05: PENOLAKAN

2040 Words
Agar tidak membuat yang lain curiga mengenai tugas yang harus Daniel laksanakan, Bella tentu menyuruh Daniel melakukan sesuatu dulu. Untung saja, ia ingat kalau gorden jendelanya belum dipasang di kamar sehingga meminta bantuan Daniel, anggap saja itu tugas penting yang harus dilaksanakan sekaligus mengulur waktu agar Daniel tidak bertemu dengan sang kakak. Daniel datang ke kamarnya tidak sendiri, melainkan bersama Frans untuk membantu memegangi anak tangga dan gorden. Bella melirik Frans berkali-kali, ia harap pria itu tidak curiga dengan perintahnya. Bagaimana pun juga, ada rasa cemas dalam hati, takut-takut membuat keributan karena perintah tidak masuk akalnya. “Kamu bisa kembali lebih dulu, aku akan bicara dengan putri Bella,” ucap Daniel. Ia tahu kalau Bella sengaja melakukan hal itu agar dirinya bisa memiliki waktu untuk membicarakan mengenai Della. Ia tahu, meminta bantuan dari Bella adalah pilihan yang tepat karena Bella begitu cerdik. Ia bahkan tidak menyangka kalau Bella sampai merencanakan dengan matang. “Baik,” jawab Frans. “Saya permisi.” Frans mengangkat tangga dan keluar dari kamar Bella. Ia tidak menaruh curiga mengenai apa pun sebab tingkah Daniel dan Bella biasa-biasa saja. Setelah memastikan kalau Frans sudah menjauh dari kamarnya, Bella menatap Daniel yang terlihat juga menatapnya. Mereka kemudian memilih untuk meninggalkan kamar Bella, mencari tempat yang cocok untuk bicara karena apabila masih di kamar Bella akan serasa begitu aneh dan tidak ingin terjadi kesalahpahaman. “Aku berterima kasih karena kamu datang tepat waktu tadi. Aku hampir saja terjebak dalam perangkap orang tuaku, andai kamu tidak datang." Daniel mengikuti langkah panjang Bella sembari memastikan apabila tidak ada pelayan dan prajurit yang mengikuti mereka. Walaupun kemungkinan besar tidak ada, waspada itu perlu. “Jangan sungkan. Aku sudah menduga jika kakakku akan mendatangimu setelah mencari keberadaannya. Aku tidak tahu kalau reaksi dari guna-gunanya membuat kakakku rela berbohong demi menemuimu. Apakah kamu tidak merasa senang?” Meski Daniel tidak pernah mengatakan kalau menyukai Della, Bella sadar apabila Daniel sering menatap sang kakak diam-diam. Jadi, pasti Daniel memiliki perasaan dengan Della. Kening Daniel berkerut, tidak biasanya Bella menanyakan hal semacam itu padanya. Ia melirik perempuan itu dengan rasa yang aneh. “Aku bersyukur kamu langsung mengetahuinya, jadi aku merasa diselamatkan. Untuk pertanyaanmu, aku tidak mengerti maksudnya akan tetapi tentu aku tidak ingin Della bersikap seperti itu. Maaf apabila kamu menjadi curiga terhadapku.” Bella tertawa canggung, ia tidak bisa langsung membicarakan mengenai perasaan Daniel pada sang kakak karena rasanya justru tidak nyaman. “Lupakan pertanyaanmu. Kita bicara di sini saja, jadi apa kamu sudah merencanakan sesuatu? Aku pikir sebaiknya kita segera mencari obat penawarnya.” “Aku tidak merencanakan apa pun, akan tetapi aku ingin kita mencari penawar secepatnya. Bukankah membuat Della sadar menjadi tujuan utama kita sehingga hanya itu satu-satunya cara yang bisa kita lakukan.” Daniel menatap Bella dengan harapan perempuan itu menyetujui ucapannya. “Kamu benar, sayangnya aku tidak tahu tempat untuk mendapatkan penawarnya. Apa yang harus kita lakukan? Bagaimana cara kita mendatanginya?” Bella merasa otaknya buntu sekarang padahal ia akan memberikan jawaban yang memuaskan. Mungkin karena kehadiran para pelayan tadi yang sempat menatapnya bersama Daniel. Bella tidak ingin kedekatannya dengan Daniel menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. “Aku telah berpikir bahwa kita harus datang ke tabib untuk mendapatkan penawarnya. Aku tidak tahu jenis penawar apa yang digunakan oleh ibuku akan tetapi aku sudah mendapatkan botolnya.” Daniel menunjukkan botol kecil pada Bella, ia mencari keberadaannya ketika orang tua tidak ada di rumah. “Meski aku tidak tahu kegunaan botol itu, aku akan mengikuti kemauanmu. Jadi, sebaiknya kita cari alasan untuk pergi dari istana. Aku tidak bisa membuat kebohongan lagi, rasanya tidak tenang.” Bella bisa saja langsung memberi tahu sang ayah, andai taruhannya tidak besar. Ia pandai mengungkapkan kejujuran akan tetapi untuk kasus yang satu ini, ia tidak memiliki bukti sehingga sulit untuk bicara pun. Daniel mencoba mencari alasan yang tepat untuk bisa pergi ke istana. Ia tadinya sempat berpikir untuk segera pergi dari istana untuk mendapatkan penawarnya. Namun, memang ia sendiri terlalu terburu-buru, untungnya Bella tahu segala situasi sehingga ia tidak akan seperti patung saat ditanya nanti. “Aku rasa sebaiknya kita tidak perlu pergi bersama. Maksudku kita bergantian pergi untuk suatu alasan. Aku akan pergi ke dapur untuk menanyai pelayan apakah ada yang bisa dibeli atau semacamnya agar aku bisa pergi. Kamu bisa pergi tanpa harus memberi tahu prajurit, itu akan jauh lebih mudah.” Daniel harus tetap bertingkah layaknya prajurit yang taat agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ia sempat terpikir untuk menjadikan orang tuanya alasan, akan tetapi tidak jadi karena takut hal itu tidak akan berhasil. “Aku sudah mendapatkan alasannya, sayangnya aku tidak bisa mempercayai rencanamu. Bagaimana kamu bisa berpikiran kalau pelayan membutuhkan bantuan? Sebaiknya kamu mencari alasan lain agar tidak membuat repot. Belum tentu pelayan akan memberimu tugas.” Bella tidak ingin Daniel sampai melakukan tugas yang lain apabila tidak mencari cara yang lebih baik. Ia harus memastikan kalau Daniel bisa keluar dari istana tanpa hambatan. Tahu apabila rencananya masih belum matang, Daniel merasa kalau Bella begitu peka. “Lalu apa yang harus kulakukan? Aku tidak punya cara lain lagi. Jika aku pergi begitu saja, pasti akan ada prajurit yang curiga. Kamu bisa membantuku?” Sungguh tidak ada rencana yang lebih tetap di otak Daniel, baginya rencana yang berisiko gagal yaitu pilihan tepat. “Sebaiknya kita keluar bersama, aku akan memberi tahu orang tuaku apabila kamu akan menemaniku untuk pergi membeli gaun yang baru. Sudah lama aku tidak belanja pakaian sehingga hal ini pasti tidak akan memancing curiga. Jika kamu setuju, kita bisa menemui orang tuaku dulu,” jelas Bella. Merasa tidak punya pilihan, Daniel mengangguk setuju. Toh, ia yakin kalau rencana Bella pasti akan lebih mudah dilakukan. Ia tidak peluk beralasan apa pun dan hanya mengikuti perintahnya saja. “Aku setuju dengan dirimu. Kita bisa menemui orang tuamu sekarang agar tidak mengukur banyak waktu.” Bella dan Daniel berjalan beriringan menuju ruangan singgasana. Bella tahu kalau hari sudah siang, sang ayah biasa berada di sana apabila ada tamu yang datang bisa langsung berbincang. Ia mendengar Della berbicara begitu semangat sehingga melirik pada Daniel yang terlihat juga penasaran. Langkah Bella terhenti saat Daniel menggenggam lengannya, ia semakin kebingungan. Daniel tadinya berpikir Della sedang bicara mengenai sesuatu yang seru dengan raja dan ratu, akan tetapi ia juga mendengar suara ayahnya. Ia menahan Bella untuk tidak menuju singgasana lebih dulu, ia mendekati pelayan yang baru saja keluar dari ruangan. Ia menyuruh Bella untuk tidak masuk lebih dulu. Jika Bella tidak sadar akan kehadiran orang tua Daniel, tentu itu salah. Dari mendengar suaranya saja, ia tahu kalau mereka sedang membicarakan hal yang seru. Ia harusnya menduga apabila orang tua Daniel akan memalukan apa saja agar rencananya berhasil, salah satunya mendatangi istana tanpa sepengetahuan putranya. Ia ingin masuk ke ruangan, akan tetapi Daniel tak kunjung selesai bicara dengan pelayan. Bella menatap Daniel yang mendatanginya. “Bagaimana? Apa tidak masalah jika kita mendatangi singgasana. Aku tahu di dalam ada orang tuamu. Menurutmu, apa yang sedang mereka lakukan? Ini cukup menakjubkan apabila mereka bisa bertindak sejauh ini. Sepertinya mereka memang mengharapkan kakakku menjadi menantunya." “Aku tidak peduli dengan kedatangan mereka, memberi tahuku untuk berkunjung saja tidak. Aku sudah bertanya kalau mereka tidak sedang bicara formal, jadi kita bisa menemui orang tuamu.” Meskipun merasa tidak yakin untuk masuk, Daniel berusaha menenangkan hatinya dan berjalan di belakang Bella seperti prajurit yang lain. Langkah kaki Bella dan Daniel membuat semua orang dalam ruangan menoleh. Bella menyadari orang tua Daniel langsung bangun dari kursi ketika Daniel datang. Namun, ia sempat merasa aneh dengan raut wajah Della, seakan kakaknya terkejut dengan kedatangan dirinya bersama Daniel. Vodo tersenyum pada putrinya. “Padahal sedari tadi kita sudah membicarakan Daniel, akan tetapi tidak menyangka kalau dia datang bersama putriku. Apa ada yang ingin kalian bicarakan?” tanya Vodo, tidak biasanya apabila sang putri ditemani prajurit untuk datang menemuinya. Pasti ada hal yang ingin dilakukan oleh Bella. “Jadi begini ....” Ucapan Bella terhenti karena Yuna memeluknya. Ia tidak tahu ada apa orang tua Daniel datang ke istana. “Maaf, Bibi. Aku harus bicara dengan ayahku. Sebaiknya kamu duduk kembali.” Bella tahu kalau Yuna berupaya mengulur waktu agar dirinya berada di ruangan ini lebih lama. Yuna tertawa miris. “Aku tahu mengenai hal itu, akan tetapi aku berterima kasih padamu sudah membawa Daniel ke sini. Aku sudah bicara dengan Vodo dan Jeana untuk menjodohkan Daniel dan Della. Bukankah mereka akan menjadi pasangan yang cocok? Aku tidak sabar menggendong cucu.” Walaupun kaget dengan apa yang dikatakan oleh ibunya Daniel, Bella bersikap biasa saja. “Rencana yang bagus, akan tetapi bukankah harusnya Daniel juga mengikuti pembicaraan ini? Memutuskan sepihak itu tentu tidak baik.” Bella menyindir orang tua Daniel yang terlihat begitu tersentak akibat perkataannya. Jeana merasa Bella bertingkah tidak seperti biasanya, ia tidak ingin menebak-nebak akan tetapi Bella tidak mungkin mengatakan hal semacam itu secara terang-terangan. Ia seakan tidak setuju kalau Della dan Daniel akan menikah. Ia tidak mau berpikiran negatif tentang putrinya, jadi menyingkirkan pemikiran itu. “Jika begitu kamu sebaiknya ikut duduk di sini, kita akan mendengar apakah Daniel menyetujui rencana pernikahan ini? Ayah sudah tidak sabar memiliki cucu, lagi pula aku percaya kalau Daniel bisa menjaga Della dengan baik.” Vodo menggenggam tangan istrinya, tatapan mata mereka penuh harapan. “Benar sekali, Daniel pasti bisa menjaga Della dengan baik. Lagian, kita sudah mengenal lama satu sama lain sehingga seharusnya tidak masalah. Keluarga kita akan menyatu dan tentu pasti akan jauh lebih ramai,” ungkap Baron agar Vodo dan Jeana semakin menyetujui pernikahan Della dengan putranya. Daniel menarik napas lalu mengembuskannya, mendengar ucapan sang ayah membuatnya merasa muak. Ia tidak ingin ibunya semakin menimpali dengan kalimat yang seakan meracuni pikiran raja dan ratu. Persetan sudah mengenal lama apabila ternyata di dalamnya ada niatan busuk. “Aku tidak setuju dengan pernikahan ini,” kata Daniel dengan tegas. Ia tahu kalau jawabannya membuat orang terkejut, kecuali Bella tentunya. “Aku telah memikirkan matang-matang apabila aku tidak akan menikah dengan Della. Aku datang ke sini meminta izin menamani Bella untuk membeli barang. Aku harap raja dan ratu mengizinkan kami berdua untuk pergi.” Yuna bangun dari kursi dengan senyum canggung, ia mencubit pinggan putranya karena sudah bicara seenaknya tanpa memikirkan perasaan Della. “Aku tahu kalau kamu tidak akan langsung menyetujuinya, untuk itu kedatanganmu sungguh diharapkan. Kita bisa bicara, biarkan prajurit lain yang mengantar Bella pergi.” “Benar. Masalah ini harus kita bicarakan secepatnya, mengingat ini hal yang penting.” Vodo memerhatikan Daniel, ia bisa membuat lelaki itu menyetujui rencana ini. “Kamu bisa meminta bantuan Frans apabila ini sangat mendesak, Bella. Ayah akan bicara dengan Daniel, apa kamu akan setuju?” Bella melirik pada Daniel, lelaki itu tidak memberikan isyarat apa pun. Memutuskan untuk melakukan rencananya, tentu ia berpikir kalau segalanya sesuai dengan rencana. Sayangnya ia harus menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, ia tersenyum tips pada sang ayah. “Maaf, Tuan. Aku sendiri yang menawarkan diri untuk menemani putri Bella. Tadinya putri sudah meminta bantuan Frans akan tetapi kebetulan aku juga ingin membelikan peralatan masak yang baru untuk pelayan. Ada panci yang rusak, jadi sekalian saja aku pergi sambil menemani putri.” Ada rasa syukur dalam hati Bella saat Daniel mengungkapkan hal itu meskipun ia tahu kalau Daniel mengarang mengenai panci yang rusak. Semoga saja ini tidak akan menjadi bumerang untuk mereka. Ia tidak mau segalanya menjadi lebih rumit karena keinginan mereka untuk pergi. Merasa Daniel ingin menghindarinya, Della sadar sekali dan penolakan Daniel telah melukai hatinya. “Aku pikir sebagai prajurit, kamu bisa meminta bantuan prajurit yang lain. Jika ini masalah panci rusak, harusnya kamu pergi bersama pelayan bukan? Bella tidak mengerti dengan peralatan dapur. Bilang saja kalau sebenarnya kamu ingin menghindari pembicaraan ini.” Tidak ingin masalahnya semakin rumit, Bella tahu kalau seharusnya Daniel tidak pergi bersamanya, ia harus menyelesaikan masalah ini lebih dulu. “Aku akan meminta bantuan dari prajurit yang lain. Kamu bisa tetap di sini, Daniel. Sebaiknya kamu bicara baik-baik mengenai hal ini. Jangan membuat segalanya menjadi rumit.” Daniel tidak menyangka dengan jawaban Bella, padahal ia berharap Bella akan membantunya. Memang kondisinya tidak memungkinkan, akan tetapi pasti ada cara lain. “Aku tidak bisa membicarakan pernikahan dengan orang yang tidak kucintai. Aku harap kalian mengerti.” Air mata Della menetes, mendengar pengakuan Daniel. Ia tidak peduli akan reaksi dari yang lain. Ia menangis sejadi-jadinya, Daniel begitu jahat padanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD