Zakki buru-buru turun dari mobil, begitu ia sampai di depan rumahnya. Di halaman rumah itu sudah terparkir mobil lain yang sangat di kenalinya.
"Assalamu'alaikum!" Zakki mengucap salam serayak melangkah masuk ke dalam rumah.
Semua yang ada di ruang tamu langsung menoleh, lalu serentak membalas ucapan salamnya.
Di ruangan itu sudah hadir Ustadz Hasan, Ustadz Sarwan, yang tidak lain adalah adik Ustadz Hasan, Ummi Syarifah, Adiva dan Jamila.
Zakki langsung menghampiri Ustadz Hasan, mencium punggung tangannya dengan takzim, dan langsung mendapat pelukan hangat dari Ustadz berkarismatik tersebut.
"Alhamdulillah. Abah sangat senang waktu mendengar kabar, kalau kamu sudah pulang ke rumah dalam keadaan sehat, Nak," ucap Ustadz Hasan, yang lebih senang di panggil dengan sebutan 'Abah' oleh Zakki.
Pria paruh baya itu berulang kali menepuk-nepuk bahu Zakki, seolah ingin mengungkapkan rasa bahagianya.
"Alhamdulilaah. Zakki masih di beri keselamatan oleh Allah, Bah. Semua tentu tidak lepas dari do'a Abah dan yang lainnya," sahut Zakki penuh haru.
"Allah pasti punya rencana-Nya sendiri, Nak. Untuk itu, kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah, dan atas apa yang sedang Allah timpakan kepada kita," ujar Ustadz Hasan dengan lembut, serayak mengurai pelukannya.
Benar sekali dengan apa yang di katakan Ustadz Hasan, di balik peristiwa mengerikan yang di alami Zakki, ada hikmah yang begitu besar di dalamnya.
Ia di pertemukan dengan almarhum pak Wijaya, pak Bahar dan bu Halimah, serta Nayyara, istrinya.
Dan ia tidak pernah menyangka jika orang-orang yang menolongnya adalah mantan anggota mafia yang sengaja lari dari kehidupan mereka, padahal Zakki mengira jika mereka adalah suku anak dalam.
Bersyukur ia bisa membawa almarhum pak Wijaya, pak Bahar dan bu Halimah menuju jalan taubat dari dosa-dosa kelam mereka di masa lalu.
Mengajarkan kepada mereka, bagaimana caranya untuk mendekatkan diri kepada Allah, menjalankan semua perintahnya dan meninggalkan semua larangannya.
Zakki kemudian bergantian menyalami Ustadz Sarwan, yang juga memeluknya dengan hangat.
"Jika Nak Zakki sudah benar-benar merasa pulih dan sehat, segeralah kembali ke pondok, santri putra sudah sangat menantikan kehadiranmu," ucap Ustadz Sarwan, selaku ketua yayasan An-nur, yang di tunjuk langsung oleh Ustadz Hasan.
"Inh sya Allah, secepatnya saya akan kembali ke pondok, Tadz" sahut Zakki.
Pria itu lantas menghadap ke arah Ummi Syarifah, istri Ustadz Hasan lalu menyapanya dengan hormat, sambil melipat kedua tangan di depan d**a.
Sedangkan kepada Adiva, dan Jamila, Zakki hanya tersenyum samar sambil sedikit mengangguk, sebagai isyarat jika ia menyapa gadis berusia 25 dan 20 tahun itu.
Jamila yang sejak tadi senyum-senyum sendiri melihat ke arah Zakki, langsung mencubit lengan Adiva sambil membisikkan sesuatu, "Mas Zakki semakin tampan ya, Mbak. Auranya sampai tumpah-tumpah begitu."
Adiva langsung mengikut perut Jamila, serayak melirik tajam ke arah sepupunya itu.
"Jaga pandangan," bisik Adiva dengan penuh penekanan, yang langsung membuat Jamila terdiam sambil mencebikkan bibirnya.
"Kamu kemana saja sih, sayang? Bikin Ayah dan Bunda kuatir saja. Untung Pak Supri cepat bilang kalau kamu ke masjid Agung," ucap Bunda Hanum tatkala Zakki mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Maaf, Bun, Zakki tidak sempat pamit," jawab Zakki singkat, tanpa berniat menjawab pertanyaan sang Bunda, kemana saja ia pergi sejak semalam.
Pria itu kemudian meraih tangan sang Bunda, lalu menggenggamnya dengan erat, membuat Bunda Hanum tersenyum bahagia melihatnya.
Dapat di lihat, jika Zakki sangat menyayangi Bundanya, begitu juga sebaliknya.
"Adiva, apa kabar? Kuliah kamu bagaimana?" tanya Zakki mengalihkan suasana.
"Waah ... ternyata Mas Zakki sangat perhatian kepada Mbak Diva, ya," seloroh Jamila, yang langsung mendapat pelototan dari Ummi Syarifah.
"Tidak ada salahnya kita menanyakan kabar seorang teman," sahut Zakki datar.
Adiva yang sejak tadi menunduk, perlahan mengangkat kepalanya.
"Alhamdulillah, kabar ku baik-baik saja, Mas Zakki, kuliah juga lancar," jawab Adiva tersenyum lembut, sambil sesekali melihat ke arah Zakki.
"Mas Zakki, bagaimana? Apa tidak ada luka dalam yang serius? Aku sampai ngeri sendiri mendengar cerita dari Bunda, bagaimana Mas Zakki jatuh ke dalam jurang," tanya Adiva kemudian.
"Ah ... so sweet banget sih kalian," komentar Jamila, sembari membingkai wajahnya sendiri sambil senyum-senyum.
"Astagfirullah ... Jamila, bisa diam tidak," tegur Ustadz Sarwan.
Jamila langsung mencebik, lalu buru-buru menyembunyikan wajahnya di balik punggung Adiva.
"Tidak apa-apa Ustadz Sarwan, Jamila hanya sekedar mengungkapkan rasa senangnya melihat Zaki dan Adiva saling perhatian," timpal Bunda Hanum sambil tersenyum bahagia, melihat interaksi antara Zakki dan Adiva.
"Kita ke meja sebelah saja, Tadz, ada yang ingin saya bahas. Sekalian kita menunggu tim pencari yang saya sewa datang. Biarkan saja Zakki dan Bundanya mengobrol dengan mereka dulu," ujar Ayah Rasyid, serayak mempersilahkan Ustadz Hasan dan Ustadz Sarwan untuk pindah di sofa yang ada di sudut lain dalam ruang tamu tersebut.
Zakki melirik sekilas ke arah Ayahnya, sebelum pria paruh baya itu beranjak dari tempatnya.
"Akhirnya, bisa bebas berekspresi," celetuk Jamila dan langsung cepat-cepat menutup mulutnya, saat Ummi Syarifah kembali melotot ke arahnya.
Di antara saudaranya yang lain, Jamila memang paling berbeda. selain dikenal sangat manja, ia juga dikenal suka ceplas-ceplos mengungkapkan isi hatinya.
Jamila adalah satu-satunya orang yang paling getol, menjodoh-jodohkan Zakki dengan Adiva.
Sementara Zakki menanggapinya dengan biasa saja. Tak jarang pria itu memperlihatkan wajah datar saat mendengar celotehan Jamila, tentang dirinya dan Adiva. Seperti saat ini.
"Tadi pertanyaan Adiva belum dijawab, sayang," ucap sang Bunda mengingatkan.
"Alhamdulillah, tidak ada luka serius yang perlu di kuatirkan, semuanya baik-baik saja," jawab Zakki apa adanya.
"Semoga saja Ayah dan Bunda menceritakan semuanya kepada mereka," harap Zakki dalam hati.
"Mas Zakki tahu nggak, sebentar lagi Mbak Diva wisuda lo, jangan sampai Mas Zakki nggak datang saat Mbak Diva di wisuda," ucap Jamila tiba-tiba. Dan lagi-lagi, Jamila langsung mendapat sikutan di perutnya dari Adiva.
"Masya Allah ... saya ikut senang mendengarnya," ucap Zakki dengan tulus.
"Jangan cuman ikut senang Mas. Mas Zakki juga harus ikut hadir saat wisuda nanti. Mbak Diva saja bela-belain pulang ke Jambi saat mendengar kabar menghilangnya Mas Zakki, masa Mas Zakki sampai nggak dateng saat wisuda nanti," ujar Jamila.
"Ya Allah, anak satu ini," ucap Ummi Syarifah sambil menggeleng.
"Jangan diambil hati ya, Mas, perkataan Jamila," ujar Adiva merasa tidak enak hati.
"Tidak masalah, saya juga tidak menganggapnya serius, hanya sekedar gurauan saja," sahut Zakki tersenyum samar.
Adiva kembali menunduk, kedua tangannya terlihat meremas ujung baju seolah sedang menyalurkan kegelisahannya.
"Eh ... Bunda nganggapnya malah serius, sayang," timpal Bunda Hanum tersenyum penuh arti.
"Sebentar, Bun, Ummi." Tiba-tiba saja Zakki melepaskan genggaman tangannya pada sang Bunda, lalu bergegas bangkit dari duduknya.
"Ada apa, Nak Zakki?" tanya Ummi Syarifah, heran. Begitu juga dengan Jamila dan Adiva, yang langsung menegakkan kepalanya melihat ke arah Zakki.
"Waktu mau pulang tadi, saya beli kue kesukaan Bunda dan Ummi. Ada kue srikaya, kue padamaran, bolu kojo dan kue putri gandis, tapi malah lupa tidak dibawa masuk," jawab Zakki sambil tersenyum lebar.
"Masya Allah, baik sekali anak Bunda Hanum ini, sampai masih ingat dengan kue kesukaan Ummi," puji Ummi Syarifah dengan tulus.
"Oalaah ... Bunda kira ada apa, Nak, Nak," ucap Bunda Hanum lega.
"Ya sudah, Zakki ambil kuenya sekarang ya," pinta Bunda Hanum.
"Baik, Bunda," sahut Zakki lalu melangkah keluar menuju mobilnya.
Biasanya pria itu akan merasa kesal jika ia sampai melupakan sesuatu, tapi kali ini Zakki justru merasa bersyukur karena ia lupa membawa masuk kue yang sudah dibelinya. Ia jadi memiliki alasan untuk menghindari pembicaraan yang menyangkut dirinya dan Adiva.
Zakki langsung membawa beberapa kotak kue di tangannya ke dapur, bermaksud menyerahkan kue tersebut kepada pembantu di rumah itu, untuk segera dihidangkan ke depan.
Tapi ternyata, di dapur sudah ada Jamila dan Adiva yang menunggunya. Kedua gadis itu sedang menyiapkan teh hangat dan beberapa gelas baru.
Zakki melirik sekilas ke arah dua gadis tersebut, lalu meletakkan kota kue di tangannya ke atas meja.
"Bunda yang memintaku untuk membuat teh hangat, Mas. Katanya sebentar lagi akan ada tamu yang datang," terang Adiva tidak ingin jika Zakki salah paham dengan kehadirannya di dapur.
"Terima kasih sudah mau membantu," sahut Zaki dengan tulus, serayak mengeluarkan beberapa kotak kue dari dalam plastik.
"Apa tehnya sudah siap? Kalau sudah, biar saya yang membawa ke depan," tanya Zakki kemudian.
"Sudah, Mas Zakki, ini sudah siap." Kali ini, Jamila yang menyahut dengan cepat.
" Tolong susun kuenya di atas piring ya, nanti biar saya yang bawa," ucap Zakki sambil meraih nampan berisi gelas minuman.
"Baik, Mas," sahut Adiva sambil mengangguk.
"Cie ... disuruh nyusun kue," goda Jamila sambil menyenggol bahu Adiva, setelah Zaki meninggalkan dapur.
"Apaan sih, Mil ... Ya Allah," ucap Adiva sambil menyembunyikan wajahnya yang sudah merona.
"Tahu nggak Mbak, Mas Zakki itu sepertinya malu tapi mau," ucap Adiva setengah berbisik.
"Tau dari mana kamu?" tanya Adiva sambil mulai sibuk menyusun kue-kue di atas piring.
"Ya tahulah, aku ini kan ahli membaca gestur tubuh seseorang," seloroh Jamila dengan santainya.
"Kamu ini ...."
Jamilah hanya tersenyum lebar saat melihat reaksi Adiva, yang terlihat kesal kepadanya.
Tidak lama kemudian, Zakki muncul dengan membawa beberapa gelas dan piring kotor bekas makanan, lalu meletakkannya di dekat wastafel cuci piring.
"Mas Zakki, itu lehernya Kenapa merah?" tanya Jamila yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Zakki, sambil menunjuk ke arah leher pria tersebut.
Wanita itu bermaksud untuk mencuci piring dan gelas kotor yang dibawa oleh Zakki, namun tanpa sengaja melihat bercak merah di leher pria tampan itu.
"Merah?" beo Zakki seraya menggaruk bagian leher yang ditunjuk oleh Jamila.
Beberapa detik kemudian Zakki tersenyum sendiri. Zakki baru ingat, jika tadi pagi ia menciumi lehernya Nayyara sampai meninggalkan bekas merah di leher wanita itu.
Dan Nayyara pun melakukan hal sama kepadanya. Tidak disangka ciuman wanita itu juga meninggalkan bekas merah di lehernya.
"Apa mungkin bekas gigitan nyamuk?" tebak Jamila dengan polosnya.
"Bukankah kalau digigit semut juga akan meninggalkan bekas merah di tubuh kita?" Zakki justru balas bertanya.
"Ha ... itu bisa juga," sahut Jamila dengan antusias.
Adiva hanya diam menyimak, sebenarnya ia sangat penasaran dengan tanda merah di leher Zakki yang di sebutkan Jamila, tapi ia terlalu malu untuk ikut melihat, memastikannya.
"Saya ke atas sebentar ya, tolong kamu saja yang hidangkan kuenya ke depan," ucap Zakki menatap Adiva.
"I-iya, Mas, nanti saya bawa ke depan," sahut Adiva gugup, saat tanpa sengaja pandangan mereka bertemu.
"Terima kasih," ucap Zakki, lalu mengayunkan langkahnya menuju tangga ke lantai atas, dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Ah ... Nayyara, Mas jadi kangen sama kamu, sayang," ucap Zakki dalam hati sambil terus mengusap tanda merah di lehernya.