Bab 13. Kekesalan Mutiara

1397 Words
Elfan baru datang dari kantor. Ia yang sudah memasuki rumah itu berjalan ke arah ruang tengah melewati koridor. Tiba-tiba saja Elfan terhenti ketika berjalan karena melihat sesuatu. Dari dalam koridor, terdapat jendela kaca yang bisa tembus ke arah pemandangan halaman luar. Di sana ia melihat Mutiara sedang duduk di ayunan yang ada di halaman. Yang membuat Elfan tidak bisa memalingkan pandangannya adalah ia melihat Mutiara sedang memangku kucing miliknya. Di mana kucing itu adalah kucing kesayangan Elfan. Kucing itu sudah bersama Elfan dari kecil. Elfan tahu kalau kucingnya itu sulit sekali akrab dengan orang. Apalagi orang baru. Tapi kenapa kucingnya itu mau duduk di atas pangkuan Mutiara?! "Tuan?" Suara bi Sumi mendadak muncul di dekat Elfan. "Tuan Elfan sudah pulang?" tanya bi Sumi lagi. "Hm!" jawab Elfan yang tetap melihat ke arah Mutiara di halaman. "Tadi Tuan besar bilang kalau Tuan sudah pulang, Tuan disuruh menemui beliau di kamarnya," ujar bi Sumi. "Aku tahu," jawab Elfan masih tetap melihat ke arah Mutiara. Bi Sumi pun heran memperhatikan Elfan yang terus menatap ke arah halaman luar tersebut. Ia jadi ikut menolehkan kepala ke arah yang Elfan lihat. Ketika sudah mengerti, bi Sumi pun tersenyum tipis. "Dari tadi malam, Non Mutia ada di halaman bersama Milo, Tuan," kata bi Sumi. Elfan pun semakin terhenyak mendengarnya. Ia menoleh ke arah bi Sumi dengan menautkan kedua alisnya. "Saya juga kemarin sempat melihat Non Mutia terus saja duduk di halaman lama sekali. Lalu Milo datang dan mengajaknya bermain, Tuan," terang bi Sumi lagi. Jadi begitu, rupanya. Tadi malam ketika Mutiara keluar dari kamar ia pergi ke halaman? Dia menghabiskan waktu semalaman dan menangis sendirian di halaman. Sampai Milo datang menghampirinya. Elfan tahu kalau Mutiara menangis karena ia melihat kedua mata Mutiara yang amat sembab pagi tadi. Elfan kemudian kembali menoleh ke arah halaman lagi. Ia memperhatikan Mutiara dan Milo, saling bermain dengan seru. Mutiara mengajak kucingnya bermain dan mereka terlihat sangat akrab. Elfan tahu, Milo bisa menilai orang. Milo akan terlihat memberontak saat ia didekati dengan orang yang tidak ia suka. Milo tidak pernah mendekat pada orang yang memiliki sikap buruk padanya. Tapi melihat Milo dan Mutiara sedekat itu, rasanya Milo benar-benar sudah nyaman. Bahkan, sepertinya Milo menyukai Mutiara. Saat itu, Mutiara sedang tertawa sumringah dengan masih mengajak Milo bercanda-canda. Ketika melihat Mutiara bisa tertawa seperti itu, ternyata cantik juga. Pikir Elfan. Elfan pun menyunggingkan satu senyumnya ikut bahagia tanpa ia sadari. *** Elfan baru keluar dari kamar kakeknya. Cukup lama juga ia menemui kakeknya tadi. Sekarang ia berjalan lagi ke arah kamarnya. Ketika ia sedang melewati koridor yang tembus dengan halaman luar, dilihatnya Mutiara sudah tidak ada lagi di sana. Elfan pun menautkan kedua alis mencarinya dengan menyapu pandangan ke seluruh halaman. Karena tidak ketemu, Elfan pun melanjutkan langkahnya menuju kamar. Tidak lama Elfan sudah sampai di depan kamar dan membuka pintu. Ketika ia baru masuk, ia melihat Mutiara sudah tidur di sofa di dalam kamarnya. Elfan yang baru saja dari kamar kakeknya itu mengkerutkan kening melihat Mutiara. "Bukankah tadi dia masih bermain dengan Milo? Kenapa dia sudah ada di sini?" gumam Elfan dalam hati. Elfan menutup kembali pintu kamar. Ia melihat Mutiara memejamkan kedua mata dan tidur menekuk tubuhnya. Elfan kemudian berjalan mendekati Mutiara. "Hei! Kamu sudah tidur?" tanya Elfan saat sudah ada di samping Mutiara. Mutiara diam saja dan tidak menjawab Elfan. Ia lalu membalikkan badannya membelakangi Elfan. Ia memang sengaja mengabaikan Elfan. Elfan memperhatikan Mutiara. Wajah Mutiara nampak pucat sekali. Pipinya juga memerah. Elfan pun menautkan kedua alis heran melihat kondisinya. Elfan lalu memegang kening Mutiara dengan salah satu punggung tangannya. Mutiara langsung menampik tangan Elfan dengan kencang. Namun, Elfan sudah bisa merasakan kalau suhu badan Mutiara panas sekali. "Kamu sakit? Kenapa tidak bilang?" tanya Elfan lagi. "Bukan urusanmu!" jawab Mutiara ketus. "Apa kamu mau ke dokter?" "Tidak mau! Kalau aku ke dokter aku mau diberi perawatan termahal dan pasti akan menghabiskan banyak uangmu!" jawab Mutiara lagi. "Kenapa? Bukankah itu yang kamu inginkan?" tanya Elfan lagi justru menggoda. "Ya! Aku pastikan akan mengeruk semua uangmu supaya kamu jatuh miskin!" balas Mutiara masih kesal soal kemarin. Elfan menahan tawa mendengar ungkapan Mutiara itu. "Jadi kamu benar-benar tidak mau ke dokter, ya?" tanya Elfan sekali lagi. Mutiara lalu segera bangun dan duduk melihat Elfan. "Sudah dibilang tidak mau ya tidak mau! Cepat pergi dan jangan pedulikan aku!" usir Mutiara pada Elfan yang terlihat sangat kesal. Setelah itu, Mutiara kembali tidur membelakangi Elfan di sofa dalam kamar mereka. Elfan pun hanya menghela nafas pelan. Setelah itu, ia berbalik dan berjalan keluar kamar kembali. Setelah Elfan keluar kamar, Mutiara mengintip sedikit. Elfan benar-benar sudah keluar kamar. "Siapa yang butuh bantuannya!" racau Mutiara. Kemudian Mutiara kembali memejamkan kedua matanya. Entah kenapa badannya jadi semakin tidak enak saja. Mutiara harap, setelah ia bangun tidur nanti ia sudah agak baikan. *** Mutiara lamat-lamat membuka kedua mata. Perlahan-lahan ia mulai sadar. Ia sudah bangun dari tidurnya. Namun, ketika ia terbangun ia tidak berada di atas sofa lagi. Mutia sudah di ranjang besar tempat tidur Elfan biasanya. Ia juga memakai selimut. Mutiara merasa ada benda dingin di atas keningnya. Ia meraba kening dan menemukan sebuah kompresan menempel di dahinya. Mutiara pun lalu mengambil kompresan itu dan duduk perlahan. Dilihatnya di meja kecil samping ranjang ada bekas air untuk mengompresnya. Badannya sudah jauh lebih membaik sekarang. Mutiara pun mengkerutkan kening berpikir sebentar. "Rupanya dia cukup baik juga," kata Mutiara berbicara sendiri. "Aku kira dia akan membiarkanku tidur di sofa. Tidak tahunya dia memindahkanku di ranjang. Sampai menyelimutiku dan mengompresku segala," tambah Mutiara yang melanjutkan kalimatnya. "Mungkin aku memang salah mengira pak Elfan dingin. Dia masih bisa peduli," ungkapnya lagi. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dari luar. Mutiara pun segera melihat ke arah pintu dan menunggu Elfan masuk ke dalam. Tapi ternyata yang masuk bukan Elfan, melainkan bi Sumi. "Lho?! Nona sudah sadar, ya?!" kata bi Sumi yang membawa nampan berisi mangkuk dan berjalan cepat ke arah Mutiara. Mutiara pun menautkan kedua alis mendengar ungkapan bi Sumi tadi. "Sadar? Memangnya aku kenapa, bi? Aku tadi sedang tidur di sofa," jawab Mutiara. Bi Sumi menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia meletakkan nampannya di atas meja. "Tadi Non Mutiara pingsan." "Pingsan?!" ulang Mutiara. Pantas saja Mutiara tidak terasa saat ia dipindahkan dari sofa ke ranjang. "Iya, Non. Nona Mutiara pingsan lumayan lama. Tadi saya ke sini untuk memanggil Nona. Tapi waktu saya panggil Nona sama sekali tidak menjawab. Badan Nona juga sangat panas sekali. Jadi, semua panik dan langsung memanggilkan dokter ke sini, Nona," jelas bi Sumi. Mutiara pun menautkan kedua alis berpikir dengan keterangan bi Sumi tersebut. "Syukurlah kalau Nona sudah sadar. Sekarang, saya akan memberitahu Tuan besar supaya beliau tidak khawatir, Nona," ujar bi Sumi lagi yang langsung membalikkan badan akan pergi keluar kamar. "Tunggu, Bi!" panggil Mutiara mencegah bi Sumi keluar. Bi Sumi pun berbalik ke arah Mutiara lagi. "Iya, Nona?" "Lalu, ke mana perginya Pak Elfan?" "Tadi tuan menerima panggilan penting dari kantor. Jadi, sekarang tuan terpaksa harus ke kantor, Nona," jawab bi Sumi. Mutiara pun mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Ia kembali mengkerutkan kening berpikir. Lalu ia menghela nafas pelan. "Rupanya aku salah. Ternyata dia memang benar-benar berhati dingin. Dia sama sekali tidak mencemaskanku. Dasar tidak punya hati!" gumam Mutiara yang kembali mengumpat dalam hati kesal. *** Epilog. Elfan turun tangga dengan tergesa. Ia nampak setengah panik dan berlari menuju dapur terburu-buru. Elfan yang baru keluar itu, mencari bi Sumi. "Bi?!" panggil Elfan ketika sudah menemukan bi Sumi. "Iya, Tuan?" "Periksa Mutiara sekarang! Dia sakit. Badannya panas! Tanya apa yang dia butuhkan!" pinta Elfan. "Baik, Tuan!" Bi Sumi pun segera pergi menjauh. Ia menuju ke arah kamar Elfan. Elfan mengikutinya dari belakang. Ketika sudah sampai di kamar Elfan dan Mutiara, bi Sumi segera mendekat ke arah Mutiara yang tidur di sofa dalam kamar. Bi Sumi memanggil-manggil Mutiara beberapa kali. Namun, Mutiara diam saja dan tidak menjawab. Bi Sumi juga mengecek badan Mutiara sangat panas sekali. Bi Sumi sempat menggoncangkan tubuh Mutiara kencang. Tapi Mutiara tetap terdiam. "Tuan! Non Mutia pingsan!" teriak bi Sumi. "Apa?!" kata Elfan panik. "Cepat panggil dokter sekarang!" pinta Elfan. Bi Sumi segera berlari kembali keluar untuk memanggil dokter. Dengan sergap, Elfan segera menggendong Mutiara dan memindahkannya ke ranjang. Dia juga menyelimuti Mutiara dengan selimutnya. Setelah itu, Elfan segera menyiapkan kompresan dan segera mengompres Mutiara. Sembari menunggu dokter datang, Elfan terus ada di samping Mutiara untuk mengompresnya sebagai pertolongan pertama pada Mutiara yang demam. Sampai akhirnya, ada panggilan dari kantor yang benar-benar tidak bisa ia tinggalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD