Bab 3

997 Words
Ansell PoV Hari ini aku berjanji temu dengan pimpinan proyek di sini. Kami ingin membahas kendala yang mereka alami, meski kemarin sudah ada wanti-wanti dari Eyang tapi aku belum sepenuhnya yakin bagaimana mungkin seorang perempuan mungil yang aku temui kemarin bisa menghambat proyekku. Meski kalau diingat kembali wanita itu memang memiliki mata yang tajam namun indah, tidak ada rasa takut atau keraguan dari tatapannya yang menatapku sekilas. Terbersit rasa kagum dari dalam diriku untuknya, mungkin akan menjadi sebuah kebahagiaan sendiri bisa menjadikan perempuan tegas dan pemberani itu menjadi istri. Pikirku, namun segera kutepis, aku kesini untuk bisnis bukan mencari istri ditambah aku tidak mungkin menikah lagi. "Bagaimana, pak Anton?" tanyaku pada kepala proyek, aku tidak suka basa-basi. Aku bukan orang yang suka bertele-tele apalagi untuk masalah seperti ini. "Mereka masih kekeh tidak akan menjual tanah mereka, Pak." jawaban Anton sangat tidak memuaskan, aku sudah membayar mahal team bukan untuk menerima berita seperti ini, apakah aku harus turun tangan membujuk mereka sendiri?  "Non Ayra ini begitu kuat pak, tidak bisa digoyahkan. Meski kami sudah tawarkan harga maksimal beliau tetapkah kekeh tidak ingin menjual lahan pertanian ini. Apalagi lahan beliau memang yang paling luas, andaikan kita bisa membeli yang lain tapi tetap saja tidak ada gunanya kalau lahan milik Nona Ayra tidak kita dapatkan." Lanjutnya. "Lalu, pak Anton, apakah anda punya saran? Saya orang yang tidak pernah gagal dalam menjalankan proyek pak, dan saya tidak ingin ini menjadi yang pertama. Saya membayar mahal untuk proyek ini dan saya tidak ingin ini gagal.” Tegasku  "Bagaimana kalau bapak berteman akrab dengan Nona Ayra, jadi bapak bisa tahu apa yang beliau inginkan, apalagi Non Ayra juga tidak tahu kalau bapak adalah pemilik proyek ini. Bagaimana?" sarannya hampir mirip seperti yang aku pikirkan kemarin. Tapi kembali aku teringat nasehat eyang untuk tidak bermain-main. "Bapak punya anak perempuan?" Pertanyaanku membuat Anton bingung namun ia tetap menjawabnya. "Tentu saja punya, pak."  "Lalu bagaimana perasaan bapak saat anak bapak dimanfaatkan hanya demi proyek?" Lanjutku bertanya, seketika raut wajahnya berubah sangar. Sepertinya ia menangkap arti pertanyaanku tadi. "Tentu saja saya marah, pak." "Begitulah yang akan dilakukan orang tua perempuan itu, ditambah kata bapak dia adalah orang yang di segani di sini. Apa kita nggak cari masalah namanya?" Rasa geram mengusaiku segingga tidak perduli bahwa Pak Anton lebih tua dariku namu aku tetap harus menegurnya, aku hanya tidak habis pikir bagaimana bisa seorang ayah dari seorang perempuan mengatakan untuk memanfaatkan gadis lainnya demi proyek. Yang benar saja, aku juga lahir dari perempuan bagaimana bisa aku menyakiti perempuan, meski aku sempat berpikir hal yang sama kemarin. Untung saja eyang mengingatkanku. "Maaf, pak." jawabnya dengan menunduk, mungkin ia menyadari idenya adalah ide buruk. "Baiklah atur pertemuan dengan mereka dan saya akan mencoba bersiskusi dengan mereka." "Baik, pak," "Kalau begitu mari kita makan," aku memanggil waitress untuk menyajikan makanan yang telah kami pesan tadi. Untung saja di sini ada rumah makan yang menyediakan tempat private juga, jadi pembicaraan kami tadi tidak di dengar orang lain. Segera aku dan Pak Anton menikmati hidangan yang tersesia diselingi pertanyaan santai di luar pekerjaan. Pak Anton ini ternyata punya dua anak yang masih bersekolah yang sulung SMA dan bungsungya masih SMP. Pertemuan kali sukses berjalan meski belum menemukan titik terang tapi paling tidak kami sudah siapkan langkah pertama yaitu jadwal negosiasi.  "Saya akan kabari bapak setelah mendapatkan jadwal pertemuannya." "Iya, pak Anton kalau bisa secepatnya karena saya juga tidak bisa melepas tanggung jawab saya di Jakart begitu saja," "Baik, Pak." "Kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum." "Iya, Pak. Wa'alaikumussalam" Kami berpisah di parkiran, aku segera mencari mobil pajero hitam milikku. Kulangkahkan kakiku ke arah mobil yang akhirnya ku temukan namun saat sudah mendekat, aku juga melihat seorang wanita bergamis hitam dan bercadar juga mendekati mobilku dan menuju pintu samping kemudi, aku segera mempercepat langkahku dan berteriak." "Hei apa yang kau lakukan pada mobilku?" ucapku dengan nada sedikit keras membuat perempuan itu ikutan terkejut karena aku sudah berada di sampingnya. "Ya, Allah, kamu lagi?" Mendengar ucapannya aku merasa suaranya ini tidak asing, tapi sekarang bukan itu masalahnya, aku memerlukan jawaban dari pertanyaanku kenapa dia mencoba mendekati dan membukan mobilku. "Nona, saya tidak tahu maksud anda, yang saya tanyakan apa yang anda lakukan dengan mobil saya?" "Maaf ya Tuan kaya yang terhormat, tapi ini bukan mobil Anda ini mobil saya." jawabnya membatah tuduhanku, masa iya dia punya mobil ini? Bukan menghina dia miskin ya, tapi jarang perempuan bawanya Range rover. Biasanya ya mobil matic begitu. "Tidak mungkin ini mobil saya, saya membawanya tadi." Kekehku tidak mau kalah. "Ada apa, Mas, Mbak?" Tanya seseorang yang entah datang dari mana. "Ini pak, perempuan ini mencoba masuk ke dalam mobil saya." Tuduhku, membuatnya semakin melotot. "Anda jangan sembarangan menuduh saya, maaf, Pak, ini mobil saya." ucap perempuan ini padaku dan orang yang di sampingku. "Begini saja, biar lebih jelasnya bagaimana kalau kita lihat plat mobilnya saja?" Usul bapak tersebut.  "Ok," jawab kami bersamaan, aku memandang, akan ku lihat dia menahan malu karena insiden ini. "B 0104 BN, ini platnya siapa?" Tanya bapak tersebut. Tentu saja membuatku kaget, aku memakai mobil Eyang harusnya AD. "B? Harusnya bukannya AD?" aku menegaskan lagi, tidak mungkin kan aku harus menanggung malu di depan perempuan ini. Bisa tambah susah ini. "Ini benar saya bacanya, B 0104 BN," "Benar kan? Ini mobil saya." Celetuk perempuan itu dari sampingku. Seraya menyodorkan STNK nya untuk di baca sebagai pembuktian. "Iya benar Mbak, Mas nya mungkin lupa kali di mana parkir mobilnya. Yakin masnya bawa mobil?" "Iya, Pak, ini Kuncinya? Sambil menyodorkan Kunci dan STNK nya." "AD 9090 BE, Nama pemilik Atmajaya." "Ini mobilnya bukan?" Terdengar suara perempuan tadi dari sebelah mobilnya. Membuatku beralih mendekat dan boom ternyata mobilku tepat di samping mobilnya. "Mungkin, anda masih lapar sampai kurang fokus." Ucap perempuan itu. "Bapak, kalau begitu terima kasih dan saya permisi dulu. Assalamu'alaikum." Setelah pamit perempuan itu langsung masuk ke mobilnya dan meninggalkan kami.  "Wa'alaikumussalam," jawabku sebelum bicara kembali pada bapaknya. "Maaf, pak." Lanjutku sungkan, Astagfirullah bagaimana aku bisa lupa mobil Eyang, bikin malu saja. "Nggak papa, Mas, mobilnya sama persis jadinya wajar kalau masnya sendiri lupa." "Iya, Pak, sekali lagi terima kasih."  "Sama-sama, mari." "Mari." Segera kutinggalkan parkiran penuh drama tadi dengan muka sedikit memerah malu, untung tidak banyak yang kenal denganku di sini, bisa habis diledeki nantinya, semoga nggak ada yang iseng ngerekam drama tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD