Our Promise

1089 Words
  "Jadi gimana kencannya semalam? Kalian kemana aja Al? Sean romantis gak?" Setelah jam pelajaran selesai Gita dan Fira langsung menghampiriku dan mewawancaraiku. "Gimana A?l penasaran nih kami berdua" Gita melanjutkan perkataannya. "Sean ngajak adiknya ikut. Dan kami kencan di taman aja sih. Enggak ada yang spesial." Ucapku dan aku melihat mereka menatap penuh kecewa. "Lah.. kok gitu sih.. enggak seru banget Al. Gue pikir kalian dinner romantis, Sean nyanyiin kau lagu, dia ngasih kau bunga. Rupannya cuman ke taman aja. Kecewa penonton." "Udahlah enggak masalah kalau gitu. Yang penting kalian kencan kan? mau dimanapun itu. Ya memang sih Sean enggak seromantis yang kami pikirin Al." Fira mengelus bahuku pelan. "Denger ya guys gue tuh kecewa banget sama dia. Pertama dia kan janji tuh mau jemput gue dirumah ternyata dia enggak bisa jemput gue. Dia nyuruh gue langsung ke taman, gue berfikir mungkin dia memang enggak bisa jemput kan." Gita dan Fira hanya mengganguk mendengarkan curhatanku. "Kedua, dia buat gue nunggu guys! tau enggak berapa lama?" Aku bertanya kepada mereka dan mereka menggelengkan kepalanya. "45 menit. Bayangin lama banget kan. Gue tuh kesel banget sama diaa.. masalah kalau dia bawa adiknya sih awalnya gue kesal juga. Itu kan kencan kami yang pertama tapi gue bisa ngerti lah." "Kalau gue jadi lo.. mungkin gue udah pulang Al. Ngapai nungguin orang yang enggak nepati janji gitu. Ih gue jadi enggak suka deh lihat Sean dia udah bikin lo sedihh." Fira menggepalkan kedua tangannya. Fira memang tidak suka jika sahabatnya dilukai makannya dia tidak suka lihat Gita yang dicueki sama Kevin. "Yaudahlah lupain aja masalah semalam. Lagian Sean udah minta maaf kok sama gue. Gue keluar dulu yaa, mau nyelesain baca ini novel. Kalau disini enggak konsen." Aku segera beranjak keluar kelas dan menuju tempat favoriteku. Taman belakang sekolah. Entah kenapa aku sangat menyukai tempat ini. Nyaman banyak sekali pohon disini dan yang paling aku suka karena tidak banyak orang yang datang kesini. Bahkan saat ini hanya aku yang ada ditaman ini. Aku pun memilih duduk di bangku tepat dibawah pohon yang lumayan besar. Aku membuka dan membaca novel yang tadi aku bawa. Salah satu novel kesukaanku.Aku terdiam membaca kata yang ada di novelku. Hati itu dipilih, bukan memilih. Bertahan dan melepaskan itu tergantung hatimu. Hatimu yang tau. Bertahan dan melepaskan tergantung pada hati. Itu memang benar sekali. Hati yang tau dia mau bertahan atau melepaskan. Aku masih terdiam memikirkan kata kata tersebut. Aku tersentak ketika seseorang menutup mataku dengan tangannya. Aku langgsung menutup novelku dan memegang tangan yang menutup mataku. "Sean jangan jahil lah." Seseorang yang menutup mataku melepaskan tangannya. "Kamu kok tau sih Al kalau itu aku." Aku melihat kebelakang dan tekekeh. "Iyalah siapa lagi kalau bukan lo yang suka jahilin gue." Dia berjalan dan duduk disebelahku.  "Baca apa sih Al?" Dia sedikit mengintip kearah novelku. "Eh A..l lo enggak takut gitu sendirian ditaman belakang ini?" Aku menoleh kearahnya. "Enggak tuh" ucapku dan kembali membaca novelku. "Katanya nih ya Al dulu ditaman belakang ini tuh ada yang bunuh diri." aku menatap Sean. "Lo coba untuk nakutin gue ya? Lagian kan itu dulu bukan sekarang." "Siapa juga yang nakutin lo. Emang bener kok. Dia bunuh diri Tuh dipohon yang didepan lo itu" aku melihat pohon besar yang ada didepanku. "Dia meninggal?" "Enggak." "Lah kok enggak meninggal? Oh dia diselamatin sama orang ya?" "Dia enggak diselamatin kok sama orang" "Tapi dia kok enggak mati. Itu pohon kan besar." Aku menunjuk pohon yang di depanku. "Lah bukan pohon itu Al. Tapi pohon disebelahnya." Aku mengikuti arah yang ditunjuk oleh Sean. Aku langsung memukul pundaknya dengan novel yang kupegang. "Nyebelin ih.." Sean tertawa kencang. Kalian tau apa dia tunjuk. Aku pikir dia menunjuk pohon besar tepat didepanku. Ternyata pohon yang dimaksud Sean yaitu pohon disebelah pohon besar tersebut. Kalau pohon itu mana mungkin orang bunuh diri bisa mati. "Lo ini yah. Ya mana mungkin orang bisa mati kalau bunuh dirinya di pohon tebu Sean." "Haha.. lo terlalu serius Al.. enggak baik terlalu serius" "Loh? Harus serius dong An. Jadi lo pacaran sama gue selama ini enggak serius gitu?" "Ya maksud gue bukan gitu."Aku membaca novelku kembali. "Yah ngambek. Al kita kencan yok." Aku tetap membaca novel. "Kita kan semalam udah kencan An." Ucapku tanpa beralih dari novelku. "Yakan semalan ada sedikit gangguan. Jadi gue mau memperbaiki kencan kita Al. Mau kan Al?" "Lihat nanti aja lah." "Yaudah nanti gue yang nganter lo pulang ya." "Enggak bisa An. Lo kan tau kalau gue pulang selalu sama Gita. Kalau gue pulang sama lo Gita kasihan enggak ada yang nganter." "Kalau itu nanti gue minta tolong sama Tama untuk nganterin Gita pulang." "Eh jangan" "Kok jangan sih?" "Maksud gue jangan Tama. Kevin aja yang nganterin Gita pulang gimana?" "Oh.. oke nanti gue bilang sama Kevin kalau gitu." ---- "Bosen banget gue.. kenapa guru enggak ada yang masuk sih." Ucap Gita mengeluh. "Memang ya, guru itu salah aja. Kalau masuk dibilang  'ibu ini masuk aja enggak bosen bosen'. Giliran enggak masuk juga salah." Fira menatap Gita bereng. "Alah lo juganya gitu Fir.. Fir enggak usah munafik" "Eh siapa yang muna--" "Udahlah gimana kalau kita main turth or dare" aku memotong ucapan Fira. Kalau tidak pertengkaran mereka tidak akan selesai. "Ah males" Gita menolak ajakanku. "Alah bilang aja takut sok alesan malas lagi." "Eh Fir lo kok dari tadi nyarik emosi gue aja. Enggak sor kali lo ama gue. Maen kita yok." "Ayok dimana?" "Kamar mandi." "Ngapain main di kamar mandi?" "Main air lah. Mau ngapain lagi." Aku hanya terkekeh geli. Ah mereka berdua ini memang aneh sekali. Aku mengambil botol minum Fira dan meletakannya di tengah kami. "Oke. Peraturan pertama harus milih dare. Kedua enggak boleh menolak hukuman yang udah dikasih dan enggak boleh protes. Simple kan?" Aku menatap Gita dan Fira. "Simple apaan. Alira sayangku. Permainannya tuh namanya turth or dare kenapa cuman dare aja yang dipilih." Gita memprotes atas apa yang aku katakan. Fira hanya mengangguk menyetujuin pernyataan Gita. "Kalau protes berarti enggak ikut main. Dan yang enggak ikut main itu namanya apa Fir?" "Penakut." Ucap Fira dan menatap Gita tersenyum sinis. Aneh.. tadi setuju sama Gita sekarang setuju ama aku. "Oke. Lihat aja nanti ya lo Fir." Ancam Gita kepada Fira. "Oke lihat aja nanti." "Gue putar ya guys.." mereka hanya mengangguk. Aku pun memutar botol tersebut. Botol tersebut berputar beberapa saat dan boom. "Yess. Yuhu... senangnya hatiku senangnya hatiku lalala.." Gita berteria histeris. Pasti kalian tau siapa yang kena. Siapa lagi kalau bukan Fira. Aku hanya tertawa melihat wajah bete  dan bibir yang manyun si Fira dan wajah bahagia Gita. Gita membisikan sesuatu untuk hukuman yang akan kami kasih ke Fira. Aku mengangguk menyetujui ide Gita. "Dan Indry Safira hukuman untuk anda adala--" "Jangan macem-macem yaa" "Oke oke. Hukuman untuk kamu adalah jeng jeng jeng... lo suruh sih Rafly untuk tobat "Tobat? Tobat nasuha maksudnya?" Gita memukul kepala Fira lumayan keras. "Tobat supaya dia enggak playboy lagi bodoh." Fira hanya menganggukkan kepalanya tanda dia sudah mengerti. Mungkin. "Alah. Itu mah gampang banget. Gencil.." Fira meremehkan tantangan yang kami berikan. "Lo enteng banget ngomongnya, kami belum selesai ngomongnya, lo harus suruh raffly tobat didepan sahabatnya dan.." Gita menggantungkan kalimatnya. "Dan?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD