Episode 5

2716 Words
Rumah Rani Saat cahaya mentari pagi mulai bersinar, masuk ke celah kamarku. Aku masih bergelung dalam selimut tebalku. 'Hikz ... kenapa panasnya dari semalam belum juga turun,' hatinya Rani. Aku terus mengeluh karena rasa pusing di kepalaku yang tidak mau hilang, panasnya juga belum turun. Pagi ini juga aku tidak masuk bekerja, aku menyayangkan karena seminggu lagi aku gajian. "Huftt ... masih sakit saja aku masih mikir uang melulu, sekali-kali mikir kapan dapet pacar gitu," monilogku mengeluh. Aku masih malas untuk beranjak dari kasurku, walaupun itu sekadar untuk mencuci muka dan gosok gigi. Saat aku masih dengan duniaku, tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu dari luar. Tok, tok! "Masuk Bu, pintunya tidak Rani kunci," teriakku dengan nada lemah. Ceklek! Pintu terbuka Ibu masuk dengan membawakan sarapan, serta teh hangatku. "Gimana keadaan kamu, Nak. Apa masih panas?" tanya Ibu sambil menyentuh keningku dengan lembut. "Sudah tidak pa--," jawabku, terpotong karena mendengar Ibu berteriak. "Ya Allah, Nak. Panas banget badan kamu. Ayo kita ke rumah sakit sekarang!" ajak Ibu, dengan rasa khawatirnya. "Rani tidak apa-apa, Bu. Cukup minum obat di rumah pasti sembuh, kok. Ibu jangan khawatir, ya," jawabku menenangkan. "Kamu ini, Nak, dibilangin bandel. Kalau ada apa-apa sama kamu, Ibu juga yang susah," keluh Ibu mulai mengomel, karena beliau sangat mengkhawatirkan aku. "Cepat makan sarapannya, ya. Ibu mau pergi ke apotik dulu, beli obat penurun panas. Dari dulu kamu tuh paling susah di ajak ke rumah sakit, pas sakit begini," lanjut Ibu. "Hehehe... Ibu 'kan sudah tau kalau Rani takut ke rumah sakit, nanti kalau ketemu dokter 'kan Rani takut di suntik," keluhku biar Ibu tidak cerewet lagi. "Ibu ... jangan marahin Rani, ya. Rani lagi sakit lho, kalau Ibu marah terus Rani tambah pusing gimana?" lanjutku merengek. "Ya sudah, kamu makan dulu atau Ibu suapin gimana," jawab Ibuku lembut, membuatku seketika tersenyum. "Rani tidak mau, mulut Rani pahit?" tolakku sembari merapatkan selimut di tubuhku. "Tidak boleh begitu, makan sedikit biar tidak kosong perut kamu, Nak. Nanti kalau kamu tambah sakit, tentu Ibu akan sedih. Karena Ibu cuma punya kamu, sayang?" ucap beliau dengan mata yang berkaca-kaca. Aku yang melihat itu, seketika luluh dan tidak tega. Sebab Ibu adalah sumber kebahagiaan ku, bila beliau sedih maka aku juga sedih. "Baiklah, Rani akan makan tapi sedikit saja, ya," tawarku sama Ibu. "Iya sayang, biar sedikit tidak apa-apa. Yang terpenting perut kamu ada isinya, setelah ini Ibu mau ke Apotek dulu beliin obat, dan kamu harus istirahat," ucap Ibu setelah itu beliau bergegas keluar. Aku mulai bangun lalu mengambil nasi goreng, yang berada di meja samping tempat tidurku. Lalu mulai.menyuapkan ke dalam mulut, hanya sedikit, takut muntah. Namun, aku ingat wajah saat sedih Ibu. Akhirnya aku memakan nasi goreng itu hingga separuh. Selesai sarapan dan minum teh, aku bergegas ke kamar mandi. Mencuci muka dan gosok gigi, setelah semua urusan di kamar mandi, aku kembali ke kamar lalu tidur kembali. Untuk pertama kalinya, Rani lupa menghubungi manager atau pun sahabatnya kalau hari ini ia tidak bisa masuk bekerja. Ia juga tidak tahu kalau di restoran ada yang menunggunya, bahkan mungkin sangat mengkhawatirkannya. *** Mansion Juan Di kamar mewah itu sudah terlihat pria tampan yang sudah rapi dengan pakaian formalnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Juan Alexder. Juan memang sudah terbiasa bangun pagi, bahkan semua orang yang mengenalnya memberi julukan Morning Parson. Juan sudah bangun dari jam 04:00 pagi, sebab ia selalu melakukan kewajibannya sebagai seorang muslim. Tidak semua orang tahu tentang agama yang di anutnya selama ini, karena dalam data pencaharian cuma tercantum nama orang tuanya, dan nama besar perusahaan serta semua usahanya. Sebab ia menutupinya dengan rapi dari para pencari berita. Ia memeluk agama muslim, karena kedua orang tuanya juga beragama muslim. Jadi sedari kecil kedua orang tuanya sudah memperkenalkannya islam sebagai agamanya. Maka dari itu sebisa mungkin, Juan melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim. Walaupun ia tidak sepenuhnya melakukan kewajibannya, tapi ia selalu berusaha menjadi lebih baik. 'Aku sadar diri, jika selama ini aku belum bisa menjadi orang yang baik. Aku masih melakukan hal yang di larang agama, karena disitulah pelarianku selama ini. Apalagi setelah aku kehilangan kedua orang tuaku,' keluh Juan, sambil mengingat masa lalunya. Di saat aku sedih, dan merasa kosong setelah papi dan mami meninggal. Aku mulai mencari pelampiasan, dangan mabuk, main wanita dan itu sudah menjadi kebiasaanku selama ini. Karena aku masih belum menemukan seseorang, yang bisa membuatku merasa pulang ke rumah. Dalam artian seseorang yang bisa membuatku nyaman, dan membuat hatiku bergetar karena aku tidak ingin di tinggalkan lagi. Sedari tadi aku terus mengingat semua kenangan yang pernah aku rasakan selama ini, kehampaan yang selalu menyelimuti diriku selama ini. Benar aku mempunyai segalanya, nama besar, kekayaan berlimpah. Hingga para wanita pun akan datang tanpa kuminta, dan tentu aku juga mempunyai seorang kekasih. Namun, tetap sama. Aku merasa hampa, dan kosong. Tapi untuk saat ini, lebih tepatnya untuk beberapa hari ini. Aku mulai menginginkan sesuatu, dan tentu saja aku harus mendapatkannya. Aku menemukan sesuatu dalam diri gadis gendut itu, yang tidak di miliki kekasihku. Maupun wanita lainnya. Dengan segala kekurangan yang dia punya, aku ingin segera memilikinya. Sejak semalam diri ini terus memikirkannya, sedang apa dia sekarang? Apakah saat ini dia baik-baik saja atau tidak. Ya, Aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Sejak aku tahu dia punya penyakit asma, aku sering merasa khawatir padanya, dan hari ini aku ingin melihat dia dan memastikan kalau dia dalam keadaan baik-baik saja. Dengan tidak sabaran aku melangkah ke luar kamar, dan seperti biasa Robert sudah berada di depan pintu kamar menungguku. Hari ini aku sangat bersemangat, hingga tanpa sadar aku tersenyum sendiri. Sedari kamar hingga di ruang makan, aku tidak bisa menghilangkan senyuman di bibirku. Hingga semua orang lebih tepatnya para pelayan, dan bodyguard. Merasa heran karena sikapku yang tidak seperti biasanya dingin dan datar. "Ada apa dengan kalian, dan kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanyaku penasaran sekaligus heran. "Ohh ... tidak ada apa-apa, Tuan," jawab pelayan serentak, setelah itu menunduk. Selesai sarapan dan meminum kopi hitamku, aku mulai beranjak dan melangkah keluar dari mansion menuju kantor seperti biasa. Namun berbeda dengan hari ini, suasana hatiku dalam suasana baik. Sampai di kantor seperti biasa aku langsung melakukan apa yang menjadi tanggung jawab ku, memeriksa beberapa dokumen penting lalu menandatangani nya. Hingga aku terkejut dengan suara ketukan pintu. Tok, tok! "Masuk!" "Maaf, Tuan. Ada kiriman dari Nona Sonya," ucap Rober sopan, sambil meletakkan paper bag di meja tuannya. "Ya sudah, sekarang kamu keluar!" jawabku datar seperti biasa. Setelag Robert keluar dari ruangan kantorku, aku langsung berdiri dan mulai membuka papper bag besar itu. Senyumanku mengembang manakala Aku melihat sweater cantik berwarna merah marun, sederhana. Namun, sangat cantik bila gadis itu memakainya nanti. 'Pasti kelihatan manis kalau dia memakai ini,' gumamku sambil tersenyum. Karena aku tidak mau lama menunggu hingga malam nanti, aku langsung berjalan keluar ruangan kantorku, dan membawa papper bag untuk gadisku. Tujuanku sekarang adalah restoranku, karena disanalah aku bisa menemuinya. Aku pun keluar dari kantorku, tidak sampai lima menit aku sudah sampai di lobby kantor. Robert langsung membukakan pintu, aku pun masuk dan menaruh papar bag di sampingku. Setelah Robert masuk di samping kursi kemudi, supir mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang. "Kita ke restoran," ucapku pada supir. "Baik, Tuan," jawab supir sopan, sambil mengendarai mobil. Tidak sampai satu jam, mobil sampai di pelataran restoranku. Robert dengan sigap membukakan pintu, dan seperti biasa aku turun dengan wajah datarku. Aku masuk dan mencari tempat duduk, saat aku masuk tidak ada yang tahu jika aku 'lah pemilik restoran, kecuali manager yang bekerja di sini. Pelayan pergi setelah menyajikan pesanan ku, aku pun mulai mengawasi semua para pegawaiku dan berharap cepat melihat gadisku. Sudah setengah jam lebih aku menunggu, namun tidak kunjung aku melihatnya. Hingga aku mulai tidak sabaran, dan bertanya-tanya dimana dia saat ini. Karena rasa penasaran aku ingin tahu dimana dia, tentunya melalui manager. "Robert! Panggil manager sekarang!" suruh ku pada Robert. "Baik, Tuan," jawab Robert langsung beranjak mencari manager. Tidak berapa lama manager dan Robert datang. "Bos, Anda datang kemari. Kenapa tidak memberitahu saya, pasti saya akan menyambut kedatangan Anda.Oh, iya. Ada apa Bos memanggil saya?" ucap manager kaget, ketika melihat bosnya sudah duduk manis di dalam restoran. "Kemana gadis itu?" tanya Juan to the poin. Manager yang mengerti apa yang diucapkan bosnya langsung menjawab. "Maaf Tuan, saya tidak tahu keberadaan gadis itu. Sebab hari ini dia tidak masuk bekerja, tanpa pemberitahuan," jawab manager jujur, sekaligus takut saat melihat ekspresi bosnya yang terlihat marah. "Manager macam apa kamu itu! Sampai tidak tahu kalau bawahan kamu tidak masuk kerja, hah!" bentak Juan marah. Juan merasa kesal karena ia tidak bisa melihat gadisnya hari ini, ia langsung beranjak dan meninggalkan restoran dengan perasaan kesal. **** Pov Rani Sudah tiga hari ini Aku tidak masuk bekerja, dan alhamdulillah hari ini aku mulai baikan. Sekarang hanya tinggal lemesnya saja. Gimana tidak lemes jika dua hari ini panasnya naik turun terus, dan itu membuat Ibu sangat khawatir. Sudah berkali-kali pula Ibu menyuruhku untuk pergi kerumah sakit agar mendapatkan perawatan, tapi dasarnya aku takut rumah sakit jadi tidak mau. Ibu pun sudah tahu alasannya, aku paling takut kerumah sakit dan itu sudah sedari aku kecil, waktu itu aku melihat temanku di suntik oleh dokter. Lalu temanku menangis kencang karena kesakitan, aku yang saat itu melihat merasa takut dan terbawa sampai sekarang. Tapi kalau sudah bener-bener drop, biasanya aku juga pasrah bila dibawa ke rumah sakit oleh Ibu. Biasanya saat asmaku kambuh, dan kambuhnya lama. Ibu mulai menggunakan ancamannya agar aku mau di ajak ke rumah sakit. Tetapi kalau hanya sekadar demam saja, mendingan beli obat di apotik saja. 'Hmm ... sekarang apa yang harus aku lakukan, menonton drama kesukaanku atau membaca n****+ favoritku saja?' tanyaku pada diriku sendiri. 'Ah, mending nonton saja. Sudah lama aku tidak menonton film kesukaanku,' gumamku lagi. ** Mansion Juan Di kamar mewah yang biasa rapi dan bersih, sekarang terlihat kotor dan terlihat banyak pecahan kaca dimana-mana. Kekacauan itu yang membuat adalah sang pemilik kamar mewah sendiri, yang tidak lain Juan Alexander. Sudah tiga hari ini Juan selalu marah-marah tanpa alasan, para pelayan dan bodyguard tidak ada yang berani mendekat bahkan untuk membersihkannya. Karena mereka tidak mau menjadi sasaran kemarahan tuan besarnya. Biasanya tuan mereka tenang, biar pun sifatnya dingin. Namun, selama mereka mengenal tuannya mereka tidak pernah melihat tuannya marah. Hingga memecahkan barang-barang kesayangannya. Sudah tiga hari ini Juan tidak tenang dan gelisah, ia merasa ada yang hilang. Ia hanya bisa melampiaskan kemarahannya, dengan membanting barang-barangnya. Pekerjaan Juan di kantor pun terbengkalai, karena ia sama sekali tidak bisa fokus dengan apa yang ia kerjakan. Ia tidak peduli dengan harga barang itu, yang ia tahu, saat ini ia butuh pelampisan. Namun, tetap saja ia merasa tidak puas. "Bereskan kamarku sekarang!" perintah Juan pada pelayan. "Ba--baik, Tuan," jawab pelayan takut. "Robert kita ke club sekarang!" ucap Juan datar. "Baik, Tuan," jawab Robert lalu membukakan pintu mobil untukku. Waktu makin larut, mobil mewah itu berhenti di depan club mewah. Juan keluar dengan diikuti Robert mulai memasuki club Juan dan Robert melangkah masuk, yang terdengar pertama kali adalah suara musik yang memekakkan telinga, dan aroma alkohol dimana-mana. Wanita-wanita sexy dengan pakaian kurang bahannya, sedang memberi kenikmatan pada para pencari kepuasan di dalam club. Seperti biasanya Juan ingin melakukan hal yang paling ia sukai, yaitu minum dan bermain dengan wanita. Juan terus berjalan melewati orang-orang yang mencari kepusan, dengan berjoget bahkan mabuk di lantai dansa tanpa rasa malu. Juan mulai menaiki tangga dimana seperti biasa ia memesan tempat private, tentunya untuk bersenang-senang nanti dengan wanita-wanita yang akan menemani malam panasnya. Juan mulai duduk di sofa, lalu memanggil pelayan untuk mengambilkannya minuman seperti biasa. Tidak berapa lama pesanan yang diminta Juan datang, ia meminta Robert untuk memanggil Lusi untuk mencarikakannya wanita, untuk menemani malamnya. "Panggilkan Lusi!" ucap Juan sedikit keras karena suara musik yang begitu keras pula. "Baik," Robert langsung melakukan perintah tuannya. Tidak lama Lusi pun datang, dengan gayanya yang khas sebagai mucikari kelas atas dalam club mewah itu. "Iya, Tuan. Anda memanggil saya," ucap Lusi dengan senyumannya. "Carikan aku wanita untuk menemaniku malam ini, kamu tahu 'kan seleraku," pinta Juan sambil meminum minumannya. "Ohh ... tentu saja saya tahu selera, Anda. Tolong tunggu sebentar," jawab Lusi langsung beranjak mencari wanita untuk Tidak berapa lama datanglah gadis cantik dan juga sexy, jangan lupakan belahan dadanya yang kelihatan begitu menonjol. Hingga siapa pun yang melihatnya akan tergoda bahkan lebih dari itu, siapa pun yang melihat akan membawanya ke kamar, yang sudah ada di dalam club ini mungkin termasuk Juan seperti biasanya. ''Selamat malam, Sayang. Apakah saya harus memuaskan Anda malam ini?" tanya wanita di pangkuanku, dengan bergelayut manja seraya menyentuh d**a bidang Juan. Lalu memainkan tangannya di rahang untuk merangsang hasrat Juan. "Akh ...," Juan mulai mendesah ketika sang wanita malam, memberikan kecupan di rahangnya. Saat wanita itu terus bergelayut manja dan ingin mencium bibir Juan tiba-tiba, wajah gadis gendut dengan senyuman tulusnya terlintas dalam pikirannya. Hinggga tanpa sadar Juan langsung menghempaskan wanita malam itu di sofa sebelah tempat duduknya. Dan bahkan wanita itu hampir terjatuh karena gerakkan tiba-tiba yang di lakukukan Juan padanya. "Pergilah," ucap Juan dingin, seraya memberikan uang kepada wanita itu yang sudah ia taruh di meja. "Kenapa, Tuan? Apakah saya melakukan kesalahan?" tanya wanita itu, dengan nada heran. "Tidak! Pergilah!!" jawab Juan dengan nada dingin. Tanpa menjawab lagi wanita malam itu pergi, sebelum pergi ia mengambil uang yang ada di meja dengan perasaan kesal. Karena ia tidak bisa menghabiskan malam panas dengan pria terpandang, dan kaya raya seperti Juan Alexander. Juan memijit pelipisnya sebentar dan berfikir kenapa dia memikirkan gadis gendut itu, seharian ini. Harusnya ia bisa menghabiskan malam dengan wanita-wanita yang bisa memuaskan hasratnya. Tapi ini, jangankan menikmati yang ada malah wajah gadis gendut itu yang terbayang hingga hasratnya pun hilang entah kemana. "Robert cari tahu tentang gadis gendut, yang bekerja di restoranku sekarang!" "Dalam 30 menit Robert ... jika lebih dari itu, kamu tahu akibatnya!!" ucap Juan dingin. "Tapi, Tuan. Keselamatan Anda?" ucap Robert sopan. Namun, terselip nada khawatir keselamatan Tauannya. "Kamu meremehkanku?" sarkas Juan. "Tidak, Tuan. Baik, kalau begitu saya permisi," patuh Robert lalu berjalan meninggalkan tuannya. Setelah Robert pergi Juan pun meninggalkan club itu dengan perasaan kesal, niatnya ingin bersenang-senang yang ada malah pikiran tidak menentu karena bayangan gadis gendut yang memenuhi pikirannya. Bahkan wanita cantik, dan sexy itu tidak bisa mengalahkan bayangan gadis gendut itu. Walau yang Juan ingat saat gadis itu tersenyum. Juan mulai memasuki mobil dengan perasaan tidak menentu, karena ia masih kepikiran gadis yang tiga hari yang lalu ia temui. 'Hmm ... sudah 3 hari ini aku tidak melihatnya, dan setiap aku ke restoran dia juga tidak ada. Bahkan manager sialan itu, juga tidak tahu ke mana gadisku,' batinnya. 'Apa dia sakit lagi, atau apa? Kenapa sampai tiga hari dia tidak masuk kerja,' Drrrttt Robert Suara bunyi ponsel membuat Juan tersadar, dari lamunannya "Katakan!" ucap Juan, setelah ia menerima panggilan telepon. "Maaf, Tuan. Saat saya mencari informasi di restoran, ada salah satu pegawai bilang kalau Nona yang sebut gadis gendut itu tidak masuk bekerja di karenakan sedang sakit," jawab Robert memberikan laporannya pada Juan sang tuannya. Belum selesai Robert memberikan informasi tentang gadis yang memenuhi pikirannya, Juan menyuruh supir untuk menjalankan mobil ke tempat gadis itu. Walaupun malam ini hampir larut malam, Juan ingin memastikan tentang keadaan gadisnya. Cukup jauh perjalanan menuju rumah gadisnya. Namun, buatnya tidak masalah. Hingga mobil mewah itu sampai di dekat Rani, Juan melihat lampu teras menyala lalu pandangannya mengarah ke kamar gadis itu. Lampunya juga masih terlihat menyala. Menandakan kalau Rani belum tidur, Juan terus menatap kamar gadis itu dan berharap gadisnya keluar. Ingin sekali ia melihat dan memastikan kalau dia baik-baik saja. 'Seandainya aku bisa masuk ke dalam tapi nyatanya aku bisa, percuma punya kekuasaan dan banyak bodyguard kalau hanya melihat gadisku tidak bisa,' batinya kesal. 'Biasanya aku akan mudah masuk ke tempat di mana tempat yang akan aku tuju, bahkan rumah paling mewah pun aku bisa dengan mudah memasukinya. Tapi ini, jangankan masuk melangkah saja aku tidak berani.' 'Karena aku dengan gadisku, belum saling mengenal. Bahkan saat ini aku masih belum tahu namanya, aneh memang dan saat ini aku mengalaminya. Sebab sengaja aku tidak mencaritahu, biarkan waktu mempertemukan aku kembali dengannya. Hingga kami bisa berkenalan.' Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD