Bab 8. Bulan Madu

1244 Words
Mutiara dan Elfan berada dalam satu mobil. Tentu saja mereka menuju ke tempat bulan madu yang sudah disiapkan oleh kakeknya. Setelah naik pesawat dan turun dari bandara, mereka sudah dijemput sebuah mobil menuju ke vila. Mutiara melirik ke arah Elfan. Elfan dari tadi terus saja konsentrasi melihat ponselnya. Bahkan, sejak perjalanan di pesawat mereka sama sekali tidak berbicara. Elfan terus fokus pada pekerjaannya. Mutiara lalu mengalihkan pandangannya lagi dari Elfan. "Dasar Workaholik!" lirih Mutiara berbicara sangat pelan. "Workaholic!" ucap Elfan tiba-tiba. Membuat Mutiara terhenyak dan langsung menoleh ke arah Elfan cepat. Elfan pun membalas tatapan Mutiara. "Yang benar Workaholic, bukan Workaholik," kata Elfan. Setelah berkata begitu Elfan kembali memalingkan wajah dari Mutiara dan fokus pada ponselnya lagi. Mutiara mendengkus kesal. "Apa bedanya?! Yang aku katakan sama saja! Workaholik!" kata Mutiara. Mendengarnya pun Elfan hanya memutar kedua bola matanya dan menggelengkan kepala beberapa kali sangat pelan sembari menghela nafas. "Dasar bocah!" gumam Elfan dalam hati geram. "Permisi Tuan dan Nona," sela pak sopir. "Sebentar lagi akan sampai di vila. Hanya tinggal belokan depan saja," lanjutnya memberitahu dengan ramah. "Oh! Iya, Pak. Terima kasih, Pak," jawab Mutiara dengan santun. Mutiara kemudian kembali melihat ke arah Elfan. Elfan sama sekali tidak berbicara apa pun untuk membalas pak sopir. Ia terus saja memperhatikan ponselnya dengan cermat. Membuat Mutiara mengernyitkan wajah kesal. "Dia selain dingin dan tidak peduli, juga tidak sopan! Dasar laki-laki egois yang mementingkan diri sendiri!" gumam Mutiara dalam hati. Mutiara pun kembali memalingkan wajah dan melihat ke arah luar jendelanya lagi. Bagaimana pun, ia tetap harus bertahan saat bersama Elfan. Banyak sekali ketidak cocokan di antara mereka. Tidak lama, sopir taksi itu menghentikan mobilnya. Mutiara melihat pemandangan luar mobil. Ada sebuah vila yang sangat bagus. Membuat kedua mata Mutiara menyala. Mutiara baru pertama kali melihat vila seperti itu. Di depan vila juga ada kolam renang yang sangat besar. Elfan langsung membuka mobil dan turun dari mobil. Mutiara pun segera mengikutinya dan ikut keluar dari mobil tergesa-gesa dengan hanya membawa tas ransel kecil. Mutiara lalu membungkukkan badan melihat sopirnya. "Terima kasih, Pak," kata Mutiara. "Sama-sama, Nona," jawab pak sopir. Pak sopir pun kembali melajukan taksinya. Setelah itu, ia melihat ke arah Elfan. Rupanya Elfan yang tadi ada di sampingnya sudah berjalan lebih dulu meninggalkannya menuju vila. Mutiara pun segera cepat-cepat menyusul. Mutiara berjalan cepat setengah berlari. Ia berjalan di belakang mengikuti Elfan. Elfan yang sudah sampai membuka pintu vila dan masuk ke dalam. Begitu masuk, Mutiara melihat ruangan dalam vila dan ia tercengang. Betapa bagusnya vila megah ini? Mutiara menyapu pandangan ke sekeliling ruangan di vila. "Wuuuaaaah! Besar sekali?" gumam Mutiara berbicara sendiri. Elfan segera berjalan ke arah meja kerja yang juga ada di dalam vila itu. Setelah itu, Elfan pun membuka laptop yang ada di sana. Mutiara yang melihatnya hanya menghela nafas panjangnya. "Sudah jauh-jauh ke sini tapi hanya bekerja. Sangat membosankan," kata Mutiara berbicara sendiri. Elfan mendengar tapi ia hanya diam tidak menanggapi Mutiara. Mutiara pun tidak akan peduli dengan Elfan. Ia kembali berjalan berkeliling untuk melihat-lihat. Mutiara berjalan menuju kamar dan akan masuk ke dalam kamar. "Itu kamarku!" ujar Elfan tiba-tiba. Membuat Mutiara terhenti berjalan. Ia menoleh ke arah Elfan yang berbicara tapi tetap konsentrasi pada laptopnya. Mutiara pun mendengkus kasar. Ia lalu kembali memperhatikan sekitar dan memang tidak ada kamar lain. "Tapi, kamarnya hanya satu?" tanya Mutiara. "Kalau begitu sudah jelas kamu yang tidur di luar!" pinta Elfan. Mutiara pun mengkerutkan keningnya. "Kenapa bisa begitu? Yang menyuruhku ke sini adalah kakek! Tentu saja aku yang akan menempati kamar ini! Siapa cepat, dia dapat!" bantah Mutiara. Belum sempat Elfan membalas, Mutiara pun langsung masuk begitu saja ke dalam kamar. Elfan jadi menoleh ke arah Mutiara dan menautkan kedua alisnya heran. Berani benar bocah ini melawannya? Pikir Elfan. *** Sudah empat jam lebih waktu berlalu. Mutiara dari tadi hanya memainkan ponsel di dalam kamar. Meskipun vila ini sangat megah, tetap saja selama empat jam ia terus berada di dalam kamar. Tidak melakukan apa pun. Membuat Mutiara sangat bosan. Mutiara pun turun dari ranjang. Setelah itu ia berjalan menuju pintu kamar dan membukanya sedikit. Mutiara mengintip Elfan yang ada di luar kamar. Rupanya dari tadi, Elfan masih menghadap laptopnya. Membuat Mutiara mengernyitkan wajah. "Wuaaah! Dia benar-benar gila kerja, ya?" gumam Mutiara berbicara sendiri. Mutiara lalu menjauhkan wajah dari pintu. Ia memanyunkan wajah dengan murung sembari menghela nafas berat. "Sudah empat jam lebih dan dia cuma bekerja?! Dia benar-benar tidak waras!" racau Mutiara berbicara sendiri. Tiba-tiba perut Mutiara berbunyi keroncongan. Membuat Mutiara memegangi perutnya. Benar juga, ini sudah waktunya makan siang. Dia jadi lapar. Mutiara kembali melihat ke arah Elfan. "Kenapa dia sama sekali tidak lapar? Apa jangan-jangan hanya dengan bekerja begitu perutnya bisa kenyang?" katanya lagi. Mutiara tidak peduli. Ia keluar kamar dan berjalan mendekat ke arah Elfan. Sampai Mutiara berdiri di depan Elfan yang terhalang laptopnya itu. Elfan pun mengangkat kepala dan melihat Mutiara yang berdiri di depannya. "Ada apa?" tanya Elfan. "Ini sudah waktunya makan siang!" "Lalu kenapa?" tanya Elfan lagi. Mutiara mendengkus pelan. "Tentu saja aku lapar! Aku ingin makan!" "Kenapa kamu bilang padaku?" "Karena aku tidak tahu di mana mau makan?! Saat perjalanan aku juga tidak menemukan restoran sama sekali!" keluh Mutiara. Namun, Elfan hanya diam tidak menjawab. Ia hanya fokus pada laptopnya dan sama sekali tidak bereaksi apa pun. Mutiara benar-benar tidak habis pikir. Ia pun kembali mendesah kasar. Mutiara lalu berbalik arah dan berjalan menjauh dengan menghentakkan kakinya kesal. Tidak akan berbicara pada Elfan lagi! Mutiara keluar vila. Saat berada di luar, ia menarik nafas dalam-dalam untuk menghirup udara segar. Begitu di luar, pikiran dan hatinya pun ikut segar. Mutiara lalu kembali menoleh ke arah Elfan dengan mengkerutkan kening. "Percuma saja bicara padanya!" kata Mutiara kesal. Mutiara lalu kembali membalikkan kepalanya. Melihat ke halaman besar yang ada di vila itu. Di depannya, ada kolam renang yang sangat lebar sekali. "Ada kolam renang yang sangat bagus, tapi sayangnya aku tidak bisa berenang. Coba kalau aku bisa berenang? Pasti aku sudah menghabiskan waktu untuk berenang dari tadi," kata Mutiara berbicara sendiri. "Padahal cuaca sangat panas. Pasti enak kalau berenang di sini seharian," tambahnya lagi. Mutiara kemudian berjalan mendekat ke arah kolam renang. Ia duduk di tepi kolam renang dan memasukkan kakinya ke dalam air. Ia juga memasukkan tangannya dan memainkan air dengan jari-jarinya. "Wah, airnya jernih sekali," kata Mutiara yang kembali berbicara sendiri. Mutiara semakin membungkukkan badan. Ia melihat ke dalam air dan memperhatikan dasar kolam. Semakin dekat dan semakin membungkuk. Namun, tiba-tiba tangannya terpeleset dan ia mendadak langsung jatuh dengan tidak sengaja. Mutiara yang ada di dalam air tentu saja panik. Ia tidak bisa berenang. Ia hanya terus berusaha mengambang dan melambaikan tangan ke permukaan. Berharap Elfan menyadari dan menolongnya. Sedangkan dari dalam, Elfan yang bekerja itu terhenti sejenak. Ia menoleh ke arah Mutiara yang sedang berada di dalam air. Elfan bisa melihat Mutiara di luar melalui kaca yang menghubungkan pemandangan luar itu. Elfan hanya mengkerutkan kening melihat Mutiara itu. "Katanya lapar, kenapa malah berenang?" gumam Elfan berbicara sendiri. Elfan lalu kembali menghadap laptopnya. Namun, sekian detik Elfan nampak menyadari sesuatu. Mutiara berenang tanpa ganti baju lebih dulu. Ia kembali melihat ke arah Mutiara dan nampaknya Mutiara kesusahan berada di dalam air. Elfan masih memperhatikan Mutiara dengan heran. Mutiara sekarang sudah tidak ada lagi di permukaan air. Elfan pun menautkan kedua alisnya. Ia berdiri dan berjalan keluar. Elfan mempercepat jalannya menuju kolam renang. Betapa terkejutnya Elfan ketika melihat Mutiara yang tenggelam di dalam kolam yang jernih itu. Tentu saja, Elfan segera menceburkan dirinya ke dalam kolam untuk menolong Mutiara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD