu ya, sayang. Setelah itu kita makan malam bersama. Bunda akan menyiapkan makanan kesukaan kamu," ucap Bunda Hanum dengan tatapan lembut.
"Baik, Bunda," sahut Zakki serayak mengangguk patuh.
Sungguh Zakki merasa sangat beruntung, memiliki orang tua seperti Ayah Rasyid dan Bunda Hanum selama ini. Mereka begitu menyayangi Zakki, selalu bersabar menghadapinya dan selalu mendo'akan kebaikan untuknya, selama ia berada di jalan yang salah.
Tidak pernah sekalipun mereka marah, apalagi mengeluarkan kata-kata kasar kepadanya saat itu.
Untuk itu ia yakin, jika kedua orang tuanya pasti akan menerima Nayyara dengan baik.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Zakki langsung keluar dari kamarnya menuju ke lantai bawah. Wajah pria tampan itu terlihat sangat ceria dan bersemangat.
Tentu saja Zakki sangat bersemangat karena ia sudah bersiap untuk menceritakan segalanya, di hadapan orang tuanya.
Namun, langkah kakinya terhenti di anak tangga, saat ia tidak sengaja mendengar pembicaraan kedua orang tuanya.
Zakki begitu terkejut mendengarnya, sampai kedua lututnya terasa lemas. Tangannya mencengkram kuat besi pembatas tangga di sampingnya.
"Ya Allah, benarkah apa yang aku dengar ini?" gumam Zakki dengan wajah sedih.
Sungguh, dia merasa menyesal telah mencuri dengar pembicaraan kedua orang tuanya. Ia jadi sangat tidak ingin mendengarnya, dan ia berharap jika apa yang didengarnya adalah sebuah omong kosong belaka, senda gurau semata.
Perlahan, Zakki membalikkan tubuhnya, dengan langkah gontai pria itu kembali menapaki anak tangga menuju lantai atas di mana kamarnya berada.
Sesampainya di kamar Zaki langsung mengambil air wudhu, setelah itu ia mulai melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an dengan khusyuk.
Dengan mengaji dan meresapi setiap makna yang terkandung di dalam surat Ar-rahman, yang sedang dilantunkannya dengan suara merdu, Zakki bisa merasakan sebuah ketenangan yang begitu mendalam di hatinya.
Dengan membaca Al-qur'an segala gundah gulana di hati pria tersebut seakan sirna begitu saja.
Tepat setelah ia menyelesaikan ayat terakhir surat Ar Rahman yang sudah sangat dihafalnya, terdengar suara ketukan di pintu diiringi dengan suara sang Bunda yang memanggilnya dari luar.
"Zakki, sayang ... ayo kita makan malam dulu, Nak," seru sang Bunda di depan pintu.
"Baik, Bunda. Sebentar," sahut Zakki dengan lembut.
Pria itu pun segera bangkit dan melangkah menuju ke pintu. Begitu ia membuka pintu kamar, sang Bunda langsung menyambutnya dengan senyum bahagia.
"Sayang, kamu tau tidak, Adiva sampai memaksa pulang ke sini begitu mendengar kabar kalau kamu menghilang," ucap Bunda Hanum di sela-sela acara makan malam mereka.
Ada binar bahagia dan pancaran harapan di mata wanita paruh baya itu saat mengatakannya.
"Adiva sangat mengkhawatirkan kamu, sayang. Ia terlihat sangat sedih dan terpukul, sama seperti Bunda. Bunda sangat terharu dengan perhatiannya kepadamu," imbuhnya serayak menatap Zakki dengan senyum penuh arti.
Zakki bergeming. Tangannya yang sejak tadi sibuk menyendok makanan juga ikut berhenti.
Sejak tadi ia berusaha menikmati setiap suap makanan yang masuk ke dalam mulutnya, namun semakin lama rasanya semakin hambar, apalagi saat mendengar ucapan sang Bunda.
"Nak, ada? Mengapa berhenti? Apa makanannya tidak enak?" tanya Bunda Hanum hati-hati.
Zakki menggeleng lalu tersenyum lembut ke arah sang Bunda. Pria itu lalu berkata, "Adiva adalah gadis baik dan pengertian. Adiva juga seorang wanita sholehah, semoga ia mendapat jodoh seorang lelaki sholeh yang sangat menyayanginya, Zakki juga merasa terharu mendengarnya."
"Dia pasti sangat senang dan bahagia jika bertemu denganmu besok, Nak," ujar Bunda Hanum antusias.
Setelah makan malam selesai, mereka kembali berkumpul di ruang keluarga. Melepas rindu, sembari mendengarkan cerita dari mulut Zakki.
Dengan hati-hati, pria itu mulai menceritakan peristiwa yang di alaminya sampai ia nyaris tewas dan akhirnya di selamatkan oleh almarhum pak Wijaya.
Di saat ia mulai menceritakan sosok Nayyara, Zakki terlihat berulang kali tersenyum seorang diri, bahkan di setiap kata yang menyebut tentang sosok gadis itu, seolah mengisyaratkan sebuah cinta dan kasih sayang yang mendalam kepadanya.
Kedua orang tuanya hanya diam dan saling pandang mendengarnya. Entah apa yang ada di pikiran mereka saat ini, setelah mendengar cerita anaknya.
Zakki tidak menyebutkan siapa nama Nayyara, apalagi menceritakan hubungannya dengan wanita itu.
Tapi ia yakin, tanpa mengatakan yang sebenarnya jika ia mencintai Nayyara, kedua orang tuanya pasti sudah mengerti dengan bahasa tubuhnya.
Menjelang jam sebelas malam, mereka baru mengakhiri obrolan itu. Kedua orang tua Zakki sudah masuk ke kamar mereka untuk tidur, sedang Zakki terlihat gelisah di kamarnya.
Pria tampan itu terus mondar-mandir tak tentu arah.
"Bagaimana aku meminta izin kepada Ayah dan Bunda untuk keluar rumah? Apa alasannya?"
Zakki menjatuhkan bobot tubuhnya di sisi tempat tidur, matanya menatap ke arah jarum jam yang terus berputar.
"Yara, mudah-mudahan kamu tidak terbangun sebelum Mas datang, sayang," lirih Zakki dengan penuh harap.
Tidak ingin membuang waktu lagi, pria tampan itu segera bangkit, mengambil sweter panjang di dalam lemari lalu bergegas keluar kamar.
Kedua orang tuanya telah tertidur lelap, dan ia tidak ingin mengganggu tidur mereka. Dengan langkah hati-hati Zakki keluar rumah dan melangkah menuju garasi mobil.
"Mas Zakki, mau kemana malam-malam begini? Bukankah Mas Zakki baru saja kembali?"
Satpam yang berjaga merasa heran, tatkala melihat Zakki muncul dan meminta di bukakan pintu gerbang.
"Saya ingin memastikan sesuatu, Pak. Mungkin nanti sekalian akan solat subuh di masjid Agung. Saya sudah kangen ingin solat di sana," jawab Zakki dengan ramah.
Satpam itu mengangguk faham, tanpa berani bertanya lagi, pria paruh baya itu segera membukakan pintu gerbang untuk tuannya.
Zakki segera melanjukan mobilnya keluar dari halaman rumah, dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobil sport miliknya menuju ke arah rumahnya.
Begitu sampai, Zakki bergegas turun dan masuk ke dalam rumah. Setengah berlari ia maniki tangga menuju lantai atas di mana kamarnya berada.
Saat ia membuka pintu kamar, hal pertama yang di dapatinya adalah suara tangis Nayyara yang begitu menyayat hati.
Wanita cantik itu meringkuk di sisi tempat tidur, membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya dengan bertumpu diatas kedua tangannya.
"Sayang ...."
Wanita itu perlahan mengangkat wajahnya, detik itu juga, Nayyara langsung bangkit dan berlari ke dalam pelukan Zakki.
"Mas Zakki!"
Zakki segera menyambut tubuh istrinya, membawa Yara ke dalam pelukannya, mendekap tubuh wanita itu dengan erat, seolah tidak ingin terpisahkan lagi.
"Mas Zakki." Tangis Nayyara semakin pecah, menghadirkan rasa bersalah yang cukup besar di hati Zakki.
"Maafkan Yara. Tolong jangan tinggalkan Yara, Mas Zakki. Yara janji akan jadi istri yang baik, Yara janji tidak akan membuat Mas Zakki marah," ucap Yara sedih di antara isak tangisnya yang memilukan.
Dada Zakki terasa begitu sesak mendengarnya, hingga tanpa terasa pria itu ikut meneteskan air matanya.
Hatinya hancur, perasaanya terluka, melihat Yara yang begitu ketakutan ia tinggalkan.
"Tidak, Sayang. Kamu jangan meminta maaf, kamu tidak bersalah. Mas Zakki yang bersalah karna sudah meninggalkanmu sendirian. Maafkan, Mas, sayang, sudah membuatmu takut," sahut Zakki membelai puncak kepala Yara dengan sayang.
Wanita itu semakin membenamkan wajahnya di d**a bidang Zakki, tidak perduli jika baju suaminya basah oleh air mata dan ingusnya.
Ia begitu takut, sangat takut, tatkala membuka kedua matanya dan tidak mendapati Zakki di sisinya.
Ia mengira Zakki meninggalkannya, membuangnya di tempat asing yang entah di mana.
Ia menangis, ia putus asa menunggu Zakki yang tidak kunjung datang padanya.
"Yara takut, Mas. Tolong Jangan pernah tinggalkan Yara, jangan buang Yara."
"Ssstt ... jangan berkata seperti itu," ucap Zakki lembut, lalu sedikit mengurai pelukannya.
Yara mendongak, hingga pandangan mata mereka bertemu. Mata elang Zakki menatap manik mata hazel Yara dengan penuh cinta.
Lihatlah, mata indah Yara sampai bengkak karena menangis, hidung mancung itu terlihat merah, bajunya basah, hingga rambutnya berantakan kemana-mana.
Dengan gerakan lembut Zakki mengusap air mata Yara. Merapikan anak rambut yang berantakan di wajahnya.
"Percayalah, Mas tidak akan meninggalkan Yara, apalagi membuang Yara. Mas akan selalu ada di sampingmu, menemanimu, sayang." lanjut Zakki.
Dengan lembut dan penuh kasih sayang, Zakki mendaratkan sebuah ciuman di kening istrinya, mencium kedua matanya yang bengkak bergantian, lalu mengecup bibir ranum itu sekilas.
"Kemarilah, sayang." Zakki mengajak Yara menuju sofa. Lalu dengan lembut mendudukkan wanita itu di atas pangkuannya.
"Jangan menangis lagi, dan jangan pernah berfikir Mas akan meninggalkanmu. Ingat satu hal, kita akan selalu bersama sampai hanya maut yang memisahkan kita," ucap Zakki lembut sambil menyelipkan anak rambut ke telinga Yara.
"Tapi tadi Mas Zakki sudah meninggalkan Yara, sampai Yara ketakutan karna tidak tau harus mencari Mas Zakki kemana," lirih Yara dengan wajah sedih.
"Maaf, sayang. Tadi Mas harus berkunjung ke suatu tempat, Mas tidak tega membangunkanmu untuk berpamitan, jadi Mas terpaksa pergi meninggalkanmu tadi," terang Zakki dengan hati-hati.
"Mas Zakki tidak pergi karna marah sama Yara?" tanya wanita itu penasaran.
Zakki menggeleng, "Mas tidak pernah marah sama kamu, sayang," ucap Zakki tersenyum lembut. Pria itu lalu mendekat, mengendus leher istrinya.
"Eemm ... bau acem," goda Zakki pura-pura menahan bau.
"Yara kan memang belum mandi dari pagi, Mas. Mau mandi di mana tidak ada sumur atau sungai di sini," ujar Yara dengan polosnya.
Zakki langsung terkekeh. Dengan gemas pria itu menggosok-gosokkan rahangnya yang berbulu tipis di wajah Yara, membuat wanita itu tertawa geli merasakannya.
"Mau mandi sekarang?" tanya Zakki setelah berhenti membuat Yara kegelian.
Wanita itu mengangguk, lalu mengalungkan kedua tangannya ke leher Zakki.
"Mau di mandikan Mas Zakki, boleh?"
Aah ... Nayyara