Pertemuan Daniel dan Della hari itu tidak berjalan lancar karena Della mendadak pusing dan ingin istirahat sehingga Bella menyarankan Daniel untuk bicara lagi nanti. Kini, Bella begitu cemas sedari tadi karena sang kakak belum juga bangun dari tadi, padahal biasanya Della sudah mempersiapkan diri sebab mereka ada latihan naik kuda bersama. Ia menunggu sambil memastikan kalau waktu tidak bergulir begitu jauh.
“Ini sungguh sulit dipercaya. Putri Della ingin kita mempersiapkan gaun yang indah. Ia juga membicarakan Daniel terus sehingga aku pikir mereka pasti diam-diam menjalin hubungan. Daniel ini sangat beruntung ya.”
Bella menoleh saat mendengar ucapan yang terlontar dari pelayan istana. Sebab rasa penasaran yang tinggi, ia pun mendekati mereka. Ia tersenyum tipis sebelum bertanya, “Aku dengar kalian membicarakan kakakku. Apa dia sudah bangun? Aku telah menunggunya dari tadi, akan tetapi ia tidak muncul.”
Wajah dua pelayan tentu keheranan, pasalnya Della sudah bersiap-siap jadi seharusnya ia langsung menemui Bella. “Maaf, Putri. Kami sudah memberi tahu Putri Della tentang jadwal berlatih mengendarai kuda hari ini. Akan tetapi, sekarang aku tidak tahu di mana keberadaannya. Dia sudah bersiap dari tadi pagi, kami pikir dia sudah menemui Putri,” jelasnya dengan rasa heran.
Tidak ingin berpikiran negatif, Bella memutuskan untuk mengucapkan terima kasih pada pelayan lalu mencari keberadaan Della. Biasanya, sang kakak akan berada di taman atau tidak sedang memasak di dapur. Sebagai informasi, Della memang suka sekali menghabiskan waktu di dapur selama berjam-jam, kakaknya memiliki cita-cita menjadi istri yang baik seperti ibu mereka. Jadi, tidak heran apabila Della suka menghabiskan waktu untuk memilah bahan masakan. Sayangnya, Della tidak tampak berada di dapur kali ini.
Bella berjalan menuju ruangan orang tuanya, mungkin saja mereka tahu keberadaan sang kakak. Ia pun menyapa pelayan yang telah memberikan teh hangat dan camilan pada ibu dan ayahnya. Ia bergegas mendekat sambil memberikan senyum merekah. Ia melihat orang tuanya begitu serasi.
“Oh, Putriku yang cantik. Ada apa kamu kemari?” tanya Jeana memandang putri bungsunya. Bella tidak biasa mendatangi di pagi hari kecuali ada hal yang penting untuk dibicarakan. Maklum, putrinya yang satu ini lebih suka bergaul dan bertualang.
“Apa aku tidak mengganggu Ibu dan Ayah?” tanya Bella, ia tidak ingin kehadirannya membuat orang tuanya jadi merasa canggung. Padahal tadi, ia sempat melihat sang ayah bermesraan dengan ibunya walaupun sempat terhenti karena kedatangannya yang tiba-tiba.
“Tentu saja, tidak, Putriku.” Vodo menatap putrinya dengan senyum tulus sambil menarik kursi untuk Bella duduk. “Kamu bisa berada di sini selama yang kamu mau, kita bisa menikmati sarapan bersama. Apakah aku harus membuat rutinitas makan bersama? Sungguh sudah lama sekali sejak aku sakit, kita jarang menghabiskan waktu bersama.”
Jeana semringah mendengar ucapan suaminya. “Aku setuju sekali. Kita sudah lama tidak saling bicara dari hati ke hati. Lain kali, mari buat acara kumpul keluarga. Aku bersyukur sekarang kondisimu sudah membaik, aku hampir gila melihatmu terbaring lemah di ranjang. Jangan lagi membuatku khawatir.”
Vodo mengusap tangan istrinya dengan senyum bahagia. “Aku tidak akan membuatmu cemas lagi. Jadi, aku harap kamu tetap menemaniku di sini. Kamu istri paling setia yang aku punya. Aku sangat mencintaimu.”
Bella berdeham dengan kemesraan orang tuanya. Ia benar-benar tidak punya banyak waktu akan tetapi tidak bisa mengabaikan ayah dan ibunya yang selalu menyatu dalam suasana hangat nan harmonis. Ia selalu menyadari betapa bahagia terlahir dari keluarga yang nyaman.
“Aku hampir lupa kalau di sini ada Putri kita, sayang.” Vodo melirik Bella dengan senyum malu-malu. “Sebaiknya kita dengarkan apa yang ingin dia bicarakan sambil menikmati teh hangat. Silakan, Putriku, kamu bisa mulai bicara.”
“Aku datang ke sini untuk bertanya, apa kalian melihat Della?” Bella tidak suka berbasa-basi, maka ia langsung saja menanyakan inti permasalahan yang tidak lain mencari keberadaan sang kakak. Ia sudah menyusuri istana akan tetapi barang hidung Della belum tampak. Ia lupa, kalau belum mendatangi taman bunga. Mungkin setelah bertanya pada orang tuanya, semoga saja mereka tahu.
Jeana dan Vodo saling pandang, mereka masih mengingat jelas kalimat yang diutarakan oleh putri sulungnya bahwa akan pergi berlatih mengendarai kuda bersama sang adik. Mereka juga baru sadar kalau seharusnya Della dan Bella sudah mempersiapkan diri dari tadi pagi sehingga tidak seharusnya Bella masih berada di istana. Jeana tersenyum heran pada Bella sambil melirik suaminya.
“Ibu tidak mengerti situasinya, bisa kamu jelaskan pada Ibu?” Jeana harus tahu lebih dulu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak ingin menebak kalau kedua putrinya sedang bertengkar. Namun, Della tidak mungkin meninggalkan Bella tanpa alasan yang jelas. Ini membuatnya semakin dilanda kebingungan.
Bella mengangguk, ia sepertinya perlu bicara lebih lanjut. “Aku sudah menunggu kakak di depan kamarnya, akan tetapi dia tidak kunjung keluar. Ibu pasti tahu kalau Della tidak suka apabila aku datang ke kamarnya apalagi mengetuk pintu tanpa henti, jadi aku tidak melakukan hal itu. Lalu, saat aku masih menunggu, aku mendengar ucapan para pelayan sehingga aku bertanya pada mereka. Mereka tidak tahu kakak ada di mana dan aku sudah mencarinya bahkan di dapur.”
Jeana menyuruh Vodo untuk duduk kembali ke kursi, ia tahu kalau suaminya cemas sekarang. Vodo memang selalu khawatir akan keadaan putrinya, tak ingin terjadi hal buruk. “Apakah kamu sudah mencari ke tempat lain yang biasanya Della datangi?” tanya Jeana tetap berpikir positif.
“Belum, Bu.” Jawab Bella sambil menggeleng. “Aku hanya mencari di dalam istana sehingga belum memastikan apakah Della ada di luar. Aku langsung datang ke sini karena berharap kalian tahu ke mana kakak pergi. Sepertinya aku harusnya mencari lebih dulu sebelum memberi tahu kalian.”
“Jangan menyalahkan dirimu, Putriku.” Jeana mengelus pundak Bella. “Sebaiknya kamu mencari kakakmu di luar. Apabila belum ketemu juga, cepat beri tahu ibu dan ayah. Kami akan langsung menyuruh prajurit untuk mencari keberadaannya. Ibu yakin, kakakmu tidak akan pergi jauh. Kamu harus mempercayainya.”
“Ibumu benar. Ayah selalu saja langsung panik karena tidak ingin ada kejadian buruk yang menimpa akan tetapi Ayah percaya kalau kakakmu tidak akan meninggalkan istana tanpa memberi tahu lebih dulu. Kamu cari saja dulu, apabila butuh bantuan kamu bisa meminta Daniel untuk ikut mencari keberadaannya.” Vodo berusaha menenangkan hatinya agar sakitnya tidak kambuh.
Menyadari nama Daniel disebut, sekarang Bella tahu harus mencari ke mana. Ia lupa kalau kakaknya mungkin saja telah terkena guna-guna yang dibicarakan Daniel. Maka, ia harus menemukan Della tepat waktu sebelum hal buruk menimpanya. “Kalau begitu, aku akan mencari keberadaan Della. Ibu dan Ayah jangan cemas, aku akan memastikan kakak baik-baik saja.”
Bella berjalan meninggalkan ruangan orang tuanya, ia mengabaikan pelayan dan prajurit yang menyapanya dengan sopan. Mengabaikan reaksi mereka, ia tengah terburu-buru untuk memastikan kalau Della tidak membuat keributan. Ia menatap halaman istana dan tak menemukan sang kakak. Maka, ia pun menuju taman, sayangnya tetap tidak ada keberadaan sang kakak.
“Frans!” teriak Bella memanggil prajurit yang ingin memasuki istana. Ia mendekati Frans sambil terus berharap mendapatkan pengunjuk keberadaan sang kakak. Bagaimana pun, ia tidak ingin orang tuanya menjadi cemas karena keberadaannya Della yang belum ditemukan.
“Apa kamu melihat kakakku? Aku sudah mencarinya dari tadi akan tetapi ia sepertinya tidak ada di istana." Bella sebenarnya agak sungkan untuk membicarakan dengan jujur masalahnya. Namun, demi mengetahui keberadaan Della, ia terpaksa memberi tahu karena jika tidak, ia akan bingung sendiri. Toh, wajar saja apabila dia mencari kakaknya.
Frans mengerutkan kening heran. “Aku sempat bertemu dengannya dan dia bilang akan menyusulmu untuk berlatih mengendarai kuda. Aku sudah menawari untuk mendampingi akan tetapi terang-terangan menolak sehingga aku putuskan untuk kembali ke istana. Aku pikir harusnya kamu sudah berada di tempat latihan kan?”
Bella tertawa canggung. “Ya, harusnya aku datang ke sana, mengingat aku memang berjanji untuk berlatih bersama. Aku berterima kasih padamu.” Seharusnya Bella tidak memikirkan hal yang negatif dulu, ia harus tetap berpikir positif agar tidak terlalu cemas. Ia kemudian mengambil kuda yang biasa ia kendarai, menaikinya dan menyuruhnya berjalan menuju tempat latihan.
Tidak butuh waktu lama, Bella pun sampai di tempat latihan. Ia melihat guru yang biasa mengajari tengah sibuk berbincang dengan beberapa murid. Ia mendekat karena merasa ada sosok yang mirip dengan sang kakak akan tetapi teranyar tidak ada. Ia menatap sang guru dan memberinya isyarat untuk bicara berdua.
“Saya pikir penjelasannya sampai sini saja, kalian harus mengikuti instruksi dengan baik. Bagi yang sudah lancar naik kuda, bisa membantu teman yang belum bisa ya. Kalian bisa berlatih sekarang.” Sang guru mempersilakan muridnya untuk berlatih kuda sedangkan ia mendekati Bella yang sudah menunggu dari tadi.
“Tidak biasanya kamu datang telat, apa telah terjadi sesuatu?” Bagi sang guru, Bella termasuk murid yang rajin dan pandai. Ia jarang sekali melihat Bella datang dengan raut terburu-buru. Bella juga kadang membantunya memberi makan kuda lebih dulu sebelum berlatih sehingga ia sempat mencarinya tadi.
“Aku sudah berniat datang ke sini dari tadi pagi, akan tetapi aku tidak bisa menemukan kakakku. Jadi, aku datang ke sini untuk bertanya, apa dia sempat datang ke sini? Soalnya aku tidak menemukan dia di istana. Aku takut hal buruk terjadi padanya, Guru.” Bella sadar betul kalau dirinya tidak hadir, akan membuat gurunya berpikir sesuatu telah terjadi. Ia menatap kandang kuda yang sudah rapi, gurunya pasti kelelahan harus membersihkan seorang diri.
“Jadi, kamu ke sini mencari keberadaan Della. Dia sempat menemuiku dan katanya kamu akan telat datang karena ada hal yang terjadi di istana. Dia meminta izin padaku tidak bisa berlatih karena ada hal yang mendesak. Aku pikir, kamu datang ke sini untuk meminta bantuan.” Sang guru menatap Bella dengan rasa penasaran meski begitu ia sadar kalau tidak seharusnya ikut campur dalam masalah istana.
“Apa Guru tahu kakakku pergi ke mana?” tanya Bella, pikiran negatif sudah ada di otaknya akan tetapi ia menahan diri untuk tidak terlalu memikirkannya. “Dia pasti tidak menuju kembali ke istana, bukan?”
Sang guru membenarkan ucapan Bella sehingga perempuan hitam segera melajukan kudanya menuju rumah Daniel. Satu-satunya tempat yang pasti ia bisa menemukan sang kakak karena tidak ada tempat lain yang mungkin akan kakaknya datangi. Jika hal itu benar, ia harus segera mencari penawarnya, tak ingin sang kakak terjebak dalam rasa yang tidak seharusnya dimiliki.