Gelisah

1275 Words
Zakki berulang kali melirik ke arah arloji di pergelangan tangannya, sampai-sampai ia sudah tidak fokus lagi mendengarkan apa yang sedang di bicarakan oleh Ustaz Hasan, Ustaz Sarwan dan Ayahnya. Pikirannya saat ini sedang melanglang buana memikirkan Nayyara. Sudah sejak pagi ia meninggalkan istrinya, meskipun ia sudah menyuruh Anindya, adik perempuan Wahyu untuk menjaga dan menemaninya, namun tetap saja ia kuatir memikirkannya. "Zakki!" Pria itu tersentak kaget, saat sang Ayah tiba -tiba saja memanggil seraya menepuk pahanya. "I-iya, Yah. Ada apa?" tanya Zakki gelagapan. "Melamun apa kamu? Apa kamu sedih harus berpisah lagi dengan Adiva nanti sore?" goda Ayah Rasyid. "Ayah ada-ada saja," sahut Zakki lirih. "Sore ini Adiva harus kembali ke Jakarta, kita akan mengantarnya sama-sama ke Bandara nanti," ujar Ayah Rasyid serayak menepuk bahu putranya. "I-iya, Yah, inh sya Allah," sahut Zakki sambil kembali melirik arloji di pergelangan tangannya. "Syukurlah, aku masih punya waktu sebentar untuk bersama Yara. Tapi mengapa perasaanku gelisah sejak tadi," batin Zakki. "Ustaz Hasan ingin, agar kamu kembali ke pondok minggu depan, jadi Ayah putuskan untuk kembali ke Jakarta sabtu depan juga, sehari sebelum keberangkatanmu ke pondok," ujar Ayah Rasyid. "Minggu depan?" ulang Zakki lirik. "Iya, Minggu depan. Ada apa? Apa kamu keberatan, Nak?" "Minggu depan? Berarti hanya tersisa waktu beberapa hari lagi. Tidak, aku harus segera menyiapkan semuanya. Kali ini, aku harus tega melepaskannya," ucap Zakki dalam hati. "Zakki!" Tepukan di pundak menyadarkan Zakki dari lamunannya. Pria itu langsung menggeleng, "Tidak, Ayah. Zakki tidak keberatan. Inh sya Allah, Zakki siap kembali minggu depan," sahutnya. "Alhamdulillah," ucap Ustaz Hasan dan dan Ustaz Sarwan secara bersamaan. Tiba-tiba saja, terdengar suara panggilan dari ponsel Zakki. Pria itu buru-buru merogoh benda pipih di saku celananya. "Anindya?" gumam Zakki dalam hati, setelah melihat nama si penelfon yang tertera di layar ponselnya. "Ustadz, Ayah, mohon izin mau menerima panggilan dulu," ucap Zakki sambil beranjak dari duduknya, lalu melangkah ke teras samping. "Aku perhatikan sepertinya Zakki sedang memikirkan masalah lain. Ia terlihat tidak fokus mendengarkan pembicaraan kita sejak tadi, atau ... ini hanya perasaanku saja," ujar Ustaz Hasan setelah Zakki menghilang di balik pintu. Ayah Rasyid terlihat menghela nafas panjang, pria paruh baya itu kembali meletakkan cangkir teh yang baru ia habiskan isinya. "Zakki pasti sedang memikirkan masalah perusahaannya, yang selama satu bulan ini tidak ia ketahui bagaimana perkembangannya. Jadi, wajar saja jika anakku terlihat tidak fokus dengan pembicaraan kita tadi," ungkap Ayah Rasyid. "Apa perusahaan milik Zakki belum jadi di gabung dengan perusahaan milik kamu, Syid?" tanya Ustaz Hasan, memanggil Ayah Rasyid dengan ujung namanya. Begitulah mereka, di saat sedang bersama tanpa kehadiran orang lain, mereka akan memanggil satu sama lain dengan nama masing-masing. Ustaz Hasan dan Ayah Rasyid adalah sahabat sejak kecil, mereka berpisah setelah lulus sekolah menengah atas dan mengambil kuliah dengan jurusan yang berbeda. Ustad Hasan memilih melanjutkan kuliahnya di Kairo, Mesir. Sedangkan Ayah Rasyid memilih kuliah dengan mengambil jurusan manajemen bisnis di Jakarta. Setelah lulus, Ayah Rasyid fokus melanjutkan perusahaan ayahnya, sedangkan Ustaz Hasan fokus mengajar di pondok pesantren. Ayah Rasyid menggeleng. "Anaknya masih belum mau, San. Sebelum ia menghilang di hutan, ia malah punya rencana ingin membuka cabang hotel di sini," terang Ayah Rasyid. "Karna kita memintanya kembali ke pondok minggu depan, mungkin Zakki ingin menyelesaikan urusan pekerjaanya dulu," timpal Ustaz Sarwan. "Ayah, Ustaz, izin keluar dulu, ada urusan yang harus di selesaikan." Tiba-tiba saja Zakki muncul dari teras samping, sambil berpamitan untuk keluar. Tidak ada yang dapat dilakukan ketiga pria paruh bayar tersebut, selain mengizinkan Zakki untuk menyelesaikan urusannya. "Eeh ... mau ke mana, sayang!" seru Bunda Hanum dari belakang, tatkala melihat Zakki keluar menuju pintu. "Zakki ada urusan, Bunda, penting," sahut Zakki sambil menoleh ke belakang. "Antarkan Bunda dulu, Bunda mau mengajak Ummi dan lainnya belanja," pinta Bunda Hanum yang terlihat sudah bersiap. Zakki terlihat bingung, pikirannya sudah tidak karu-karuan memikirkan Nayyara. Anindya menelfonnya, dan memberitahukan jika wanita itu tiba-tiba saja demam, setelah sebelumnya sempat muntah-muntah. "Ya Allah ... mana yang harus aku pilih, dua-duanya wanita yang sangat aku sayangi," bisik hati Zakki. Pria itu kemudian menghampiri sang Bunda, meraih tangan wanita paruh baya itu lalu mencium punggung tangannya dengan lembut. "Bunda, maafkan Zakki ya, bukannya Zakki tidak mau mengantarkan Bunda dan yang lainnya, tapi masalah kali ini, benar-benar penting sekali buat Zakki," bujuk pria tersebut dengan lemah lembut. Sang Bunda memejamkan mata sambil menarik nafas panjang, tidak kuasa melihat tatapan memohon dari putra kesayangannya. "Ya sudah kalau begitu, Bunda minta diantar sama sopir saja. Tapi ingat, nanti sore jangan sampai terlambat kita akan bersama-sama mengantarkan Adiva ke bandara." "Siyap, Bunda, inh sya Allah," sahut Zakki dengan cepat. Dengan cepat pula, pria itu mencium kedua pipi sang Bunda, lalu buru-buru melangkah keluar. *** "Tadi suhu tubuhnya sangat panas sekali, dan ia terus saja mengigau memanggil nama Pak Zakki, tapi sekarang malah menggigil kedinginan," terang Anindya, saat melihat Zakki muncul dari balik pintu. "Apa Yara sudah solat zuhur?" tanya Zakki menghampiri tempat tidur. "Sudah, Pak. Tadi Bu Zakki solat sambil duduk, karna tidak kuat berdiri," jawab Anindya yang membuat Zakki langsung tersenyum. Bu Zakki? "Minum obat?" Zakki kembali bertanya serayak melepas kancing lengan kemejanya, lalu menggulungnya sampai siku. "Sudah juga, saya sudah menebus beberapa resep obat di apotik," terang Anindya. "Ya sudah, kamu boleh keluar," ucap Zakki. "Baik, Pak," sahut Anindya lalu berbalik menuju pintu. "Anin, pastikan Rangga harus sudah sampai besok dengan membawa bu Saidah," seru Zakki, sebelum Anindya menutup pintu. "Baik, Pak. Saya akan pastikan itu," sahut Anindya lalu menutup pintu dengan pelan. Begitulah Zakki, meskipun ia sudah bergelar seorang Ustaz namun ia tidak pernah mau dipanggil ustaz oleh sahabat ataupun orang-orang terdekatnya, tak terkecuali Rangga, Wahyu, dan Anindya Ketiga orang kepercayaannya. Sebelumnya ketiga orang tersebut dipercaya Zakki untuk menghandle hotel miliknya di ibu kota. Ia berniat untuk membuka cabang di kota Jambi, oleh sebab itu ia meminta ketiga orang terdekatnya itu untuk datang ke kota dengan julukan 'Kota Beradat' tersebut. Hanya saja, tragedi itu keburu menimpanya, hingga mereka harus menunda rencana tersebut. Alih-alih menyuruh mereka kembali bekerja ke ibu kota, Zakki malah memberi mereka pekerjaan baru. Dengan hati-hati, Zakki mengambil tempat duduk di samping istrinya, pria itu lalu mengucap do'a, " Allaahumma robban-naas adzhibil baasa wasyfihi wa antasya-syaafi laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-an laa yughoodiru saqoma." Yang artinya, " Ya Allah, Tuhannya seluruh manusia, hilangkanlah penyakitnya, dan sembuhkanlah dia, dan Engkaulah penyembuh yang tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi." (HR. Bukhari juz 4, halaman 24) Pria itu menunduk, lalu mencium kening istrinya dengan lembut. "Yara ... ini Mas Zakki, sayang," ucap Zakki pelan. Yara menggeliat kecil, wanita itu perlahan membuka kedua matanya, manik hazel itu langsung berkaca-kaca, tatkala melihat sosok yang sedang tersenyum lembut ke arahnya. "Mas Zakki," lirih Yara dengan bibir gemetar di sertai bulir bening yang menetes di sudut matanya. "Iya, sayang, ini Mas Zakki," sahut Zakki lembut. Pria itu kemudian ikut masuk ke dalam selimut, lalu membawa Nayyara ke dalam pelukannya yang hangat. "Jangan menangis, sayang. Mas Zakki sedih kalau lihat Yara menangis," bisik Zakki lalu mencium puncak kepala istrinya dengan lembut. "Maaf, nanti Yara tidak akan menangis lagi biar Mas Zakki tidak sedih," ucap Yara begitu lirih. Ya Allah ... Hati Zakki begitu terenyuh mendengarnya. Yara begitu polos dan penurut, apa yang ia katakan akan di patuhi oleh wanita itu. Bagaimana bisa ia membuat Yaranya terluka? "Ya Allah, beri hamba kekuatan, beri hamba jalan terbaik untuk masalah ini," do'a Zakki dalam hati. "Mas Zakki jangan sedih," lirih Yara, serayak membelai rahang suaminya yang terlihat murung. Zakki tersenyum, lalu mencium kening istrinya dengan lembut. "Mas tidak sedang bersedih, sayang. Mas sangat merindukan kamu," ujar Zakki semakin mendekap erat tubuh Yara ke dalam pelukannya. Menyalurkan kehangatan tubuhnya kepada wanita yang sangat di cintainya itu, hingga akhirnya mereka terlelap bersama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD