09: PERTEMUAN

2520 Words
“Apa kamu akan terus menolak?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Baron yang merasa frustrasi karena putranya tidak kunjung setuju dengan rencana pernikahan yang dilakukan. Ia menatap Daniel dengan tatapan tidak menyenangkan sambil merasa dongkol sebab putranya tidak bisa diajak kerja sama. Sebegitu sulitnya menerima sesuatu yang pasti akan memberinya banyak keuntungan. Daniel mengangguk sebagai jawaban. “Aku pikir sudah memberi tahu Ayah dan Ibu mengenai penolakanku, kenapa kalian masih terus memaksa? Aku sudah memutuskan matang-matang apabila tidak akan terjadi pernikahan antara aku dan Della karena kami belum saling mencintai. Aku harap, kalian bisa menerima keputusan yang telah kubuat. Tolong, mengerti perasaanku.” Yuna tersenyum, meskipun merasa sebal pada Daniel yang terus menolak permintaan untuk menikahi Della. Ia tidak ingin putranya curiga dengan keinginan mereka dalam menikahkan Daniel dengan Della. “Ibu mencoba untuk mengerti perasaanmu. Akan tetapi, kamu tetap harus hadir dalam pertemuan. Jika kamu tetap tidak bisa datang, tentu kamu tidak akan bisa mencegah apabila pernikahan akan terjadi.” Walaupun tidak yakin untuk datang dalam diskusi pagi yang baginya tidak terasa penting, Daniel menuruti kemauan orang tuanya. Apalagi, ia mendengar kalau Bella ikut serta dalam pertemuan tersebut, setidaknya pasti Bella akan membantu membicarakan penolakannya. Ia berjalan dengan perasaan campur aduk setelah berulang kali meyakinkan hatinya kembali. Ada pikiran untuk segera pergi bahkan sebelum sampai ke ruang pertemuan. Ia ingat, kalau hari ini Bella sudah memasukkan ramuan pada makanan Della, berharap menimbulkan reaksi sehingga tidak perlu untuk berbicara panjang lebar mengenai pernikahan. Namun, ia tahu apabila apa yang diharapkan tidak akan terwujud, pasalnya Della terlihat menatapnya ketika ia dan orang tuanya tiba di ruang pertemuan. Masih tidak menyangka karena Daniel akan datang memenuhi pertemuan, Della berlari menyambut kemudian menggenggam tangan lelaki yang paling dicintai. “Aku tahu kamu pasti akan luluh juga. Aku yakin sekali, cepat atau lambat kamu pasti akan balik mencintaiku. Apa kamu sudah sarapan? Jika belum, aku bisa siapkan makanan untukmu. Kita sarapan dulu sebelum acara dimulai.” Daniel melepaskan genggaman tangan Della sembari menatap perubahan wajah perempuan itu dari senang menjadi terlihat agak kecewa. “Aku sudah sarapan tadi pagi, jadi aku tidak akan sarapan lagi. Kedatanganku ke sini bukan untuk menerima pernikahan kita. Aku perlu menyangga segala hal yang direncanakan. Ini sungguh tidak adil apabila aku tidak datang dan keputusan dibuat secara sepihak.” Harusnya Della tahu, Daniel tidak akan pernah mencintainya. Tatapan penuh penolakan dari lelaki itu membuatnya merasa tidak berharga. Ia kadang berpikir apa kekurangannya sehingga Daniel tidak mau bersanding dengannya. Ia menatap Daniel yang berjalan menuju kursi dan mengikuti dari belakang lalu memeluk tubuhnya. Daniel pasti mengetahui berapa ia mencintai. Tidak pernah dipikirkan oleh Daniel apa yang akan Della lakukan padanya. Pelukan yang diberikan meski terasa hangat begitu memilukan. Ia tidak bisa menampik, andai tidak ada sihir yang menguasai hati Della, ia bisa menerima perempuan itu kapan saja. Sayangnya, kelakuan orang tuanya yang menginginkan Della menjadi menantu, membuatnya rela menahan hasrat cintanya agar tidak menikahi Della yang terkena guna-guna. Pelukan Della telah Daniel lepaskan, ia menatap perempuan dengan raut wajah sedih. Ia tentu tidak bisa melihat Della dalam keadaan seperti yang ia lihat sekarang. Akan tetapi, rasa cintanya tetap tidak ingin mendapatkan pengakuan dari kekuatan sihir. Ia memilih untuk tidak bicara kemudian duduk di kursi, mengabaikan Della yang masih menatapnya dengan harapan. Maaf, ini terlalu sulit baginya. Tahu jikalau Daniel akan tetap memperlakukan Della dengan buruk, Yuna beranjak dari kursi mendekati putri sulung raja dan ratu. Dengan ketulusan, ia memeluk Della dengan harapan perempuan itu bisa tenang. “Aku ingin kamu tidak kecewa. Segalanya butuh proses dan aku tahu Daniel akan mencintaimu. Ini memang tidak mudah akan tetapi aku selalu mendukungmu.” Apalah guna restu dari orang tua apabila mempelai lelaki yang diinginkan tidak setuju. Della kadang merasa kalau ingin menyerah saja pada cintanya terhadap Daniel, akan tetapi kenyataan kalau ia tidak bisa menghilangkan perasaannya, membuatnya berpendirian teguh untuk tetap menjalankan pernikahan. Ia harus membuat mimpinya menjadi nyata, mendapat persetujuan Daniel atau tidak. “Tidak masalah, Ibu. Aku tahu kalau Daniel pasti masih malu-malu. Dia sebelumnya tidak pernah mendapatkan perlakuan dari perempuan yang mencintainya. Aku akan memastikan kalau dia tidak akan menolakku mentah-mentah dalam pertemuan hari ini. Aku begitu optimis kan? Seharusnya orang tuaku sudah datang, kenapa mereka lama sekali?” Della agak mengeraskan suaranya agar Daniel mampu mendengar, sebab ingin tahu bagaimana Daniel akan memberikan reaksi terhadap perkataannya. “Optimis itu boleh, akan tetapi jangan terlalu berharap.” Daniel tersenyum miris mendengar ucapan Della yang terkesan sok kuat. Ia tahu jika perempuan itu merasa putus asa akan perlakuannya. Siapa yang tidak akan sakit hati apabila ditolak? Ia tahu Della hanya berusaha bersikap biasa saja agar tidak membuat keributan dengan tingkahnya yang manja. Ramuan yang diberikan oleh orang tuanya menjadikan Della berbeda dari yang sebenarnya. Jika lupa sedang berada di istana, Yuna sudah pasti akan memarahi putranya habis-habisan. Daniel tidak bisa sesaat saja membiarkan Della merasa tenang karena bersikap optimis. Ada saja penolakan yang disampaikan dengan nada yang terdengar mengejek. Ia tidak pernah mengajari putranya menjadi seperti itu, pasti pergaulannya membuat Daniel menjadi keras kepala. “Jangan dengarkan ucapannya. Kamu harus tahu tidak ada perjuangan tanpa hasil. Kamu sebaiknya duduk, kita tunggu kedatangan orang tuamu. Aku dengar, Bella akan ikut bergabung dalam pertemuan ini? Apa kamu baik-baik saja?” Yuna merasa kehadiran Bella bisa menjadi malapetaka sehingga ia butuh persiapan lebih untuk menghadapinya. Bella pasti akan membela Daniel jadi tidak boleh lengah agar tidak kalah. Della memang tidak tahu apa yang menjadi alasan bagi sang adik ikut dalam pertemuan, akan tetapi mendengarnya saja ia tahu orang tuanya mengizinkan. Bella mengenal Daniel lebih lama darinya, mungkin saja kehadirannya untuk membujuk Daniel. Walaupun tidak terlalu menguntungkan, ia sudah punya rencana apabila Bella macam-macam padanya, Daniel pun pasti tidak bisa melakukan apa pun. “Aku tentu tidak masalah adikku bergabung dalam pertemuan ini. Dia cukup andal untuk melihat situasi sehingga memang dibutuhkan. Aku juga ingin tahu pendapatnya mengenai pernikahan ini, setuju atau tidak segalanya akan diputuskan bukan? Bella pasti akan menyetujuinya suka atau tidak.” Della berjalan menuju kursi sambil memandangi Daniel yang menunduk sedari tadi, tidak tahu apa yang dipikirkan oleh lelaki pujaannya. Baron melirik istrinya yang kembali duduk, ia mengabaikan Daniel karena sedang tidak ingin terbawa emosi, kini tatapannya menuju pada Della. “Bella sudah mengenal Daniel sejak kecil, jadi keputusan membawanya dalam pertemuan ini pasti memiliki alasan. Aku harap dia akan menerima rencana kita terlebih menghargai persahabatannya. Bella pasti akan mendukung penuh keinginan kakaknya.” Itulah yang Della maksud, Bella tidak akan mengecewakannya walaupun harus mengorbankan perasaan Daniel yang sesungguhnya. “Ayah benar, aku tahu Bella akan memberikan keputusan yang tepat. Terlebih dari segala aspek, ia akan mengutamakan perasaanku kepada Daniel. Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengannya, sudah lama tidak berbincang dengan adikku yang cantik.” Pembelaan untuk Della memenuhi pikiran Daniel. Sebenarnya, itu yang ia takutkan apabila Bella malah akan setuju dengan rencana pernikahan. Meski memenuhi keinginannya, Bella tetap saudara Della yang pasti tidak akan membiarkan kakaknya diperlakukan buruk atau ditolak. Akan tetapi, ia tetap percaya kalau Bella pasti akan mempertimbangkan dengan matang, kejujurannya harus membawa ia pada keputusan yang benar. “Aku cukup memahami situasi sehingga kamu jangan khawatir lagi, Della. Sudah seharian, Bella memikirkan tentang pernikahan kalian dan kedatangannya pasti akan membuat keputusan yang tidak terduga. Kamu tidak perlu khawatir lagi, di sini semua orang mendukungmu. Daniel saja yang tidak tahu cara menerima perasaanmu, jadi terus-terusan menolak. Nanti juga dia yang akan mengejarmu.” Baron tertawa sambil melihat Daniel yang masih acuh sedari tadi. Vodo, Jeana, dan Bella sudah memasuki ruangan sambil membawakan minuman. Sebab, pertemuan hari ini bersikap kekeluargaan, maka tidak akan ada pelayan yang akan menyidangkan makanan. Jadi, mau tidak mau, Bella mempersiapkan segalanya atas perintah sang ayah. Ia menaruh minuman di meja sembari menatap Daniel yang terlihat tidak nyaman. Sepertinya masih dipaksa untuk menerima rencana yang tidak diinginkan. Bella sengaja menumpahkan minuman pada Della dengan berpura-pura kaget. “Apa Kakak tidak apa-apa? Maaf sekali, aku tersandung gaunku sendiri.” Bella bisa melihat Della menatapnya dengan senyuman meskipun tahu kalau sang kakak kesal, ibunya langsung mendekati sang kakak sedangkan yang lain menatap padanya. “Aku benar-benar minta maaf, aku tidak sengaja.” Mengerti kalau Bella pasti tidak sengaja melakukannya, Della menepuk pundak sang adik setelah berdiri dari kursi. “Bukan masalah besar. Aku akan pergi mengganti gaun yang lebih indah daripada yang dipakai. Sebaiknya lanjutkan saja. Ibu tidak perlu khawatir.” Della menatap ibunya yang terlihat mencemaskan kondisinya, tidak ingin Jeana memarahi Bella, ia menyuruh sang ibu duduk kembali. Tidak mau putri bungsunya menjadi pusat perhatian, Vodo mengetukkan sendok ke gelas. “Silakan nikmati dulu minumannya sebelum pembicaraan mengenai rencana pernikahan dimulai. Aku berterima kasih kepada Daniel dan Bella yang sudah mau menyempatkan waktu datang ke sini. Jika pembicaraan ini menuju kesepakatan, maka kita akan menjadi keluarga besar.” Entah mengapa, Bella merasa kalau pertemuan ini sebenarnya tidak membutuhkan dirinya. Ia mencoba menghilangkan pikiran negatifnya akan tetapi tetap memenuhi benaknya. Ia sengaja menumpahkan minuman pada sang kakak agar Della tidak bisa ikut dalam pertemuan ini, meskipun tidak yakin kalau rencananya akan berhasil. Ia menyesap teh yang dihidangkan sembari menatap Daniel dengan tidak terang-terangan. “Apa sebaiknya kita langsung mulai pembicaraannya?” tanya Vodo. Ia meminta pendapat dari yang lain karena Della belum kembali juga. Ia tidak tahu harus menunggu berapa lama sampai putrinya datang, yang ia tahu kalau pertemuan akan lama dandan dan bisa menghabiskan banyak waktu. Ia menatap semua orang yang ada di ruang pertemuan, berharap ada yang memberikan jawaban. “Aku pikir Della harus ada di sini,” ujar Jeana sembari tersenyum. “Ini kan pembicaraan mengenai pernikahan Daniel dan Della sehingga rasanya tidak pantas apabila bicara tanpa mereka. Aku juga belum pernah melihat interaksi Della dan Daniel, jadi mengharap untuk bisa melihatnya. Aku yakin Della pasti senang dengan kehadiran Daniel di sini. Apa kamu sudah siap menjadi calon suami anakku, Daniel?” Daniel melongo pasalnya ia tadi memerhatikan Bella yang berusaha memberikan isyarat yang aneh padanya. Meski begitu, ia mendengarkan dengan baik apa yang dibicarakan. “Aku datang ke sini untuk memberi tahu penolakanku. Tidak adanya Della, membuat aku lebih leluasa bicara jadi aku ingin dia tidak ada di sini agar tidak menyakitinya. Aku sangat berterima kasih telah diharapkan menjadi menantu akan tetapi butuh waktu untuk memikirkan pernikahan atau mencintai perempuan yang belum kucintai.” Bella pikir, Daniel tidak akan mengerti dengan isyarat yang diberikan. Ia tidak ingin sang kakak mendengar penolakan dari Daniel lagi karena kondisi yang semula baik-baik saja bisa menjadi tidak kondusif. Ia juga sedang tidak ingin melihat Della mendapatkan pembelaan dari berbagai pihak, kini hanya butuh penjelasan dari Daniel untuk memutuskannya. Ia harap orang tuanya akan mengerti. Yuna tertawa canggung. “Putraku memang selalu terus terang, padahal menunggu Della tidak akan lama. Jadi, pembicaraan ini bisa dilanjutkan setelah kedatangannya. Kamu bisa menolak saat Tuan Vodo sudah memberimu waktu untuk bicara.” Yuna mencubit pinggang putranya agar diam karena tidak suka dengan tingkah Daniel yang suka sekali spontan bicara tanpa mengerti perasaan orang lain. “Aku minta maaf atas ucapan putraku padahal sudah memberi tahu kalau pertemuan ini terbilang penting jadi tidak seharusnya langsung berbicara pada inti penolakan. Aku merasa tidak enak hati karena Daniel bicara tanpa ada Della di sini sehingga terkesan tidak sopan. Maafkan aku,” kata Baron kemudian menatap Daniel yang terlihat tidak peduli dengan ucapannya maupun Yuna. Jeana menatap Daniel dengan tidak suka akan tetapi tetap tersenyum pada orang tua Daniel, ia tidak tahu apabila Daniel akan dengan tegas menolak menikahi putrinya. “Aku hargai kejujuranmu Daniel. Akan tetapi kamu bisa bicara setelah Della hadir di sini. Apa aku menyusulnya saja? Dia lama sekali berganti pakaian.” Jeana menatap suaminya yang menyuruh untuk tetap diam sehingga ia pun hanya tersenyum. Melihat situasinya, memang mereka tidak akan membiarkan Daniel bicara. Bella merasa hal ini sungguh tidak adil sehingga ia mengangkat tangan. “Maaf apabila aku mengambil celah dalam pembicaraan kalian,” ucapnya sambil menatap banyak pasang mata yang memandanginya. “Aku bukan ingin membela Daniel di sini dan tidak menghormati segala keputusan yang dibuat. Akan tetapi, jika kalian bisa bicara tanpa Daniel untuk rencana pernikahan sebelumnya, harusnya kalian bisa membicarakan pernikahan tanpa kakakku. Aku ingin kalian bersikap adil karena aku rasa Daniel juga ingin segera kegundahan dalam hatinya tersampaikan.” Merasa kalau kehadiran Bella memang membuat pembicaraan semakin sulit, Yuna tertawa kecil. “Aku sudah menyuruh Daniel datang dalam pertemuan sebelumnya akan tetapi dia menolak, jadi aku pikir ini bukan kesalahan kami. Lagian, Della akan menjadi mempelai wanita di sini sehingga kehadirannya sangat penting. Bukan begitu, Jeana?” Yuna butuh seseorang yang bisa memenangkan ucapannya. “Meskipun aku Ibumu, aku tidak setuju dengan ucapanmu, Bella. Apa yang dikatakan oleh Yuna benar, Daniel sudah disuruh datang akan tetapi dia tidak datang memenuhi panggilan. Tolong jangan buat pertemuan ini menjadi runyam, kamu disuruh datang ke sini apabila ayahmu meminta pendapatmu. Kamu harus paham mengenai posisimu.” Jeana menatap dengan rasa bersalah pada orang tua Daniel, ia juga menyenggol lengan suaminya untuk bicara. Vodo bisa melihat kalau Bella tidak setuju dengan ucapan istri dan Yuna, meski begitu ia harus mengambil alih pembicaraan agar tidak ada pertengkaran. “Sebaiknya kita menunggu kedatangan Della dan membicarakan mengenai hal ini. Aku yang mengundang Bella datang ke sini jadi ketika dia memberikan pendapat itu bukan kesalahannya. Kita memang harus mempertimbangkan dari segala sisi.” Sebal karena sang suami pasti akan membela putri bungsunya, Jeana mendengkus. “Aku tahu apabila kita harus mengambil keputusan dengan benar sebelum menikahkan Daniel dan Della. Akan tetapi, Della harus ada di setiap pertemuan untuk menunjukkan kalau dia akan tetap pada pendiriannya. Jika Della tidak hadir, itu sama saja dia tidak ingin pernikahan ini terjadi. Daniel tidak hadir saat itu berarti ia harus menerima konsekuensinya.” Sekalipun Bella ada di sini untuk berada di pihaknya, Daniel tahu ibunya telah membuat ratu Jeana memihak padanya. Ia berdiri dari kursi sebab tidak setuju dengan apa yang telah diucapkan. “Apa jika aku tidak hadir dalam pertemuan ini juga adalah salahku? Kalian akan tetap menikahkanku dengan Della tanpa ingin mengetahui keputusanku? Katakan! Apa kalian memaksaku untuk menikahi Della?” Daniel menatap orang tuanya serta raja dan ratu yang masih bungkam karena kaget dengan pertanyaannya, mungkin. “Aku seorang prajurit di istana ini sehingga ada banyak hal yang harus aku lakukan. Tuan Vodo tidak mengutus prajurit lain untuk memenuhi tugasku sehingga aku tidak bisa hadir dalam pertemuan. Aku bahkan tidak mengantar Bella padahal aku sudah mendapatkan izin untuk menemaninya belanja. Apa itu juga menjadi kesalahanku?” Tidak ingin Daniel semakin emosi, Bella menyuruh lelaki itu untuk duduk kembali. Meski dengan susah payah, ia bersyukur kalau Daniel mau duduk karena suasananya sudah tidak memungkinkan. Ia bisa merasakan kekesalan Daniel sehingga bingung untuk bicara apa lagi. Ia menatap ayahnya agar segera memberikan jawaban akan tetapi tatapannya terhalang sebab Della sudah datang kembali kemudian duduk di kursi sebelahnya. “Della sudah hadir di sini, itu kan yang kalian tunggu?” Daniel menatap semua orang kecuali Bella. “Aku dengan tegas menolak pernikahan ini. Aku butuh waktu untuk memantapkan hatiku kembali. Aku harap kalian mengerti.” Tidak peduli dengan berbagai macam reaksi yang diberikan, Daniel meninggalkan kursinya dan berjalan menuju pintu. Ia bisa mendengar tangisan Della dari tempatnya berdiri. Maaf, aku tidak bisa mencintaimu seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD