07: KECURIGAAN

2069 Words
Bella dan Daniel berpisah, mereka tidak akan datang ke istana dari jalan yang sama. Ini agar tidak memancing kecurigaan dari penghuni istana. Bella melajukan kudanya dengan cepat, ia tidak mau kepergiannya mencari penawar untuk sang kakak berubah menjadi kekhawatiran. Ia juga harus memikirkan Frans yang sudah ia suruh pulang lebih dulu, semoga pria itu mengatakan apa yang ia suruh. Langkah kuda yang dinaiki Bella terhenti karena ia melihat domba yang digiring oleh seseorang melintasi jalanan. Ia menatap domba kurus yang berjalan paling belakang, sungguh teramat kasihan akan tetapi bukan waktunya untuk iba. Ia menyuruh kudanya melawati jalan pintas agar segera sampai ke istana. Menatap arloji yang dibawa, ia sadar kalau sudah memakan banyak waktu. Suara ringkikan kuda membuat Bella menoleh saat baru saja kudanya memasuki halaman istana. Ternyata Daniel datang tepat setelah ia sampai. Ia pun menjalankan kudanya dengan pelan sambil menikmati keindahan taman istana. Ia melirik pada Daniel yang bersikap biasa saja, sepertinya kedatangan mereka tidak menjadi perbincangan sebab ia berhasil memasukkan kuda tanpa mendengar prajurit bertanya. “Tuan Putri,” sapa Frans sambil tersenyum. “Saya sudah memberi tahu raja dan ratu tentang kedatangan Tuan Putri yang telat karena ingin bertemu dengan seorang teman. Mereka sempat bertanya padaku mengenai teman yang dimaksud, akan tetapi aku tidak bisa menjawab. Sebaiknya, Tuan Putri langsung mendatangi ruangan singgasana saja. Apakah Tuan Putri pergi bersama Daniel?” “Aku akan mendatangi orang tuaku dan menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang aku lakukan. Aku tidak pergi bersama Daniel, kami bertemu di dekat gerbang tadi.” Bella berjalan dengan cepat, mengabaikan Frans yang menunjukkan wajah lega. Ia tahu kalau pria itu masih mengikuti langkahnya. Namun, ia tetap berjalan menuju ruangan singgasana untuk bicara dengan orang tuanya Frans merasa kalau sikap sang tuan putri tidak seperti biasanya. Ia mengenal Bella sebagai putri yang ramah. Hanya saja, kali ini Bella terlihat menunjukkan rasa cuek dalam menjawab pertanyaan. Tidak ingin merasa asing dengan perubahan sikap Bella, ia memilih untuk tidak mengutarakan pikirannya. “Saya sudah menaruh barang belanjaan Tuan Putri di kamar. Apabila ada yang ketinggalan, saya akan siap mengantar Tuan Putri lagi.” Bella menghentikan langkah, bukan karena mendengar ucapan Frans. Namun, ia sadar kalau ada suara dari ruang makan yang ia lewati. Ia berjalan menuju arah sana dan mendapati Della sedang bicara dengan Yuna. Ibunda Daniel datang ke istana kembali. “Aku tidak akan pergi belanja lagi karena semuanya sudah terbeli. Kamu bisa melaksanakan tugasmu yang lain. Aku ucapkan terima kasih.” Setelah memastikan Frans pergi, Bella mendekati Yuna dan Della yang asyik berbincang-bincang. Dari yang ia dengar, mereka sedang membicarakan Daniel. Terlihat juga wajah Della begitu berseri dalam menyambut setiap kalimat yang dituakan oleh Yuna. “Pagi, Kak, Bibi Yuna.” Meski merasa canggung, ia tetap menyapa dua orang yang kini menatap padanya. Yuna terlihat tersenyum akan tetapi Della merengut. “Ada apa kamu datang kemari?” tanya Della dengan ketus. “Aku mendengar dari Daniel kalau kamu ingin pergi bersamanya, apa itu benar? Padahal aku sudah memberi tahu ayah untuk membawanya ke sini guna membahas pernikahan. Aku tidak tahu kenapa kamu selalu mencuri waktu dengan Daniel, kamu tidak sedang mencoba menarik perhatiannya bukan? Ini sungguh tidak adil, dia mengabaikanku akan tetapi selalu memiliki waktu untuk bersamamu.” Yuna tertawa canggung. “Bella pasti datang ke sini untuk menemuimu. Lagian, kamu tidak boleh terlalu cemburu. Daniel dan Bella kan sudah mengenal dari kecil, wajar saja apabila mereka pergi bersama. Lagian, pasti Daniel ada di istana sekarang. Jadi, setelah kedatangan suamiku, kita bisa kembali membahas pernikahan dengan ayahmu. Kamu harus memperlakukan adikmu dengan baik agar ia bisa membantuku meluluhkan Daniel.” Meskipun merasa tidak suka dengan yang dibicarakan Yuna, Bella bersyukur ia tidak akan ribut dengan sang kakak berkat wanita itu. Ternyata, keberadaannya cukup bermanfaat juga padahal tidak tahu kalau ia atau pun putranya sudah mengetahui niat buruknya. “Aku setuju dengan yang diucapkan oleh Bibi, sebaiknya Kakak tidak cemburu denganku. Aku tidak jadi pergi bersama Daniel, kalau Kakak tidak percaya, bisa bertanya pada Frans. Dia yang mengatarku belanja tadi.” Jika Daniel tidak menemani sang adik pergi berbelanja, seharusnya lelaki itu sudah berada di istana sedari tadi. Namun, ia telah mencari keberadaan Daniel akan tetapi hasilnya nihil. Ia menatap Bella dengan perasaan yang janggal, tidak tahu harus mempercayai atau tidak. “Apa kamu yakin? Daniel tidak ada di istana tadi. Lalu, dia pergi ke mana? Tidak mungkin datang telat kan? Reputasinya akan hancur di sini.” Bella sadar apabila Della tidak bisa dibohongi, kakaknya menyadari setiap detail kecil yang jika ia tidak memiliki jawaban maka ia yang akan kalah telak. “Aku pikir Kakak bisa langsung bertanya pada Daniel, aku tadi bertemu dengannya di gerbang akan tetapi tidak sempat bertanya. Aku rasa Kakak menaruh curiga padaku kan? Sungguh aku menyayangkannya padahal aku sudah bicara jujur. Kalau begitu sebaiknya aku pergi dari sini.” Yuna menahan pergelangan tangan Bella sehingga perempuan itu tidak jadi pergi dan menatanya dengan kening berkerut. “Aku tidak tahu harus mengutarakan hal ini tidak padamu. Aku pikir kamu harus sering mendekatkan Daniel dengan Della agar Kakakmu tidak curiga seperti ini. Aku juga tidak mau Della selalu berprasangka buruk padamu. Jadi, apa kamu tahu sekarang Daniel ada di mana?” “Aku akan mendekati Daniel sendiri, sekarang aku tahu kalau kamu tidak berbohong mengenai ucapanmu. Maaf telah curiga karena Daniel memberi tahu kalau sudah mendapatkan izin untuk menemanimu. Aku akan mencari keberadaan Daniel, Bibi bisa bicara dengan Bella. Aku pergi dulu ya, doakan agar aku bisa membujuk Daniel.” Della bangun dari kursi dengan perasaan senang, ia meninggalkan Bella bersama Yuna. Berdua dengan Yuna membuat Bella ingin mencari tahu lebih dalam mengenai tujuan orang tua Daniel pada Della. Ia pun menatap Yuna yang sedang meminum teh. “Aku ingin sekali membantu kakakku untuk dekat dengan Daniel. Akan tetapi, Bibi pasti mengenal Daniel dengan baik. Dia lumayan keras kepala sehingga aku tidak ingin memaksanya. Takut kalau dia akan marah padaku. Aku rasa sebaiknya memang kakakku harus berusaha sendiri.” “Kamu benar. Daniel memang keras kepala padahal aku sudah memberi tahu padanya kalau dia menolak pasti akan menyakiti Della, tetap saja dia lalukan. Aku hampir pusing apabila aku lupa kalau sudah mengenal lama orang tuamu. Aku tidak enak hati pada mereka mengetahui Della menyukai putraku akan tetapi ditolak terus. Aku berharap kamu bisa membantu, jika tidak bisa ya apa boleh buat, aku tidak bisa memaksa.” Bella kebingungan harus mengucapkan kalimat apa lagi untuk memancing agar Yuna bisa bicara spontan mengenai tujuannya. Pasti ini akan menjadi hal paling sulit yang harus ia lakukan. “Aku akan coba bicara pada Daniel, akan tetapi aku tidak bisa memaksa apabila dia masih enggan. Aku sendiri tidak tahu sejak kapan kakakku suka dengan Daniel, dia tidak pernah bercerita dan tiba-tiba saja mendatangi Daniel serta mengutarakan perasannya pada Bibi.” “Dia tidak pernah bicara denganmu?” Yuna pura-pura kaget dengan kenyataan itu. “Kamu jangan bercanda, Bella. Kakakmu mengatakan sudah lama menyukai Daniel sehingga tidak mungkin kamu tidak tahu kecuali Della memang merahasiakannya. Della mengutarakan perasaannya karena dia pasti sudah tidak sabar untuk menjadikan Daniel pujaan hatinya. Tidakkah mereka akan menjadi pasangan yang cocok?” Ingin rasanya Bella mengelak karena apa yang dipaksakan tidak akan berakhir baik. Namun, ia menahan keinginannya itu. “Aku mengenal kakakku jauh lebih baik daripada orang tuaku sendiri kadang. Maka, aku bisa menyimpulkan kalau dia memang menyembunyikannya dariku karena alasan tertentu. Aku tidak akan mencari tahu lebih lanjut. Aku pikir kecocokan bisa diutarakan apabila Della dan Daniel tidak ada yang keberatan.” Bisa Bella saksikan raut wajah Yuna berubah, ibunda Daniel sepertinya tidak suka dengan jawaban yang ia berikan. Ia mengalihkan pandang melihat ke dapur, dua pelayan sedang memasak sesuatu dan ia sadar kalau waktu sudah bergulir dengan cepat. “Aku sampai lupa untuk menemui orang tuaku. Sebaiknya aku pergi sekarang apabila tidak ada lagi yang ingin Bibi bicarakan. Waktu makan siang juga akan segera tiba, Bibi bisa menyiapkan diri terlebih dahulu.” “Sangat disayangkan aku tidak bisa bicara banyak padamu sekarang. Aku sebenarnya ingin memberi tahu kalau Daniel menyukai Della, hanya saja aku tidak tahu alasan dia menolak Della. Sungguh tidak masuk akal bukan apabila Daniel menolak lamaran dari seorang putri padahal Daniel pernah memiliki cita-cita menjadi raja sejak kecil. Aku merasa kalau waktu cepat bergulir sehingga Daniel mengubah keputusannya dengan cepat.” Mengenai cita-cita Daniel, Bella tentu tahu karena Daniel memberi tahu pada saat mereka kecil. Bukan keinginan yang sulit digapai, akan tetapi butuh usaha keras dan cara yang dilakukan orang tua Daniel agar putranya bisa menjadi raja tentu tidak bisa dibenarkan. Membawa Della dalam rencana agar Daniel menjadi sosok pemimpin, sungguh keterlaluan andai lupa kalau segalanya tidak boleh ketahuan. “Daniel pasti punya alasan yang tidak bisa diungkapkan. Aku harap perasaan kakakku berambut, itu pun tanpa adanya paksaan. Aku ingin segalanya tidak akan mengekang kedua belah pihak apalagi ini berkaitan dengan masa depan. Pernikahan begitu mudah direncanakan tanpa memikirkan akibatnya, aku pikir sebaiknya rencana pernikahan dibicarakan kembali agar tidak menjadi bumerang bagi siapa pun. Baik kakakku atau Daniel sendiri.” Bella berhasil membuat Yuna diam, ia lantas mempersilakan pelayan untuk mendekor ruang makan. Yuna merasa kalau Bella menekankan mengenai penolakan Daniel. Seakan ia memang tidak memikirkannya, bukannya kesal justru ia tertantang. Ia akan membuktikan pada Bella kalau keputusannya menikahkan Della dan Daniel yaitu tepat. “Aku tentu tidak bisa mengabaikan segala risiko yang mungkin terjadi. Akan tetapi, tidakkah kamu berpikir kalau kakakmu sudah merencanakan ini? Dia tidak mungkin mengajak Daniel tinggal di istana tanpa tujuan. Sebagai orang tua, tentu aku hanya ingin yang terbaik saja dan keputusanku menikahkan Daniel merupakan pilihan yang tepat.” “Aku tahu, Della tidak akan membuat keputusan tanpa berpikir panjang dulu.” Bella tahu Yuna tidak akan mengalah dan terus bicara apabila keputusannya memang benar. “Jadi, sepertinya memang ini sudah terencana secara sempurna. Masalah di sini yaitu Daniel yang tidak setuju. Orang tua pasti akan menuruti kemauan anaknya, hanya saja harusnya Bibi mempertimbangkan keputusan Daniel karena menyetujui kemauan Della sama saja Bibi tidak menganggap Daniel sebagai anak Bibi. Maaf apabila ucapanku keterlaluan, aku ingin Bibi mengerti sebagai orang tua harus mendengarkan Della bicara atau Daniel.” Tahu kalau dirinya sudah kalah telak, Yuna tidak akan membiarkan Bella tetap pada pikirannya. Ia tertawa miris sebelum berkata, “Aku pikir kamu telah salah paham. Aku tentu akan mempertimbangkan penolakan Daniel, aku menyetujui kemauan Della karena tidak tega melihatnya menangis. Dalam masalah ini, aku bisa saja menyuruh Daniel tidak menikahi Della, toh bukan dia yang dirugikan juga. Mungkin jika pernikahan tidak terlaksana, kamu sudah siap melihat Della hancur? Bukan masalah, aku bisa membatalkan rencana pernikahan kapa pun, jika memang ada yang tidak setuju.” Seharusnya Bella yang menang di sini, akan tetapi ucapan Yuna membuatnya tidak bisa mengucapkan apa pun. Ia mengepalkan tangan meskipun masih berusaha terlihat baik-baik saja. Ia menarik napas kemudian mengembuskannya, ia sudah siap untuk menimpali ucapan Yuna. “Memang benar apabila kami yang dirugikan di sini, akan tetapi menikahi Della dengan Daniel bukan berarti Daniel akan menjadi raja. Itu impian yang terlihat mudah digapai, akan tetapi sebenarnya sulit. Apalagi jika tidak dipikirkan matang-matang. Aku hanya ingin Bibi mengerti karena ini pasti akan membuat Daniel merasa tidak bisa percaya lagi dengan orang tuanya. Daniel menolak pernikahan karena ia memikirkan masa depan hubungan dirinya dengan Della. Segala sesuatu yang dipaksa tidak akan baik.” Yuna menghabiskan teh, sebab ia merasa kalau tenaganya terkuras sekarang. Bicara dengan Bella memang tidak mudah, ia jauh lebih keras kepala daripada Daniel. Setidaknya kadang memang orang tidak menyadari kekurangan dirinya sendiri. “Jika memang itu keputusanmu, bukan masalah. Aku menyayangi Della seperti putriku, jadi aku tidak akan menghancurkannya. Sepertinya sebagai seorang adik, kamu lebih memilih Della hancur daripada meluluhkan Daniel mengenai pernikahan. Sekarang aku mengerti kenapa Della mencurigaimu, kamu memang berencana menggagalkan pernikahan Daniel dan Della kan?” “Apa?!” tanya Vodo yang baru saja datang. Ia tentu tidak salah dengar kalau Yuna mengatakan Bella akan membuat rencana pernikahan gagal padahal ia sudah berpikir matang-matang dan tidak ingin mengecewakan putri sulungnya. Ia menatap Bella yang telah berdiri dari kursinya, melirik pada istrinya yang juga tercengang, ia ingin ada penjelasan mengenai apa yang baru saja diutarakan. “Ini hanya salah paham. Aku akan menjelaskan dengan baik. Aku harap Ayah dan Ibu mau mendengarkanku.” Bella tidak menyangka kalau orang tuanya telah datang ke ruang makan. Ia menoleh pada Yuna yang terlihat biasa saja, sepertinya ibunda Daniel sengaja berkata seperti itu agar orang tuanya salah paham. s****n sekali! Ia harus hati-hati mulai sekarang, tidak boleh gegabah lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD